Mohon tunggu...
Mutia AH
Mutia AH Mohon Tunggu... Lainnya - Penikmat Fiksi

Menulis yang ringan dan positif

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kenangan Buruk Tak Terlupakan

7 Mei 2021   16:57 Diperbarui: 7 Mei 2021   18:39 126
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar dari Pixabay

Terkejut. Aku terbangun saat suara ledakan terdengar. Hal yang sama tampaknya terjadi pada Mbak Sis kakakku yang tidur di sebelah. Sejenak kami saling pandang, kemudian bergegas bangkit dan lari ke luar kamar.

Dapur. Hanya itu yang ada di kepala. Namun ternyata dugaan itu salah. Tak ada ibu atau apa pun yang aneh di ruangan paling belakang rumah ini.

"Tolong!" teriak ibu kembali terdengar. Lewat pintu belakang, aku bergegas keluar, mengikuti asal suara.

Mataku terbelalak melihat pemandangan tak biasa. Seluruh organ tubuh seakan berlarian tanpa kendali dengan kenyataan yang tapak. Api berkobar di atap rumah bibi. Sementara ibu dan nenek berteriak-teriak tak jelas sambil mondar-mandir. Ayah yang baru muncul dari pintu depan langsung berlari ke sumur belakang. Aku bersama beberapa warga lain yang tak diketahui kapan datangnya, bergegas mengikuti apa yang dilakukan ayah. Mengambil air dengan ember dan berusaha memadamkan api.

Hingga satu setengah jam perjuangan kami berakhir karena persediaan air yang habis. Namun api semakin besar berkobar. Akhirnya kami pasrah dan membiarkan api menghabiskan puing-puing rumah bibi tanpa usaha memadamkannya lagi.

Seperti tengah menonton pertunjukan sulap menegangkan. Kami hanya berdiri dan mondar-mandir tak jelas menyaksikan apa yang terjadi. Sesekali terdengar suara ledakan dari kobaran api. Entah bambu yang terbakar, botol beling atau benda-benda yang seakan-akan mempunyai nada dan iramanya sendiri-sendiri.

Kini rumah bibi tak lagi berbentuk. Serupa tumpukan kayu bakar dengan jumlah banyak yang hampir menjadi arang. Perhatian kami yang ada di tempat kejadian beralih pada seekor kambing dan dua anaknya. Pahlawan penyelamat kambing betina yang sempat luput dari perhatian kini menjadi sorotan. Bang Mamat, mulai bercerita tentang kisah heroiknya menyelamatkan si Kambing.

"Untung, rumah kosong. Jadi tak ada korban jiwa." Kalimat terucap dari salah satu warga yang diiyakan oleh setiap orang yang hadir dan bertanya perihal kebakaran. Ya, rumah bibi memang kosong sejak ditinggal merantau pemiliknya ke Singapura setahun yang lalu.

"Kenapa bisa kebakaran ya? Kan gak ada api di dalam?" pertanyaan seragam sempat muncul mengingat keadaan rumah yang kosong.

Namun semua terjawab. Saat nenek yang sedari tadi menangis histeris menceritakan prihal dirinya. "Tadi sore aku memasang lilin untuk memberi penerangan buat si Hitam (kambing)."

"Owalah. Ngapain dikasih lilin. Orang kambing biasa gelap-gelapan," jawab salah satu warga yang berkerumun. Sontak jawaban itu mengundang tawa tertahan warga. Namun tindakan bodoh nenek seakan dimaklumi secara kompak oleh kami semua, mengingat siapa diri nenek. Wanita renta yang sudah mulai pikun termakan usia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun