Dlingo -- Di balik rimbunnya perbukitan Mangunan, terdapat sebuah mata air yang tak hanya menjadi sumber kehidupan warga, tapi juga menyimpan kisah sejarah dan spiritual yang masih hidup hingga hari ini. Warga sekitar menyebutnya Sendang Bengkung, mata air alami yang berada di Dusun Cempluk, Kalurahan Mangunan, Kapanewon Dlingo.
Sendang Bengkung diyakini pernah menjadi tempat bertapa Sri Sultan Hamengkubuwono I, pendiri Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat. Konon, di tempat inilah beliau mencari ketenangan dan petunjuk sebelum mengambil keputusan besar dalam perjuangannya. Kisah ini dituturkan secara turun-temurun oleh warga dan dikuatkan oleh penuturan Mbah Slamet, juru kunci sendang yang kini menjaga situs tersebut.
"Mata air ini tidak pernah kering, bahkan saat kemarau panjang. Dulu dipercaya sebagai tempat bertapa Sri Sultan. Sekarang pun masih banyak orang dari luar datang ke sini, terutama malam-malam tertentu," tutur Mbah Slamet.
Menurut Mbah Slamet, Sendang Bengkung hingga kini tetap dijaga kesakralannya. Pada malam-malam tertentu seperti 1 Suro, Jumat Kliwon, dan Selasa Kliwon, tempat ini sering dikunjungi orang dari luar daerah untuk bertapa atau melakukan laku spiritual. Mereka datang dengan berbagai maksud dari mencari ketenangan batin hingga ngalap berkah.
Sendang bengkung  digunakan untuk upacara besar seperti "Tawu Kong"  yang  dilaksanakan di Makam Raja-Raja Imogiri. Sendang Bengkung juga memiliki nilai spiritual tersendiri. Aura ketenangannya menjadikannya sebagai tempat yang disakralkan, tidak hanya oleh warga lokal tetapi juga para pelaku spiritual dari luar daerah.
Selain nilai sejarah dan spiritualnya, fungsi praktis sendang ini juga tak kalah penting. Warga sekitar masih memanfaatkan airnya untuk kebutuhan sehari-hari seperti mandi, mencuci, hingga kebutuhan lainnya . Kesegarannya membuat banyak orang tetap memilih mengambil air dari sendang meski telah tersedia sambungan air bersih modern.
Warga juga aktif menjaga kebersihan dan kelestarian lingkungan sekitar sendang. Kegiatan bersih-bersih dilakukan secara berkala melalui kerja bakti, yang diikuti oleh warga Dusun Cempluk dan sekitarnya.
"Sendang ini bukan cuma milik warga Cempluk, tapi sudah jadi warisan budaya yang harus dijaga bersama," tambah Mbah Slamet.