Mohon tunggu...
Muthia Khansa
Muthia Khansa Mohon Tunggu... Dokter - wadah berpendapat!

do your best

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Tugas Individu 3 Kelompok 9: Muthia Khansa

19 Agustus 2019   19:26 Diperbarui: 20 Agustus 2019   15:30 71
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Euthanasia merupakan suatu usaha dalam mengakhiri hidup yang dilakukan secara sengaja dan memang diniatkan dengan tujuan mengakhiri penderitaan hidup dan stress yang berarti kematiannya merupakan hal yang tidak dapat terhindarkan(1,2). 

Euthanasia masih belum bisa diterima oleh banyak kalangan. Namun, sudah ada beberapa negara yang memperbolehkan adanya praktik euthanasia, yaitu Belanda, Belgia, Swiss, dan juga beberapa negara bagian di Amerika Serikat seperti Oregon, Montana, Washington, dan Vermont1. Hal ini dikarenakan terdapat banyak pro dan kontra yang muncul bersama dengan aksi mengakhiri hidup secara sukarela.

Terdapat dua jenis euthanasia. Jenis pertama dinamakan euthanasia aktif yang berarti tindak bunuh diri diambil dengan perlakuan suatu aksi yang memang menjadi pemicu kematian orang yang sukarela untuk mati tersebut(1). 

Sebagai contoh euthanasia aktif adalah pemberian injeksi cairan beracun ke dalam tubuh pelaku. Sedangkan jenis kedua merupakan euthanasia pasif yang berarti tindak bunuh diri diambil dengan membiarkan orang tersebut mati secara perlahan hingga terkesan lebih natural (2).

Alasan pro terhadap euthanasia yang pertama adalah pendukung setuju bahwa kematian dapat menjadi salah satu alternatif untuk membebaskan penderitaan di tubuh seseorang(3). Alasan ini banyak menimbulkan pertentangan dari berbagai kalangan karena ada yang merasa kematian bukan satu-satunya cara untuk menghilangkan penderitaan pada seseorang. 

Alasan pro selanjutnya adalah ini merupakan salah satu wujud dari kebebasan hak asasi manusia(1). Seorang manusia dapat menentukan sendiri apabila ia ingin mengakhiri hidupnya dengan sengaja dan dengan tidak merasakan sakit.

Apabila ditelisik secara global, salah satu alasan yang dapat mendukung praktik euthanasia adalah praktik ini dapat mengurangi beban finansial baik secara pribadi, keluarga, maupun sekaliber tingkat negara. Selain itu, euthanasia juga dapat meringankan beban negara dalam berbagai aspek. Namun, alasan beberapa negara yang melegalkan terjadinya euthanasia sebenarnya adalah negara-negara tersebut berusaha mengakomodasi pendapat dan keinginan masyarakatnya1.

Sedangkan, alasan kontra terhadap euthanasia juga banyak bermunculan. Alasan pertama adalah tindakan tersebut dinilai tidak sesuai dengan nilai-nilai agama karena dalam setiap agama sudah pasti kehidupan dinilai sakral dan merupakan karunia dari Tuhan(2). Melakukan praktik euthanasia baik secara langsung maupun tidak langsung sudah menyalahi aturan agama. 

Alasan kedua adalah tindakan tersebut tidak sesuai dan menyalahi peraturan dan prinsip paling fundamental dalam praktik medis, yaitu berusaha untuk mendukung kehidupan(3). 

Tetapi alasan ini pun dapat didebat oleh para pendukung dengan mengatakan bahwa tugas dokter dan para petugas medis lainnya tidak terbatas pada penyembuhan, namun juga pada usaha dalam membantu mendampingi pasien dalam kondisi dimana pengobatan sudah tidak mungkin dilakukan(1).

Secara medis, dalam melakukan praktik euthanasia, petugas medis memerlukan pengetahuan spesial mengenai bagaimana cara mengakhiri hidup sesorang tanpa membuatnya kesakitan(4). 

Petugas medis yang akan melakukan praktik euthanasia harus dapat memahami prosedur-prosedurnya. Pelaku yang meminta praktek euthanasia juga harus sudah dewasa, secara sadar, dapat mengambil keputusan, dan menderita secara fisik dan psikologis yang sudah tidak bisa diobati lagi (5).

Cara mengantisipasi usaha euthanasia pada masyarakat bisa dengan pengobatan paliatif. Pengobatan paliatif dapat membangun koneksi dan komunikasi kepada calon pelaku euthanasia(6). Hal ini diharapkan dapat membantu mengurangi keinginan calon pelaku agar tidak berpikir untuk melakukan praktik euthanasia. 

Hal ini dikarenakan masih banyak orang yang takut untuk mencurahkan alasan-alasan mereka karena menurut mereka itu tidak perlu dibicarakan(6). Padahal, dengan pendekatan dan komunikasi yang baik dapat tercipta sebuah pengertian dan kesepakatan.

Referensi:

1. Albert-Lorincz C. Pros and cons of euthanasia. A qualitative study. Revista Romana de Bioetica 2015;13(3).

2. Diaconescu AM. Euthanasia. Contemporary Readings in Law and Social Justice 2012;4(2):474-483.

3. Tuffrey-Wijne I, Curfs L, Finlay I, Hollins S. Euthanasia and assisted suicide for people with an intellectual disability and/or autism spectrum disorder: an examination of nine relevant euthanasia cases in the Netherlands (2012-2016). BMC Medical Ethics [Internet]. 2018 Mar 5 [dibuka pada 16 Agustus 2019;19(1):17. Tersedia di: 

4. Miller R, Cohen N. Miller's anesthesia. 8th ed. Philadelphia, Pa: Elsevier, Saunders; 2015. Chapter 10, Ethical Aspects of Anesthesia Care [dibuka pada 16 Agustus 2019]. Tersedia di: 

5. Smets T, Bilsen J, Cohen J, Rurup M, Deliens L. Legal Euthanasia in Belgium. Medical Care [Internet]. 2010 [dibuka pada 16 August 2019];48(2):187-192. Tersedia di:

6. Oliver D. A perspective on euthanasia. British Journal of Cancer [Internet]. 2006 [dibuka pada 16 August 2019];95(8):953-954. Tersedia di: 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun