Mohon tunggu...
Muthiah Nuraisyah Sadewo
Muthiah Nuraisyah Sadewo Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Mercu Buana

NIM: 43121010266 - Mata Kuliah: Etika dan Hukum Bisnis - Dosen Pengampu: Apollo, Prof. Dr, M.Si.Ak

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

TB2_Etika dan Hukum Platon

26 Mei 2022   06:26 Diperbarui: 26 Mei 2022   06:37 953
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Plato (c.428-347 SM) merupakan seorang filsuf Yunani Kuno juga salah satu murid dari Socrates (469-399 SM). Plato sangat menghormati Socrates sebagai gurunya dan ini terlihat sekali dari karya-karya filsafatnya. Plato menggunakan metode Socratik atau metode dialektis (elenkhus) pada sebagian besar karya filsafatnya, yakni suatu metode yang dibuat dan dikelaborasi oleh Socrates. Salah satu karya Plato yang terkenal memiliki judul "The Laws" yang mengutarakan pemikiran filsafat politik, dimana kebanyakan orang menganggap karyanya yang satu ini kurang menarik untuk dibaca karena isinya terlalu panjang dan sulit untuk dipahami. Selain itu, ada juga yang menilai bahwa pemikiran Plato begitu banyak mengalami kemunduran di masa tuanya. Meski begitu, Plato tetap dikenal sebagai seorang filsuf terkemuka juga sastrawan yang menakjubkan.

Pada tulisan kali ini, saya akan membahas pengertian etika dan hukum, mengapa diperlukannya etika dan hukum, serta contoh kasus etika dan hukum.

a. Etika

Dokpri
Dokpri

Secara bahasa, etika berasal dari kata Yunani "ethos" yang bermakna kebiasaan atau cara hidup. Sedangkan secara istilah, etika berarti ilmu kritis yang mempersoalkan dasar rasionalitas sistem-sistem moralitas yang ada. Seringkali moralitas dan etika dianggap sama, padahal sebenarnya kedua hal tersebut sangatlah berbeda. Moralitas berbicara tentang tingkah laku itu sendiri. Di sisi lain, etika berbicara tentang asas-asas tingkah laku atau asas-asas moralitas. Etika sendiri dapat diartikan sebagai apa yang baik dan apa yang tidak baik. Sebenarnya konsep etika Yunani telah diwakilkan oleh konsep etika Plato, yakni etika kebijaksanaan. Dalam tulisan artikel dari Encyclopedia of Philosophy tentang Plato: The Laws, disebutkan etika Yunani Kuno biasanya ditafsirkan sebagai keegoisan, maksudnya adalah penyelidikan etis berpusat pada pertanyaan mengenai apa kehidupan terbaik bagi seorang individu. 

Etika Yunani mengajarkan bahwa manusia selain hidup untuk mempertahankan kehidupannya, juga untuk memperjuangkan hidup yang bernilai. Dengan kata lain, para ahli etika Yunani Kuno berpendapat bahwa manusia hendak menjalani kehidupan yang utuh dan terbaik. Inilah yang menjadi alasan mereka untuk berbuat kebaikan dimana kebaikan itu akan membantu manusia menjalani kehidupan yang sukses dan bahagia. Dari gagasan tersebut, Plato berpendapat bahwa etika adalah kebahagiaan. Kebijaksanaan akan dimiliki manusia tentu saja apabila manusia itu baik atau menjadi orang baik. Plato menjelaskan bahwa orang baik adalah orang yang dikuasai oleh akan budi (logistikon), bukannya oleh keinginan dan hawa nafsu (epithumia). Bagi Plato, manusia akan selalu kacau jika mereka dikuasai oleh keinginan dan hawa nafsu. Selain menjadi orang baik, kebijaksanaan juga tercapai apabila manusia menyatu dengan Sang Baik melalui kekuatan cinta (Eros). Dengan begitu, manusia akan mendapatkan kebahagiaan. Jadi, etika kebijaksanaan Plato dapat disebut dengan etika rasional, karena berdasarkan ilmu pengetahuan dimana hanya bisa didapat dan dimiliki lewat akal budi (logistikon).

Harap dicermati bahwa teori-teori etika utama pada masa sekarang mempunyai karakteristik atau sifat yang berkaitan dengan diri sendiri yang dibangun di dalamnya, sehingga menurut Plato dan ahli etika Yunani Kuno yang lain gagasan ini tidak seutuhnya unik. Tiga teori etika utama pada masa sekarang, antara lain etika kebajikan (disarankan oleh Plato), deontologi, dan konsekuensialisme. Etika kebajikan berhubungan dengan aspek yang mendorong karakter moral yang diperlihatkan oleh para pengambil keputusan. Sedangkan, deontologi memanfaatkan tugas, hak, dan prinsip-prinsip sebagai pedoman untuk memperbaiki tindakan moral. Serta, konsekuensialisme merupakan etika yang menekankan konsekuensi dari sebuah tindakan. 

Orang Athena yang tidak disebutkan namanya dalam "The Laws" mengusulkan sebuah argumen yang menarik dalam membela kehidupan yang berbudi luhur setelah mengungkapkan bahwa warga negara harus peduli pada orang lain. Pokok dari argumen itu ialah kejahatan mengarah pada emosi yang ekstrim, sementara kebajikan mengarah pada stabilitas emosional. Karena emosi yang ekstrim menyakitkan, maka kehidupan yang berbudi luhur akan lebih menyenangkan. Dengan menunjukkan bahwa kehidupan yang berbudi luhur akan mengarah lebih banyak pada kesenangan daripada kesakitan, orang Athena berharap untuk melemahkan pemikiran yang terlalu umum, yakni meskipun secara moral buruk, kehidupan yang jahat masih tetap dapat dijalani.

Selain Plato, Aristoteles juga mengungkapkan pendapatnya mengenai etika. Aristoteles merupakan seorang murid dari Plato. Di antara ketiga karyanya mengenai etika, Etika Nikomakea adalah yang paling memberikan dampak besar kepada mazhab-mazhab pemikiran yang berkembang tidak lama setelah kematiannya, khususnya Stoisisme dan Epikureanisme, mengingat bahwa Etika Nikomakea ditulis pada usia yang lebih tua dibanding Etika Eudemia. Etika Nikomakea menekankan pada pentingnya manusia memiliki atau berbuat tindakan kebajikan dan mengelaborasikan sifat yang bajik pula.

Aristoteles mengatakan bahwa kebaikan yang penting lebih rendah dari kebaikan yang baik pada dasarnya termasuk juga yang penting bagi kebaikan lain. Kebaikan yang paling mutlak atau paling sempurna adalah yang tidak penting bagi kebaikan apapun serta baik pada hakikatnya sendiri. Itulah yang disebut kebahagiaan. Dari apa yang telah diungkapkan, kebahagiaan adalah sesuatu yang terhormat dan mutlak. Dengan kata lain, pada dasarnya kebahagiaan telah ada. Tinggal bagaimana kita belajar dan mengusahakannya sehingga kita mencapai pada kebahagiaan dengan jalan kebaikan. Jadi, kebahagiaan yang tertinggi adalah hidup ideal dalam kebenaran. Adapun syarat-syarat untuk kebahagiaan, antara lain dalam aspek batin ialah dapat meraih apa yang diinginkan. Dalam aspek jasmani, ialah berada dalam kondisi sehat. Dan dalam aspek luar kehidupan, yaitu kehidupan yang adil.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun