Jalan rusak menjadi permasalahan yang tidak kunjung selesai di Kabupaten Indragiri Hulu. Selain meningkatkan resiko kecelakaan dan menyebabkan kemacetan, kondisi jalan yang rusak parah juga menjadi hambatan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan sosial. Masalah ini sudah berlangsung untuk waktu yang lama dan tidak kunjung ada solusi.
Kerusakan bahu jalan di beberapa daerah, seperti Peranap, Kelayang, dan Kuala Cenaku, menyebabkan distribusi hasil pertanian masyarakat menjadi terhambat. Antrian panjang dari ratusan truk-truk di badan jalan juga menghambat aktivitas masyarakat yang ada di daerah tersebut.
Lalu siapa yang harus bertanggung jawab atas kondisi ini?
Industri batu bara menjadi salah satu pihak yang digadang-gadang harus bertanggung jawab atas terciptanya kondisi ini. Tingginya aktivitas pengangkutan batu bara di Kabupaten Indragiri Hulu yang disertai intensitas hujan yang tinggi mempercepat degradasi jalan, menimbulkan lubang-lubang besar pada infrastruktur jalan di Kabupaten Indragiri Hulu.
Industri Batu Bara dan Jalan Rusak
Industri batu bara di Kabupaten Indragiri Hulu, Riau, telah menjadi salah satu sektor penting yang mendukung perekonomian daerah. PT Bukit Asam Tbk (PTBA) merupakan salah satu perusahaan yang memiliki izin usaha pertambangan (IUP) seluas 18.230 hektar di Peranap, Indragiri Hulu, yang menunjukkan potensi besar dari sektor ini. Pada tahun 2024, PT Bukit Asam Tbk mencatat penjualan batu bara sebesar 43,1 juta ton dan angkutan sebesar 33,7 juta ton.
Namun demikian, produktivitas yang tinggi ini tidak diiringi dengan biaya lingkungan yang tinggi pula. Hal ini terlihat dari banyaknya kerusakan lingkungan yang terjadi, seperti kerusakan lahan, polusi air dan udara, sampai dengan kerusakan pada infrastruktur jalan. Truk-truk pengangkut batu bara dengan muatan besar yang melewati jalan umum setiap harinya menyebabkan degradasi jalan, sehingga menimbulkan lubang-lubang besar bahkan sampai terjadi longsor di beberapa titik.
Forum Penyelamatan Aset Negara (FPAN) Indragiri Hulu, mengatakan bahwa terdapat indikasi adanya pembiaran terhadap mobilitas truk yang melebihi tonase, yang mana meskipun lalu lintas berjalan lancar, keberadaan truk-truk tersebut membuat kondisi bahu dan badan jalan semakin rusak. FPAN meminta instansi-instansi terkait untuk melakukan pengawasan yang lebih ketat dan mengambil tindakan terhadap truk yang melebihi tonase.
Efek Domino dari Jalan Rusak
Efek domino adalah reaksi berantai yang terjadi ketika satu peristiwa memicu peristiwa lain yang terkait. Salah satu efek domino dari kerusakan jalan masyarakat yang terjadi karna aktivitas industri batu bara adalah meningkatnya belanja pemerintah untuk perbaikan jalan. Pada tahun 2023 saja, Pemerintah Provinsi Riau menggelontorkan dana sebesar Rp 87,3 miliar untuk Pembangunan atau perbaikan jalan yang rusak karena truk-truk batu bara. Perusahaan-perusahaan batu bara yang beroperasi di Indragiri Hulu sampai sekarang diketahui tidak memberi kompensasi terhadap jalan yang rusak tersebut.