Mohon tunggu...
Musfiq Fadhil
Musfiq Fadhil Mohon Tunggu... Tenaga Kesehatan - Abdul Hamma

Lulusan Ilmu Kesehatan Masyarakat - Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen: Marni

13 November 2021   17:05 Diperbarui: 26 November 2021   20:10 571
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mengamati senyum bayi yang indah dan gerakan bayi kian detik makin lincah membuat hati Marni serasa dicekik oleh rasa bersalah. Marni mulai menyadari bahwa semua yang terjadi selama ini bukan salah si bayi. Tetapi akibat salahnya sendiri.

Seraya memandang lekat-lekat wajah bayinya yang merah keunguan, pikiran Marni jauh mengandai-andai. Andai saja dulu ia dan Karno, kekasihnya tidak keburu terhasut oleh gejolak cinta becampur birahi tentu ia tidak akan nekat bergulat di ranjang bersama karno meski belum menikah.

Andai saja ia bisa menahan syahwat, tentu dia tidak akan hamil duluan. Dan tentu nasib Karno, pujaan hatinya itu tidak akan berakhir mengenaskan.

Andai saja... tentu Karno, lelaki gagahnya itu tidak akan langsung digebuki keluarga dan puluhan warga kampung sampai mati. 

Padahal saat itu Karno datang ke rumahnya berniat baik ingin bertanggungjawab atas kehamilannya. Tapi keluarga dan warga terlanjur marah. Terlanjur malu. Belum sempat babibu, sekujur tubuh Karno sudah bonyok membiru.

Andai saja ia bisa bersabar sebentar, tentu ia tidak akan hamil duluan. Dan tentu ia tidak akan dikucilkan sampai diusir dari kampungnya dan harus menghidupi diri sendiri di luar Kota. Ah.. pikiran Marni dipenuhi dengan penyesalan dan kalimat andai saja.


Sembari mengelus-elus kepala besar bayi, Marni sudah benar-benar tersadar bahwa semua yang telah terjadi adalah karena kesalahannya sendiri. Dan Marni sangat menyesali sikap arogan yang selalu menyalahkan bayi yang ada dalam kandungannya.

"Oh, maafkan ibumu yo, Nang. Betapa jahat aku mau membunuh mahluk seimut kamu. Maafkan, Ibu" Ucap Marni yang kemudian menciumi jidat lebar bayi yang masih berbau amis itu sambil menangis bercucuran air mata.

Hampir lupa, Marni meraih gunting yang berada di meja. Ia meletakkan kembali bayi di atas kasur. Bayi itu menangis menjerit-jerit lagi.
Marni dengan cepat memotong tali pusar bayi mengikatnya dengan simpul mati. Lalu ia gendong lagi si bayi. Mendekatkan mulut bayi ke dadanya. Bayi itu kemudian menyedot dengan anteng, walau sebenarnya ASI dari Marni tidak keluar sama sekali.

"Maafkan ibu, Nang. Akan ibu tebus kesalahan dengan mengabdikan hidup hanya untuk merawatmu. Sampai jadi manusia yang berwibawa." Ucap Marni menangis sesenggukan.

Tiga menit kemudian, Marni merasa sedotan bayi di putingnya makin melemah. Sampai pada menit kelima, bayi itu kehilangan tenaga untuk menyedot. Mulut bayi terlepas dari dada Marni. Mulut itu kaku menganga. Sesaat kemudian tak ada lagi  pergerakan dari tubuh mungil.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun