Mohon tunggu...
Musfiq Fadhil
Musfiq Fadhil Mohon Tunggu... Tenaga Kesehatan - Abdul Hamma

Lulusan Ilmu Kesehatan Masyarakat - Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Kartini Mengajarkan Wanita untuk Curhat dengan Tulisan, Bukan dengan Ngerumpi dan Foto Selfie

23 April 2020   22:16 Diperbarui: 23 April 2020   22:21 882
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
instagram.com/inijedar

Orang boleh pandai setinggi langit, tetapi ia tidak menulis, ia akan hilang dari masyarakat, dan dari sejarah _Pramoedya Ananta Toer

Cosplay

Jujur saja, sejak jaman TK hingga SMA, memasuki bulan  April adalah hari yang sangat menyebalkan bagi saya. Kamu tahu kenapa?
Karena hari itu adalah Peringatan hari Kartini. Hari dimana pihak sekolah memerintahkan siswi dan siswa untuk ber-cosplay ala-ala Sosok R.A Kartini.

Bukan saya tak suka melihat teman-teman perempuan berkebaya warna-warni, berdandan cantik jelita dengan bedak tebal, bibir merah mempesona.

Tetapi saya, seorang lelaki, kenapa pula disuruh untuk ber-cosplay menjadi  Kartono, sosok yang “dipaksain ada” oleh pihak sekolah demi meramaikan perayaan hari Kartini. Seumur hidup, saya tidak pernah berangkat kegiatan ini. Meskipun hari esoknya saya harus menerima omelan dari guru.

Dul, tradisi berkebaya bisa mengingatkan kita kepada R.A Kartini yang sudah memperjuangkan persamaan hak perempuan, lho! 

Oh, jadi alasan guru-guru memerintahkan siswa laki-laki ikut berdandan di hari Kartini karena biar sama hak dengan perempuan ya.
Iya deh. Tidak ada yang salah dengan tradisi itu. Lanjutkan saja.

Curhatan Berbuah Gelar Pahlawan

Pak, Bu. Saya bosan dengan pembahasan hari kartini sebagai momen untuk memperjuangkan persamaan hak perempuan. Saya tidak dapat menemukan perbedaan hak antara wanita dan laki-laki.  

Saya pikir masa sekarang ini perjuangan Kartini sudah banyak terwujud. Wanita sudah banyak yang sekolah tinggi, di dalam negeri maupun luar negeri. 

Dalam hal memperoleh pekerjaan juga sama. Kemarin saya juga melihat ada seorang wanita bekerja sebagai kuli bangunan, sama seperti laki-laki.

Malah di beberapa sektor, wanita lebih dominan dari laki-laki. Saya sering melihat wanita naik motor menguasai  jalan raya mengalahkan laki-laki. Teman saya (laki-laki) juga tidak berani ketika berhadapan dengan seorang wanita yang dia sebut istri.

Memaknai hari Kartini, Saya lebih tertarik membahas bagaimana cara R.A Kartini memperjuangkan hak perempuan yang sudah terwujud sekarang ini. 

Kenapa dia lebih terkenal dibanding Cut Nyak Dien, pahlawan wanita yang berani mengangkat senjata? Kenapa dia lebih populer dibandingkan dengan Dewi Sartika, yang sudah merintis  Sakola Istri sebagai simbol dimulainya pergerakan kaum wanita? 

Kenapa dia lebih terkenal dibanding adiknya, Kardinah, wanita yang sudah membangun Wisma Pranowo sebagai tempat belajar para gadis, serta Kardinah Ziekenhuis sebagai fasilitas kesehatan masyarakat?

Apa hal besar yang sudah dilakukan oleh Kartini? Kenapa dia disebut pahlawan?

Selama saya belajar sejarah di sekolah, saya sering ngantuk. Jadisaya tidak terlalu tahu tindakan besar apa yang sudah dilakukan oleh R.A Kartini kecuali menulis curhatan.

Kartini, yang sejak usia 12 tahun dipingit, setiap hari harus dirumahaja, suka sekali menuliskan kegundahan hatinya yang merasa terpojok, terkurung, kecewa dan terdiskriminasi dengan berkirim surat kepada sahabat penanya, Stella Zeehandelaar , seorang Noni Belanda.Dari aktifitas berkirim surat itulah menghasilkan kata mutiara yang sangat familiar sekali, "Habis Gelap Terbitlah Terang". 

Di dalam keseharian dia yang terkurung di dalam rumah, dia juga menuliskan gagasan-gagasan dalam pikirannya di surat-surat kabar meski harus menutupi identitas dirinya.

Saya pikir inilah kehebatan luar biasa dari kegiatan menulis. Tak perlu mengangkat senjata, tak perlu membangun ini itu, tetapi hanya dengan menulis Curhatan dan gagasan, Kartini mampu menginspirasi banyak orang hingga akhirnya sosok Kartini menjadi Istimewa. Dari sekedar tulisan, menjadikam dia sebagai pahlawan bagi perempuan dan masyarakat pada umumnya.

Sayangnya Kartini harus mati muda di umur 24 tahun. Kartini belum sempat banyak mewujudkan gagasan dan cita-cita yang sudah dituliskan olehnya. 

Tetapi karena dia menulis, cita-cita dia abadi sampai kini. Tulisan dia menjadi inisiasi perjuangan nasib perempuan yang masih tertinggal oleh dominasi laki-laki. Berkat cita-cita, gagasan, pemikiran, dan harapan yang dituangkan ke dalam tulisan, nama Kartini menjadi harum sepanjang hari.

Lalu bagaimana dengan wanita-wanita masa kini, yang digadang-gadang sebagai sosok pengganti Kartini. Sudahkah mereka mencontoh perjuangan Kartini dengan gemar menulis?

Saya rasa tidak.

Dari hasil riset kecil saya terhadap sepuluh teman wanita berusia belasan hingga dua puluhan tahun, hanya dua orang saja yang gemar menuliskan curahan hati dan pikiran  ke dalam sebuah tulisan di buku harian, sosial media, dan blog.

Delapan orang lainnya beranggapan bahwa menuliskan perasaan dan gagasan dalam sebuah essai, surat, atau bentuk-bentuk tulisan lain adalah kegiatan yang merepotkan dan justru hanya menambah beban pemikiran. 

Mereka lebih gemar mengekspresikan hati dan pikiran mereka dengan berfoto selfie dengan raut sesuai keadaan perasaan mereka. Dalam memberikan caption foto selfie yang mereka unggah, sering sekali hanya satu kata atau emotikon yang tidak bisa memberikan gambaran jelas apa yang sedang ingin mereka sampaikan dari foto selfie yang dibagikan. Titik dua kurung, titik dua bintang, sedih, senang, bahagia, hanya itu saja tulisan yang menyertai. 

Mereka juga lebih senang berbagi perasaan dengan bervideo selfie di tiktok dengan iringan musik yang tidak jelas antara sedih atau bahagia.

Selain itu, mereka juga lebih suka jika melakukan kegiatan ngerumpi dengan teman karibnya untuk saling tukar perasaan dan pemikiran. Berbagi gagasan dengan mengobrol secara langsung atau via telepon dengan teman dekat menurut mereka sangat melegakan perasaan.

Memang perkembangan zaman membuat kita lebih mudah mencurahkan perasaan dengan berselfie, bertiktok dan ngerumpi dengan teman. Tetapi ketiga kegiatan curhat itu saya rasa tak akan berdampak besar bagi banyak orang.

Memperingati hari Kartini, saya kira tak selalu soal emansipasi. Peringatan hari Kartini yang diadakan setiap tahun sepatutnya dijadikan sebagai momen bagi wanita untuk gemar menulis. Hari Kartini adalah momen bagi kita untuk membangkitkan semangat kita dalam berliterasi.

Duhai perempuan masa kini, jadilah seperti Kartini, buatlah curhatan hati yang abadi. Bukan lewat berselfie atau ngerumpi. Tetapi dengan menulis dan buatlah orang yang membaca tulisanmu terinspirasi.

Penutup

Oiya, selain menulis curhatan hati kepada sahabat pena dan koran, dalam kondisi terkurung di dalam rumah, Kartini juga gemar membaca buku-buku yang disediakan Ayahandanya setiap hari. Kebetulan di bulan April ini  juga ada momen memperingati hari buku sedunia, maka jika ingin menjadi seperti Kartini, banyak-banyaklah membaca buku ya.

Berselfie, bertiktok dan ngerumpi boleh-boleh aja, tapi imbangi juga dengan menulis dan membaca ya. Niscaya kamu bisa  jadi pahlawan seperti R.A Kartini.

Sekian tulisan ini saya buat. Jika ada kesalahan terkait penggambaran saya terhadap kepahlawanan R.A Kartini, mohon dikoreksi dan disanggah (dengan artikel lho ya). 

Terimakasih banyak sudah membaca sampai akhir.

Salam.

Abdul.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun