Mohon tunggu...
Musfiq Fadhil
Musfiq Fadhil Mohon Tunggu... Tenaga Kesehatan - Abdul Hamma

Lulusan S1 Ilmu Kesehatan Masyarakat - Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Kisah "Tegal Lockdown", Malam Pertama yang Mantap di Tempat Gelap

31 Maret 2020   05:07 Diperbarui: 31 Maret 2020   07:42 8452
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Alun-alun Kota Tegal Malam Hari Lockdown | Dokpri

“Makin gelap makin mantap untuk mantap-mantap terlelap”

Ciri khas yang menonjol dari Orang Tegal, adalah sifat mereka yang dikenal tegas dan nlak-blakan.

Jika orang Jawa Keratonan suka mengucapkan kata "ala" (jelek) dengan beragam lafal: "àlà" atau "élé", orang Tegal dengan tegas mengucapkannya dengan lafal "ala" tanpa perlu repot membongkok-bengkokan mulut.

Begitupun saat orang jawa keratonan suka sekali menyembunyikan huruf “K” pada kata "apik" (bagus) dilafalkan jadi "apè’", orang Tegal secara blak-blakan mengucapkannya dengan lafal “Apik!”

Barangkali bawaan sifat tegas dan blak-blakan itulah yang melatarbelakangi Pemerintah Kota Tegal berani untuk mengambil keputusan melakukan local lockdown pada wilayahnya dengan tegas dan blak-blakan kepada media.

Tentang Local Lockdown Kota Tegal

Jika anda membayangkan lockdown yang dilakukan oleh Kota Tegal sama seperti bagaimana Bangsa Eldian dalam serial anime Attack on Titan (AOT) yang benar-benar tertutup dari dunia luar, maka anda salah!

Dalam seri AOT diceritakan bahwa musuh terbesar dari bangsa Eldian adalah para titan. Titan adalah raksasa setinggi 5-40 meter berbentuk seperti manusia yang gemar memangsa manusia-manusia sebagai santapan yang lezat dan bergizi baik untuk kesehatan.

Salah satu Titan Pemakan Manusia yang berhasil masuk ke wilayah eldian setelah Tembok jebol | Hajime Ishiyama - Wit Studio
Salah satu Titan Pemakan Manusia yang berhasil masuk ke wilayah eldian setelah Tembok jebol | Hajime Ishiyama - Wit Studio

Untuk melindungi rakyatnya dari ancaman makhluk buas itu, pemerintahan bangsa Eldian membangun tembok setinggi 40 meter mengelilingi seluruh wilayah sehingga mereka benar-benar putus kontak dengan wilayah luar. Tembok itu benar-benar mengisolasi bangsa Eldian dari dunia luar.

Bahkan karena isolasi penuh dari tembok itu, Bangsa Eldian berpikir, di luar tembok, tidak ada manusia yang selamat dari betapa buas para titan mengunyah daging-daging manusia. Mereka merasa bahwa ras eldian adalah satu-satunya ras manusia yang masih tersisa.

Kondisi Kota Tegal tidak semengerikan dan mencekam seperti apa yang dilakukan oleh bangsa Eldian dalam seri Anime AOT itu.

Memang saat ini ruas-ruas jalan daerah di Kota Tegal telah ditutup “Tembok” Movable Concrete Barrier (MCB), tetapi pergerakan keluar-masuk oleh warga Kota Tegal/warga luar kota Tegal masih bisa dilakukan.

Pemasangan MCB di ruas-ruas jalan | dok. pribadi
Pemasangan MCB di ruas-ruas jalan | dok. pribadi

Hanya saja pergerakan itu dibatasi dengan adanya penjaga “gerbang tembok”  yang bertugas memeriksa kondisi kesehatan dan keperluan apa yang menjadi alasan seseorang ingin keluar atau masuk wilayah Kota Tegal.

Depan Dinkes Kota Tegal, salah satu
Depan Dinkes Kota Tegal, salah satu "Gerbang" masuk keluar kota Tegal dan tempat Skrining bagi Perantau | dok. pribadi

Jadi sebenarnya warga tidak benar-benar terkurung, mereka tetap bisa beraktivitas. Tetapi karena pembatasan-pembatasan yang merepotkan itu, ditambah dengan kesan mencekam kata “lockdown” membuat banyak warga menyadari itu sehingga mereka enggan untuk beraktivitas di luar.

Alhasil yang terjadi saat ini adalah jalan-jalan di sepanjang Kota Tegal menjadi sepi dan keramaian-keramaian tidak terlihat lagi. Mantul, Mantap Betul, bukan? Hehe.

Suasana Ruang Pantau Lockdown di Malam Hari | dok. pribadi
Suasana Ruang Pantau Lockdown di Malam Hari | dok. pribadi

Malam Pertama yang Mantap

Sejak tanggal 30 Maret, Pemkot Tegal mulai memasang MCB di setiap ruas jalan Kota Tegal (kecuali jalan Provinsi dan Nasional).

Dalam spanduk dan billboard yang terpasang, ada dua istilah dari yang digaungkan oleh Pemkot dari kegiatan penutupan ruas-ruas jalan tersebut yaitu local lockdown dan isolasi wilayah. Keduanya saya kira sama saja, yaitu untuk membatasi pergerakan masyrakat beraktivitas di luar rumah.

Dalam artikel ini izinkan saya untuk menceritakan suasana pada saat malam pertama setelah peresmian lockdown (30/3) kemarin.

Lho kok cerita suasana malam hari, kenapa bukan cerita kondisi siang hari saja, Mas?

Ya suka-suka saya dong. Karepe Nyong lah

Gambaran malam (pertama) setelah pemberlakuan isolasi wilayah, Kota Tegal terlihat lebih sepi, hening, dan gelap. Saya lebih suka memberikan suasana itu dengan istilah “syahdu”.

Ketika saya menyusuri wilayah Kota Tegal sekitar pukul 20.15 WIB, Lampu-lampu penerang jalan sudah mulai dimatikan sehingga gelap dan remang-remang menyelimuti Kota Tegal malam itu.

Kondisi Jalan, PJL Mati | Dokpri
Kondisi Jalan, PJL Mati | Dokpri

Alun-alun Kota Tegal, daerah sekitar stasiun Tegal, jalan-jalan raya, jalan-jalan kampung, terlihat gelap gulita sampai-sampai handphone murah buatan China berkamera hanya 5 megapiksel yang saya bawa sulit untuk menangkap cahaya di tempat-tempat tersebut. Jadilah jepretan saya hanya gelap-gelap hitam saja.

Stasiun Tegal di Malam Hari Lockdown | HP Butut
Stasiun Tegal di Malam Hari Lockdown | HP Butut

Tidak banyak kendaraan yang berlalu lalang di jalan. Hanya ada beberapa motor bebek dan matic warga sekitar terlihat lalu lalang. Mungkin mereka lapar dan sedang menuju ke penjual nasi goreng.

Masjid Agung Kota Tegal
Masjid Agung Kota Tegal

Mobil-mobil juga jarang terlihat, sehingga suasana malam itu yang tampak hening. Malam itu, Saya bisa mendengar hembusan angin pantura yang lembut menyapa daun-daun dan ranting pohon-pohon ketapang dan pohon pucuk merah di pinggir jalan.

Perempatan Lampu merah gantung
Perempatan Lampu merah gantung

Pada malam hari yang hening syahdu itu, masih ada beberapa pedagang makanan yang masih mencoba mengais rejeki. Namun tak banyak saya lihat pembeli yang menghampiri.

"Lawangsewu"-nya Kota Tegal | Dokpri

Saat saya sedang menjepret-jepret suasana malam itu dengan handphone butut, ada pedagang entah martabak atau gorengan, yang menghampiri dan ujug-ujug nyletuk ke saya “Sepi, Kaya Kota Mati, Um!”

Saya jawab saja, “Sabar ya, Pak!” sambil tersenyum ragu. Kemudian saya segera berlalu mencari spot foto lain yang bisa kamera handphone bututku tangkap selain gelap.

Saya terus berkeliling, mata saya harus agak melotot kanan kiri melihat-lihat tiap-tiap sudut yang gelap. Harapan saya bisa menemukan Abege-abege yang sedang memanfaatkan suasana syahdu ini untuk mantap-mantap.

Tapi syukurlah, saya tak menemukan itu. Malah saya bingung, menemukan beberapa sosok berbentuk wanita, tetapi ternyata pria sedang duduk di pinggir-pinggir jalan yang agak remang-remang. Saya tidak tahu mereka sedang apa. Saya tak berani menyapa.

Jujur saja saya suka suasana syahdu begini. Alun-alun yang biasanya penuh keramaian, sekarang berubah menjadi hening, sunyi, dan redup. Suasana ini membuat jiwa introvert saya menemukan sebuah kedamaian. Jauh dari hiruk pikuk lampu-lampu odong-odong dan suara bising knalpot.

Alun-alun Kota Tegal Malam Hari Lockdown | Dokpri
Alun-alun Kota Tegal Malam Hari Lockdown | Dokpri

Coba saja kalau nantinya ada program rutin penutupan alun-alun dari keramaian (seperti car free day) tapi di malam hari. Mungkin akan jadi suatu kegiatan yang menarik. Hehe.

Berikut ini beberapa jepretan saya buat nambah-nambah gambaran bagaimana kondisi terkini:

Kang Becak | Dokpri
Kang Becak | Dokpri

Perempatan Markas Angkatan Laut | Dokpri
Perempatan Markas Angkatan Laut | Dokpri

Dalane Ditutup, Wa ! | Dokpri
Dalane Ditutup, Wa ! | Dokpri

Satu dua kendaraan saja yang masih lalu lalang | Dokpri
Satu dua kendaraan saja yang masih lalu lalang | Dokpri

Penutup

Demikianlah yang dapat saya ceritakan tentang kondisi malam (pertama) Kota Tegal Setelah lockdown. Semoga dapat menghibur dan membuat anda paling tidak sedikit mengetahui kondisi Kota Tegal terkini.

Sekian
Terimakasih.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun