Mohon tunggu...
Ibnu Abdillah
Ibnu Abdillah Mohon Tunggu... Wiraswasta - ... kau tak mampu mempertahankan usiamu, kecuali amal, karya dan tulisanmu!

| pengangguran, yang sesekali nyambi kuli besi tua |

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

[Mereka] Yang Terangkat dan [Mereka] Yang Terhempas

12 Desember 2016   08:52 Diperbarui: 12 Desember 2016   09:22 225
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pasca 4/11, Panglima TNI, Gatot N., menjadi personifikasi baru sebagai sosok "jantan", yang diharapkan oleh masyarakat. Tegas, berani, santun, dan ngemong sama masyarakat, paling tidak dari kalimat-kalimatnya yang adem, tanpa mengurangi karakter kuatnya. Bahkan, ada sebagian foto yang viral, mengharapkan suatu saat sang Panglima TNI menjadi Panglima Tertinggi. Pasca 212, sang Jenderal tetap dipuja, karena berada di belakang Jokowi, tanpa payung saat berjalan untuk ikut shalat berjama'ah.

Setelah itu, Ryamizard ikut kecipratan ketika pernyataannya meniadakan aksi makar terhadap Presiden seperti yang sebelumnya berhembus. Keduanya, lalu dianggap "bersama rakyat". Sementara Kapolri, mendapatkan nasib yang jauh berbeda. Tito mendapatkan bully-an sedemikian rupa sebagai representasi sosok yang "banyak omong", tendensius, dan sudah diintervensi. Wiranto, meski dengan derajat lebih rendah, bernasib sama dengan Tito. Mudah menemukan meme, terutama Pak Gatot dan Pak Tito, yang menguatkan pandangan saya ini. Keduanya, bahkan dinegasikan sebagai sosok yang berlawanan: Angel and Demon.

Metro TV dan Kompas TV mendapatkan nasib sial yang sama. Metro bahkan "diamuk" oleh massa, digiring keluar ketika 4/11 lantaran dianggap media yang tidak objektif, tendensius, pro aseng, dan selalu menyudutkan Islam. Banyak acara keduanya yang tidak disukai, bahkan beberapa beritanya dicaci. Sepertinya, MetroTV dan KompasTV perlu membeli hak siar Piala Dunia, Piala Eropa, atau tayangan sepak bola lain untuk mendongkrak ratingnya, selain Mata Najwa dan Kick Andy yang mungkin tak akan "terganggu".

Sementara nasib berbeda dialami tvOne dan INewsTV yang keduanya ndapet berkah karena pro rakyat dan menyiarkan secara peoporsional, tentu versi mereka. tvOne mendapatkan karpet merah, terutama ketika ILC dikerdilkan, dan ditengarai karena intervensi pemerintah, kata mereka. Jadi ingat dulu, ketika tvOne sempat menjadikan Prabowo sebagai "presiden" berdasarkan surveynya pada Pilpres 2014.

Yang terbaru, nasib tak beruntung juga dihadapi Sari Roti. Tragis! Karena banyak orang yang kemudian menghina dan mencaci sedemikian hinanya. Membeli untuk dinjak-injak dan dicampakkan. Padahal klarifikasi itu adalah kemurnian. Tapi apa lacur, persepsi massa sedemikian massif hanya karena kata "politik". Lalu? Muncullah nama-nama roti lain yang terangkat, salah satunya Paroti, yang mentereng dengan label Dompet Dhuafanya.

Artinya, saat ini kita mudah sekali menemui mereka yang terangkat, dan mereka yang terhempas. Ini bukan lagi soal objektif dan subjektif, tapi lebih pada soal memilih dan keberpihakan. Kubu-kubuan. Persis Pilpres 2014 lalu. Asumsi dan persepsi diolah sedemikian rupa, dan menjadi senjata ampuh, terutama bagi mereka yang punya kepentingan. Ada kesempatan dalam kesempitan. Dalam setiap kegaduhan, selalu ada peluang untuk dimainkan. Begitu kira-kira. Sulit sekali untuk mengatakan semua itu tanpa kepentingan.

Bahkan, netral saja tidak boleh, apalagi berbeda. Orang yang berada di tengah, akan dihajar habis-habisan sebagai "banci", meski sama secara ideologi keagamaan. Orang-orang seperti Buya Syafi'i dan Gus Mus, habis dipreteli tanpa ampun karena pendapatnya yang "menengah" dan menolak, bukan mendukung. Tak perlu lagi ada kesopanan, apalagi kesantunan. Dunia dipandang secara dikotomis saja: hitam-putih, benar-salah, iman-kafir, dll. Secara psikologis, mungkin ada kepribadian otoritarian yang bermain dalam konstruk psikologi massa. Semakin dinamis ketika ada peran identitas sosial yanh semakin menguat, antara yang mendukung dan yang tidak (termasuk juga yang netral).

Mereka yang terangkat, dan mereka yang terhempas adalah bagian dari dialektika sadis yang terjadi di ruang publik tanpa bertemu muka bernama media sosial online. Segalanya bisa terjadi, apalagi perilaku ini diperkuat dengan saling serang share berita dan link, bahkan tanpa saringan. Cocok, klik, kirim.
Psikologi massa memang rumit. Persepsi dikembangkan ke ranah publik agar menjadi kebenaran mutlak. Adanya in-group dan out-group tak bisa ditolak, dan ingroup favoritism semakin menguat. Apalagi diikuti dengan persepsi ketidakadilan yang dimunculkan untuk semakin memperkeruh suasana. Maka, sekali share berita, kita akan menemukan orang-orang yang terangkat dan terhempas semakin banyak.

Mari, kita ngopi sejenak. Karena mungkin, bisa jadi sebab itu otak kita tak bisa lunak. Sambil kita tunggu, mungkin ada lagi yang akan terangkat dan terhempas. Tensi bisa sedikit reda, ada gempa Aceh yang membuat kita semua berduka. Ada timnas yang membuat kita bangga, dan dalam setiap duelnya selal membuat jantung kita berolahraga. Ada penemuan bom berdaya ledak tinggi, yang berhasil dijinakkan sebelum dieksekusi oleh para pengantin, dan anehnya ini disebut settingan untuk mengalihkan isu, termasuk juga pengeboman di gereja beberapa waktu lalu.

Kita nikmati saja dengan sebegitunya, sambil menyeruput kopi. Sebab terlalu serius di dunia medsos, kita bisa jadi stress dan frustrasi. Biasa saja. Saat ini diramaikan dengan Maulid nabi, silang sengkarutnya tak kunjung reda. Sebentar lagi akan ada natal, yang akan membuat gaduh lagi tentang boleh tidaknya saling mengucapkan. Seterusnya akan ada momen tahun baru, dan selanjutnya, dan selanjutnya. Itu sudah rutinitas dalam dunia maya, jadi mestinya kita hadapi dengan senyuman.

Sesederhana itu.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun