Mohon tunggu...
Musri Nauli
Musri Nauli Mohon Tunggu... Administrasi - Media Ekspresi untuk melihat problema hukum, gejala-gejala sosial dan alam kosmologi Rakyat Indonesia

Saya mencatat peristiwa disekitar saya yang sering diperlakukan tidak adil. Dari kegelisahan saya, saya bisa bersuara. Saya yakin, apa yang bisa saya sampaikan, akan bermakna suatu hari nanti.\r\nLihat kegelisahan saya www.musri-nauli.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sertifikasi

28 Februari 2020   11:56 Diperbarui: 28 Februari 2020   11:52 45
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Ya. Apalah arti sertifikat. Selembar surat yang cuma menerangkan satu hal. Tidak lebih. Bahkan kekuatan sertifikat malah kekuatannya dibawah ijazah, akta perusahaan ataupun saham perusahaan.

Namun disatu sisi, dengan adanya sertifikat, maka dipastikan, pemegang sertifikat mempunyai kualifikasi tertentu. Sehingga siapapun dapat meyakini.

Tema sertifikat menarik ketika seorang tukang bangunan depan rumah bercerita. Seorang kuli angkut yang cuma mendorong alat angkut pasir. Biasa dikenal "gerobak sorong". Bahkan "tukang gerobak sorong" harus mempunyai SIM (saya ragu dengan istilah SIM. Mungkin istilah untuk menggambarkan persyaratan).

Dengan fasih dia menceritakan. Untuk mengurusi SIM, dia harus mempunyai kemampuan seperti mampu mengaduk semen, mampu memasang plester keramik, dll. (Setelah kupikir, kayaknya ini bukan SIM. Tapi sertifikat).

"Mengurusinya di... Nah. Semakin yakin. Bukan di kantor kepolisian. Tapi di lembaga sertifikasi.

Bayangkan. Seorang tukang gerobak sorongpun harus mempunyai sertifikat.

Lalu mengapa ada semacam penolakan keras tentang sertifikakasi ahli agama ? Mengapa resisten sekali penolakkannya.

Saya teringat kisah tentang pengangkatan Pastor di agama khatolik atau Pendeta diagama Protestan. Banyak sekali rangkaiannya. Belum lagi waktu ditempuhnya.

Di Protestan, seorang penginjil harus seorang sarjana teologi dan sudah menjalani pelayanan minimal 2 tahun. Sedangkan seorang pendeta sudah harus menjalani pelayanan selama 7 tahun.

Sedangkan di Katolik, menjadi pastor lebih panjang lagi. Seorang pastor dapat diangkat setelah 5 tahun menjadi imam. Belum lagi jenjang seminari yang harus diikuti ketat bertahun-tahun.

Setiap proses pendeta atau pastor tercatat rapi dalam dokumen yang dapat diakses siapapun. Sehingga tidak mudah orang mengaku menjadi Pastor atau pendeta.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun