Mohon tunggu...
Musni Umar
Musni Umar Mohon Tunggu... -

Sociologist and Researcher, Ph.D in Sociology, National University of Malaysia (UKM)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kebersamaan dan Toleransi

2 Desember 2015   05:04 Diperbarui: 4 Desember 2015   07:36 113
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Kebersamaan adalah suatu kondisi yang amat diperlukan dalam hidup ini. Hal itu sesuai kodrat manusia sebagai makhluk sosial. Betapapun hebatnya seorang manusia, tetap memerlukan orang lain.

Kebersaaamaan dapat dimaknai sebagai sebuah jamaah atau perkumpulan yang suka tolong-menolong, gotong-royong, bantu-membantu dan kasih mengasihi dalam hidup dan kehidupan dan bersama melakukan perbuatan baik.   

Akan tetapi, mewujudkan kebersamaan dari berbagai macam strata sosial tidaklah mudah. Seridaknya ada lima tantangan  besar yang dihadapi. Pertama, persoalan pendidikan.  Para pemimpin Indonesia banyak yang tidak menyadari pentingnya investasi di bidang pendidikan. Semua berlomba membangun ekonomi, dengan melupakan pentingnya sumber daya manusia sebagai kunci keberhasilan pembangunan ekonomi. Sumber daya manusia yang berkualitas hanya bisa diperoleh melalui pendidikan yang baik.

Akibat lalai terhadap pentingnya pendidikan, maka pendidikan rakyat Indonesia 76 persen hanya tamatan SMP dan tidak tamat SD. Sementara yang berpendidikan sarjana, hanya 6 persen. Dampak negatif dari pendidikan yang rendah, maka otomatis mereka tidak bisa diterima bekerja di sektor swasta maupun di pemerintahan.

Pada hal kebersamaan yang hakiki, duduk sama rendah dan berdiri sama tinggi hanya bisa diwujudkan bila semuanya mempunyai pendidikan yang baik dan tinggi. Tidak boleh dilestarikan kebersamaan dalam kemiskinan, kebodohan dan keterbelakangan. 

Kedua, persoalan pengangguran. Mereka yang berpendidikan rendah apalagi tidak mempunyai keahlian (kepakaran) kerja, maka otomatis tidak bisa diterima bekerja di swasta maupun di pemerintahan. Sementara untuk membangun bisnis sendiri, juga mempunyai banyak kendala, seperti minim pengalaman, tidak ada modal kerja dan modal investasi serta tidak mempunyai jaringan.

Ketiga, persoalan kemiskinan. Jumlah penduduk miskin di Indonesia sangat tergantung batas garis kemiskinan yang dijadikan pegangan. Kalau batas garis kemiskinan ditetapkan BPS terlalu rendah yaitu sebesar Rp 233.740 per kapita per bulan (Ramdhania El Hida – detikfinance, Jumat, 01/07/2011 14:17 WIB). Jika jumlah tersebut dibagi 30 hari dalam setiap bulan, berarti Rp 7.791 per hari per kapita.

BPS melaporkan jumlah penduduk miskin periode Maret 2015 sebanyak 28,59 juta jiwa baik di perkotaan maupun di pedesaan. Jika dibanding periode September 2014, angka penduduk miskin bertambah 27,73 juta orang (Fiki Ariyanti, Liputan6, 20 Sep 2015 at 18:59 WIB).

Kalau batas garis kemiskinan mengacu pada bank dunia yang menetapkan batas garis kemiskinan sebesar 2 dolar Amerika Serikat, dengan kurs 1 dolar Amerika Serikat Rp 13.600, berarti batas garis kemiskian Rp 27.200 per kepala per hari, maka jumlah penduduk miskin sangat besar. Apalagi kalau batas garis kemiskinan ditetapkan lebih tinggi, maka jumlah penduduk miskin di Indonesia bisa mencapai ratusan juta jiwa.

Keempat, papan dan pangan. Dampak lanjutan dari kemiskinan, maka pasti tidak mampu membeli ataupun mencicil rumah tempat tinggal. Demikian juga, pangan sangat sulit membeli makanan 4 sehat 5 sempurna.

Kelima, persoalan kesehatan. Akibat pendidikan rendah, menganggur, miskin, tidak mempunyai tempat tinggal yang memadai, dan kekurangan gizi karena tidak mampu membali makan bergizi, 4 sehat 5 sempurna, maka persoalan kesehatan sangat krusial. Kita bersyukur, telah ada BPJS Kesehatan, sehingga setiap warga negara bisa berobat gratis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun