Mohon tunggu...
Dewi Ummu Syahidah
Dewi Ummu Syahidah Mohon Tunggu... Aktivis Muslimah / Pengamat politik

Writer/scriptwriter/narator/coach hijrah

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Ketika Sekularisme Menghargai Nyawa Sangat Murah

12 September 2025   22:23 Diperbarui: 12 September 2025   22:23 131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Penulis : Dewi Ummu Syahidah

Marak pemberitaan pembunuhan akhir-akhir ini, menjadi headline utama dari pemberitaan di media cetak maupun media sosial. Bahkan beranda aplikasi media sosial pun pemberitaan mutilasi, pembunuhan menjadi pencarian utama saat ini.

Tak heran jika manusia sekarang menganggap nyawa manusia itu murah, karena hampir setiap hari kita melihat kejahatan serupa ini terjadi selama bertahun-tahun. Mata, telinga dan lisan kita disuguhi dengan aneka jenis pembunuhan dengan berbagai cara. Bahkan kasus mutilasi korban pembunuhan pun kerap terjadi akhir-akhir ini. 

Menurut kriminolog, mutilasi sering tidak hanya dilatarbelakangi dendam atau sakit hati, tapi juga strategi untuk menyamarkan identitas korban, sehingga pelaku berharap bisa lolos dari penyidikan. "Cara itu dianggap dapat menghilangkan jejak korban dan mempersulit identifikasi, sehingga pelaku pun sulit diidentifikasi," ujar Prija Djatmika, pakar hukum pidana dan kriminologi Fakultas Hukum Universitas Brawijaya dikutip dari artikel berjudul Mengapa Seseorang melakukan Mutilasi? Ini Kata Kriminolog diunggah di laman Republika.

Kriminolog Universitas Indonesia, Yogo Tri Hendiarto, juga menyoroti bahwa korban mutilasi seringnya adalah perempuan yang memiliki hubungan intim dengan pelaku laki-laki, menciptakan ketidakseimbangan yang memicu kekerasan. 

Data Pusiknas Bareskrim Polri mencatat, kasus pembunuhan paling banyak terjadi di wilayah hukum Polda Jawa Timur. Sejak Januari hingga 8 September 2025, ada 65 kasus pembunuhan yang ditangani di Jawa Timur. Secara nasional, jumlah kasus pembunuhan di periode tersebut mencapai 745 perkara, dengan 21 polda melakukan penindakan di wilayah masing-masing. Total ada 1.131 terlapor dalam kasus pembunuhan. Dari jumlah itu, kelompok pekerjaan yang paling banyak terlapor adalah petani, yakni 125 orang atau 11,05 persen. Sementara jumlah korban jiwa mencapai 1.148 orang, dengan 65,15 persen di antaranya berjenis kelamin laki-laki.

Di Indonesia, polisi menjerat pelaku mutilasi dengan pasal pembunuhan berencana, yaitu Pasal 340 KUHP. Ancaman hukumannya tak main-main yaitu pidana mati atau penjara seumur hidup. Tapi apakah hukumaan ini membuat jera dan mampu mencegah bertambahnya pembunuhan dengan mutilasi? Ternyata tidak. 

Sekuler Liberal Menjadi Sebab Maraknya Kriminalitas 

Pembunuhan, pembacokan, mutilasi korban, pemerkosaan, dan berbagai kejahatan lainnya terjadi berulang kali di negeri ini, bahkan menjadi suguhan rutin dalam berita kriminal harian. Terbukti, hal ini bukan masalah kasuistik yang dapat diselesaikan dengan cara pragmatis atau jangka pendek, semisal dihukum penjara atau dibina sesaat. Karena terjadi terus menerus dan berulang bahkan makin beragam jenis kejahatan yang terjadi harus diselesaikan dengan solusi jangka panjang dan sistemik. Banyaknya generasi muda menjadi pelaku kekerasan harus dididik dan dibina dengan sistem jangka panjang sehingga pada masa mendatang tidak akan terjadi kasus yang sama.

Maraknya generasi muda menjadi pelaku kejahatan bisa dikatakan karena generasi hari ini tumbuh dan berkembang dalam binaan sistem sekuler kapitalisme liberal yang tidak menjadikan agama sebagai aturan dasar dalam kehidupan. Agama dijadikan sekedar ritual semata, sementara dalam kehidupan aturan manusia yang lemah yang menjadi sandaran. Jadilah mereka tumbuh menjadi generasi yang lemah iman sehingga tidak memiliki perisai kuat dalam mencegahnya berbuat maksiat. Manusia yang lemah iman akan mudah terpengaruh pada perilaku, tontonan, dan konten negatif. Apalagi generasi hari ini lebih dekat dengan media sosial yang sangat mudah dalam mengakses apa pun serta berkomunikasi dengan siapa pun.

Manusia yang lemah iman juga akan mudah dikontrol hawa nafsunya tanpa batas. Sehingga mereka menjadi generasi yang selalu memperturutkan hawa nafsu dengan gaya hidup sekuler, liberal, dan hedonis. Banyak di antara generasi muda terjebak pada lingkaran hidup materialis kapitalistik. Terbukti dengan kasus mutilasi di Surabaya kemarin, tak jauh dari zina, kumpul kebo, materiliatis, kapitalis, gaya hidup yang tak sesuai dengan realita menjadikan pelaku kejahatan nekat memutiilasi korban. Karena alasan gaya hidup, justru kehilangan hidup.  

Tindak kejahatan karena sulitnya tekanan hidup tidak jarang membuat mereka berbuat kriminal karena untuk melunasi utang sehingga membuang rasa kemanusiaannya. Bahkan jeratan judi online pun kerap menjadi biang kejahatan. 

Tanpa disadari, sistem sekuler kapitalisme yang liberal ini adalah sumber masalah bagi kejahatan ini. Dan kita tidak bisa menggantungkan masa depan generasi kita pada sekulerisme liberal ini, karena hanya akan berujung kesengsaraan hidup dunia akhirat. 

Negeri Ini Harus Berbenah

Kita butuh generasi masa depan yang baik yang jauh dari gambaran manusia hati ini. Manusia yang akan jafi harapan adalah manusia yang berkualitas dan mulia, yaitu generasi yang cerdas pemikirannya dan mulia akhlaknya. Generasi seperti ini mustahil lahir dari rahim sekulerisme. Fakta sudah membuktikannya, ketika makin jauh dari Islam, generasi yang dihasilkan kian rusak dan amburadul. Makin tinggi nilai-nilai sekuler yang diterapkan, kejahatan pun kian merajalela. Artinya, peran sistem sangat mendukung dan berpengaruh besar dalam pembentukan generasi.

Sebenarnya Islam memiliki jawaban atas semua masalah kejahatan yang marak terjadi akhir-akhir ini. Bangsa yang mulia dan berkualitas akan terbentuk jika ada tiga pilar yang tertegakkan. Pertama, ketakwaan individu. Sekolah pertama bagi anak adalah pola didik dan asuh kedua orang tuanya. Wajib bagi setiap keluarga muslim menjadikan akidah Islam sebagai asas dalam mendidik anak. Pendidikan berbasis akidah Islam akan membentuk karakter iman dan ketaatan yang dapat mencegah seseorang berbuat maksiat.

Kedua, kontrol masyarakat. Hal ini dilakukan melalui amar makruf nahi mungkar. Budaya saling menasihati akan mencegah individu berbuat kerusakan. Masyarakat yang terbiasa beramar makruf nahi mungkar tidak akan memberi kesempatan perbuatan mungkar menyubur. Dengan begitu, fungsi masyarakat sebagai kontrol sosial dapat berjalan dengan baik.  

Ketiga, negara menerapkan sistem Islam Kaffah di segala aspek kehidupan. Negara menyelenggarakan sistem untuk mengatur manusia berbasis akidah Islam untuk membentuk manusia berkepribadian Islam dan mulia. Negara wajib memenuhi kebutuhan pokok rakyat sehingga masyarakat terhindar dari berbagai kejahatan. 

Negara juga wajib menghilangkan segala hal yang merusak keimanan dan ketaatan setiap muslim seperti memblokir konten porno dan kekerasan, melarang produksi film atau tayangan pornografi, umbar aurat, dan konten negatif lainnya, flexing, menutup industri dan peredaran miras, juga memberantas narkoba, judol, pinjol dan selainnya. Negara juga menegakkan sanksi Islam sebagai penindakan atas setiap pelanggaran syariat Islam. Hukuman pembunuhan akan ada qishosh, dibalas kembali dengan nyawa, serta beragam hukum tegas lainnya. 

Ketiga pilar ini akan berfungsi optimal jika aturan Islam diterapkan dalam sebuah negara berasaskan Islam (Khilafah). Khilafah telah melahirkan banyak manusia beradab dan cemerlang, tidak hanya dalam ilmu saintek, juga sukses menjadi ulama faqih fiddin. Tak ada solusi lain dalam menyelamatkan manusia dari kejahatan kecuali dengan sistem Islam.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun