Mohon tunggu...
Muslihudin El Hasanudin
Muslihudin El Hasanudin Mohon Tunggu... jurnalis -

journalist and more

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Menembus Lautan Awan demi Menggapai Puncak Huangshan

15 Februari 2018   16:01 Diperbarui: 16 Februari 2018   10:22 1940
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tidak terbiasa naik gunung? Sediakan saja uang 800K (foto dindin)

Jika Anda pernah ke Tiongkok, pasti pernah mendengar nama Gunung Huangshan. Huangshan atau Gunung Huang yang  berada di provinsi Anhui, Tiongkok Timur. Gunung ini memiliki  pemandangan yang  indah memesona, apalagi di musim panas. 

Jajaran bebatuan yang menjulang tinggi seperti terlihat  melayang di atas lautan awan. Bagi  para penikmat seni, Huangshan memiliki pesona yang tiada duanya. Sampai-sampai ada yang mengatakan jika ada lukisan klasik berlatar gunung di Tiongkok, bisa dipastikan itu Gunung Huangshan.

Saya dan tim beberapa waktu lalu berkesempatan mengunjungi gunung yang oleh yang  oleh UNESCO ditetapkan sebagai World Heritage Site tahun 1990 itu. Gunung Huangshan juga disebut dengan nama Yellow Mountain (pegunungan kuning). 

Dinamakan demikian bukan karena gunungnya berwarna kuning, tapi karena konon nama ini ada hubungannya dengan kaisar kuning legendaris yang bernama Huang Di.

Menuju Gunung Huangshan

Perjalanan menuju ke Yellow Mountain kami dimulai dari Beijing.  Pagi buta harus  kami bergegas menuju Railway Station. Untung saja letaknya tidak jauh dari hotel tempat menginap. Hanya sekira lima belas menit menembus dinginnya udara Beijing yang menusuk tulang. Waktu itu bulan November, Tiongkok baru akan memasuki musim dingin.

Setelah melakukan check in dan pemeriksaan metal detector  kami bergegas masuk ke dalam ruang tunggu. Inilah kelebihan pemerintah Tiongkok, hampir semua sarana publik di negeri tirai bambu dibuat modern dan lengkap. Semuanya. Mulai jalan bebas hambatan, jalur kereta api, bandara, stasiun, terminal bus, dan tempat wisata nyaman dikunjungi wisatawan.

Kami lantas membeli tiket di loket khusus. Harga tiket  Beijing-Huangshan  sebesar 500 Renminbi (RMB) atau setara satu juta rupiah. Perjalanan ke Kota Huangshan  memakan waktu sekira 6 jam perjalanan. Perjalanan yang relatif singkat, mengingat jarak Beijing dan Huangshan mencapai seribuan kilometer.

Akses jalan yang harus dilalui untuk menuju puncak (foto didin)
Akses jalan yang harus dilalui untuk menuju puncak (foto didin)
Sampai di Kota Huangshan gerimis sedang turun. Kami kemudian bergegas masuk ke dalam bus kecil yang sudah menunggu di luar stasiun. Ahsan, pemandu kami kemudian mengajak berkeliling ke sebuah home industry serat bambu di Kota Tua Tunxi Ancient Old Street, lalu menikmati makan malam yang lezat dan istirahat di Tiandu International Hotel di Huangshan.

Pagi  harinya kami baru kemudian melanjutkan perjalanan dengan bus menuju ke Gunung Huangshan. Perjalanan mencapai tempat ini memakan waktu kurang lebih satu jam. Sampai di tempat terminal penumpang, kami kemudian diminta untuk  berganti bus  khusus yang disediakan oleh  pengelola taman wisata Gunung Huangshan. Tentu saja harus membayar tiket. Bus inilah yang   membawa kami ke stasiun kereta gantung (cable train).

Enam Puluh Ribu Anak Tangga

Sebenarnya ada pilihan lain bagi turis  yang tidak ingin  naik kereta gantung, yakni dengan berjalan kaki naik ke puncak. Jangan bayangkan seperti naik ke puncak Pulau Padar di Labuan Bajo yang trekingnya curam tajam,  di Gunung Huangshan ada  anak tangga sudah tersusun rapi sejak ribuan tahun lalu. 

Tak tanggung-tanggung konon ada sekirar enam puluh ribuan anak tangga yang harus Anda tapaki untuk sampai di puncak. Anda juga bisa menyewa tandu seperi orang-orang Tiongkok dulu, tarifnya sekira 400 RMB, atau sekira 800 ribu rupiah pergi pulang.

Demi menghemat energi, situasi, kondisi fisik, dan pertimbangan lainnya saya memilih naik kereta gantung harga tiketnya sekira 90 RMB atau sekira 180 ribu rupiah. Satu kapsul kabel train bisa dinaiki 4-6 orang.

Ada sensasi yang tersendiri saat  naik kereta gantung, maklum orang udik. Hehe.  Duduk di atas kereta gantung, melihat kiri kanan, melintasi perbukitan karang, menembus lautan kabut, seolah  menjelajah negeri di atas awan. Asyik sekali. Ngeri-ngeri sedap. Sempat terbayang juga kalau kapsul yang saya tumpangi jatuh ke dasar jurang. Tamat sudah riwayat.

Saya hanya berpikir bagaimana proyek raksasa ini awal mulanya dikerjakan. Tentu butuh investasi yang tidak sedikit dan pengorbanan yang besar dari para pekerjanya.

Selang lima belas menit kemudian kereta turun di shelter. Kami kemudin berjalan menyusuri jalan  menurun, berbelok,  sejauh beberapa kilometer.  Udara sangat dingin, dan kabut menyelimuti hampir semua area pegunungan. Sejauh mata memandang hanya kabut dan kabut.  

Puncak Gunung Huangshan dipenuhi berbagai macam tumbuhan seperti bunga-bungaan,  pohon pinus, dan tanaman  jenis paku-pakuan. Saat melintas sebuah spot, pemandu bercerita bahwa ini adalah  Huan Ke Song  atau Pinus Penyambut Tamu. Usianya sudah mencapai ribuan tahun.    

Setelah melalui ratusan anak tangga dan  dan menyisakan sedikit tenaga saya pun sampai di puncak lotus, salah satu dari tiga puncak Gunung Huangshan. Puncak lotus sejatinya hanya sebuah area kecil yang sekelilingnya berisi bebatuan.

Kereta gantung menuju puncak Huangshan (foto dindin)
Kereta gantung menuju puncak Huangshan (foto dindin)
Puas  mengabadikan puncak tertinggi Gunung Huangshan itu, kami kemudian menuruni tangga dari jalur yang berbeda. Sepelemparan batu dari puncak, kami kemudian berhenti di sebuah bangunan rumah yang terlihat agung. Ternyata rumah tersebut adalah rumah peristirahatan pemimpin Tiongkok termashur Deng Xiao Ping.

Tepat disebelahnya berdiri Bei Hai Hotel Dinning Hall-sebuah hotel dan resto yang siap melayani wisatawan dengan layanan kualitas primanya. Inilah sekali lagi hebatnya pemerintah Tiongkok, di puncak gunung pun tersedia fasilitas yang bisa dipakai oleh para wisatawan. Kami pun tidak melewatkan untuk beristirahat dan menikmati  bebek panggang khas Tiongkok di resto ini.

Untung masih ada sisa tenaga (foto dindin)
Untung masih ada sisa tenaga (foto dindin)
Sungguh sebuah perjalanan yang menguras energi, namun sangat inspiratif. Kami banyak belajar tentang  keagungan Sang Pencipta, juga kerja keras, kedisiplinan, dan kesungguhan orang-orang Tiongkok  dari perjalanan ke Gunung Huangshan. (Muslihudin el Hasanudin)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun