Mohon tunggu...
EM EM Diahmad
EM EM Diahmad Mohon Tunggu... Guru - m muslihat diahmad

abituren nw, alumnus iain yogya, pasca sarjana STIE Trianandra

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Catatan Pers Mahasiswa Dulu

8 April 2020   08:29 Diperbarui: 8 April 2020   08:30 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hobi. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Corat-coret berita masa lalu. Secuil pengalaman yang patut dikenang. Ketika masih menjadi mahasiswa, penulis sempat bertugas menangani sebuah kepanitiaan. Perhelatan dalam pentas 'Pendidikan Pers Mahasiswa' di Yogyakarta. Populer dengan kenangan 'pers kampus' era generasi X puluhan tahun silam.

Penggalan kesibukan terasa tiada tersisa, mulai pencarian dana, persiapan lokasi, pelaksanaan acara, sampai agenda yang tak terbilang begitu padat. Semua proses berjalan lancar, di sana-sini ada kelebihan yang patut disyukuri dan ada kekurangan yang tak dapat dihindari, dan ini butuh evaluasi. Membutuhkan akurasi yang terukur, baik dari segi ketepatan, kecepatan, dan pengendaliannya.  

Masih era baby booming atau Generasi X menurut Karl Mannhein (1965-1980). Generasi yang masih terpesona dengan hiruk pikuknya media massa cetak, surat kabar harian, koran mingguan, buletin, majalah bulanan, radio, dan televisi hitam putih. Membuat berita menggunakan mesin ketik sepuluh jari. Lantas mengirim artikel ke media massa lewat kantor pos via  perangko secukupnya.

Sebagai bagian anggota panitia 'Pendidikan Pers Mahasiswa' IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, sekarang UIN Suka Yogya. Penulis diserahi tugas menghubungi narasumber sekaligus mencari pembawa materi yang siap dengan makalah sajiannya. Narasumber, pemberi makalah terdiri dari para wartawan senior, rata-rata mereka dari kalangan pimpinan redaksi dan penanggung jawab surat kabar.

Dengan bekal sebagai anggota IPMI (Ikatan Pers Mahasiswa) Cabang Yogyakarta, penunjukan tugas tersebut diterima dengan  penuh semangat sembari berharap, apabila ada kesulitan dan hambatan di tengah jalan, atau kendala yang ditemui, bisa bertanya kepada orang lain terutama kepada pengurus  IPMI yang lebih senior.

Tidak pelak, amanat itu diterima seraya melaksanakan tugas dengan baik. Dengan gigih, satu demi satu tugas dilalui, penceramah didatangi. Mereka dihampiri dengan tak kenal rasa lelah. Menghubungi wartawan kawakan tentu banyak lika liku di tengah-tengah kesikbukan mereka. Selain di antara kesibukan mereka, tugas yang tidak bisa ditinggalkan, diantaranya pergi ke luar daerah, dan ini mengasyikkan. Banyak cerita di sana.


Dengan biaya lumayan, akomodasi dan ongkos kendaraan berangkat ke sasaran. Hari pertama menemui Pak Wonohito pemimpin redaksi dan penanggung jawab Harian Kedaulatan Rakyat. Di kantor, beliau tidak ada, lantas ke rumah ketemu sama isterinya, Pak Wonohito sendiri pergi. Tanya punya tanya tentang kesediaan Pak Won lewat isteri beliau untuk mengisi materi 'Bahasa Jurnalistik Persurat Kabaran.' Karena ada sidang di DPA, dan beliau salah seorang anggotanya, maka pemateri satu ini terpaksa diganti.

Penggantinya adalah Bapak Soendoro salah seorang kolumnis dan wartawan ternama, banyak memberikan pencerahan dalam tulisan-tulisannya. Beliau sering memberikan materi 'Cara Membuat Tajuk Rencana' dalam setiap kali pendidikan pers. Syukur, beliau dengan senang hati menerima, karena kebetulan materi 'Tajuk Rencana' sengaja diberikan pada kesempatan itu juga.

Lain lagi sewaktu ketemu Pak Ashadi Siregar, seorang novelis kondang, dalam sebuah karya kolosal 'Cintaku di Kampus Biru' dalam proses film layar lebar waktu itu. 

Beliau ditemui ketika ada kesempatan, tetapi ada gelagat untuk menampik kesediaan sebagai pemateri. Alasannya karena kesibukan mengurus film, dan pada waktu yang sama akan pergi ke Kalimantan selama sebulan. Maka materi 'Interpretatif Reporting Persurat Kabaran' dialihkan ke pemateri yang lain.

Tiba saatnya menemui Pak Abdurrahman pemimpin redaksi dan penanggung jawab Berita Nasional, beliau dengan senang hati menerima. Berarti dua langkah terselesaikan. 

Langkah selanjutnya dapat hambatan kecil di kala meminta kesediaan Pak Bambang Setiawan dengan materi 'Dasar-dasar Komunikasi Massa', karena ada tugas di Medan sebagai dosen publistik fakultas Sosial Politik UGM, terpaksa diganti dengan sejawatnya Bapak Hasyim Nangcik.

Adapun halnya Bapak Hasan Basri yang akan memberikan materi 'Teknik Wawancara' pada hari pertama, tidak terlalu sulit ditemui dan orangnya mudah berkonsultasi dengan siapa pun, maklum disamping dosen beliau juga sebagai seorang pendakwah. 

Dalam pembicaraan empat mata, sembari melihat dan memperhatikan surat-surat yang dibawa untuknya. Beliau menyatakan kesanggupan, dengan syarat waktunya dipersingkat, karena kebetulan pada hari yang sama beliau memberikan ceramah di desa Papringan berdekatan dengan kampus IAIN Sunan Kalijaga.

Pengalaman lainnya, ketika menghubungi tokoh senior Ikatan Pers Mahasiswa Indonesia Cabang Yogyakarta, Subagyo Sayogya yang biasanya memberikan materi 'Kode Etik Pers Mahasiswa.' 

Tiga kali ke rumah beliau, tidak ketemu. Lantas dititipkan surat-suratnya pada tetangga. Besoknya beliau menelpon (maklum belum ada HP) dari kantor redaksi 'Pusara' Jalan Taman Siswa dengan menyatakan tanda 'bersedia.' Alhamdulillah.

Lain lagi ketika menemui salah seorang tokoh nasional, pendiri organisasi pemuda dan mahasiswa terkenal, untuk memberikan pencerahan pemikiran dalam dunia pers mahasiswa. Sebagai pendiri organisasi kepemudaan dan mahasiswa yaitu 'Himpunan Mahasiswa Islam' (HMI), Profesor Lafran Fane, guru besar IKIP (sekarang UNY). 

Sosok sahaja yang selalu memberi semangat kepada siapa saja, termasuk pers mahasiswa. Beliau sangat, sekali lagi sangat sederhana. Bertemu di Asrama Mahasiswa Singgah Mata Yogyakarta. Beliau dengan senang hati menyatakan kesediaannya.

Sosok sederhana ini tetap seperti dahulu, tidak berobah sikapnya. Memakai sepeda dayung kemana-mana. Senang berdiskusi sembari memberikan pencerahan kepada mahasiswa, pelajar, masyarakat yang ditemuinya. 

Dan baru-baru ini dianugerahkan oleh negara dan pemerintah dengan tanda jasa 'Pahlawan Nasional' bersamaan dengan al-Maghfurlah TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid, pendiri NWDI, NBDI dan NW.

Sepenggal pengalaman sewaktu mahasiswa dulu, terasa ada dunia lain disana. Dalam dunia pers mahasiswa  dan media kampus. Orang-orang pers disibukkan oleh dedikasi dan tanggung jawab serta konsekwensi menyeluruh. 

Penuh dengan integritas yang diemban masing-masing. Keterlambatan berita sedikit saja adalah momok yang harus dihindari. Pengemban pers harus cepat bertindak mengekskusi berita, agar tetap aktual. Kalau tidak, informasi yang diserap menjadi daluwarsa.

Berita baru dan aktual harus cepat disajikan kepada publik. Dengan demikian tugas wartawan pers dapat terlaksana semestinya. Dan bagi publik pembaca akan memuji aktualitas serta akurat berita yang disajikan.

Dengan secuil pengalaman, noltalgia ini penuh arti. Hiruk pikuk media daring saat ini seolah-olah menafikan keberadaan pers mahasiswa. Pers mahasiswa seakan-akan terlupakan dengan munculnya berbagai media online. Padahal sama saja medsos dengan media massa jika diviralkan. Sama saja pers kampus, media massa, surat kabar, dengan medsos sekaligus menjadi media daring online yang viral dalam jaringan internet.

Di lingkungan kampus akademik tidak bisa lepas dari kegiatan riset dan publikasi ilmiah. Garis-garis dari tri dharma perguruan tinggi menjadi pecutan bagi para akademisi untuk terus berkontribusi kepada masyarakat yaitu dengan riset dan mempublikasikannya sebagai penyampai ide dan solusi atas berbagai masalah. 

Gelar yang didapatkan dari kampus tidak berarti tanda menjadi selesainya mahasiswa dalam dunia akademik, tapi gelar adalah tanggung jawab moral yang diemban serta menjadi penanda bagi para akademisi untuk terus berkontribusi bagi masyarakat. Tapi quo vadis pers mahasiswa kini?*

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun