Mohon tunggu...
Muslikhul Hadi
Muslikhul Hadi Mohon Tunggu... -

ketika semua orang tertawa aku terkadang diam diam jadi bahan tertawaan diam melawan tanpa kekuatan diam tidak selamannya tenggelam diam itu emas diam itu mencoba bersabar

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Memahami Ke"Benar"an

17 Februari 2017   07:04 Diperbarui: 17 Februari 2017   07:17 108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Sandal warna hitam yang kupakai masuk pertemuan kuliyah mendapat sambutan dari kawan-kawan. Aku berani memakai sandal itu bukan karena sudah tidak ada sepatu yang ku temui, biasannya aku selalu meminjam sepatu kawan kos karena sepatuku sendiri hilang entah kemana. Ketika sepatu berjajar di rak kupandangi, sebuah imaji berulah dalam kesadaran penuhku. Secara fungsi kau sama saja seperti sandal biyasa. Tapi, apa yang membuat kedudukanku setingkat lebih meninggi ketika aku memakainnya. Budhaya ini memang terasa sedikit aneh dalam pikiranku. 


Dengan sengaja aku berangkat kekampus dengan sandal jepit hitamku. Jauh dari tempatku melangkah masuh tanah kampus aku disambut teman. Ketika dia tau aku bersandal pertanyaan dengan jawaban yang sudah jepas dia tau menyambar. "Kamu pakai sandal?" Aku hanya mengerut dahi mendengarnya. Setelah itu dari satu mulut teman menyambung sehingga semakin banyak yang tau aku bersandal dalam pertemuan kuliyah. Tempat duduk paling belakang sengaja aku pilih, sejujurnya was-was kalau dosen mengusir setelah tau aku bersandal, alias tak diizinkan mengikuti kuliyahnya tanpa bersepatu.


Mengamati kejadian yang kulakukan sendiri aku mengerti. Hanya karena aku tidak mengikuti ukuran umum. Manusia terlalu gampang terbawa pada aturan dan rasa gengsi. Sebuah ukuran umum memang terbentuk dalam lingkup persetujuan bersama secara langsung tanpa melalui perencanaan terstruktur, apalagi voting. Dari sini saya menyimpulkan, rasa memandang sekitar menjadi sebuah salah satu petunjung salam menjalani struktur sosial. Disini peraturan dibuat terbentuk dan disepakati atas dasar kesepakatan. Jadi aturan dibuat untuk dilanggar seperti dalam gojekan di tengah kalangan hanya tetap gojekan, bukan dudutan. Bagaimanapun semua orang memahami aturan yang telah disepakati beraifat naik dan pelanggaran bersigat buruk. Apalagi dalam tataran aturan sosial, yang bernama norma. Dalam norma sosial bersanding dengan nilao sosial. Nilai sosial menjadi ganjaran yang didapat seseorang yang mengikuti norma sosial.


Kebiasan tersebut mencerminkan dalam bagaimana mengambil langkah menanggapi fenomena disekitarnya. Cara menanggapi kejadian yang gencar diekpos media hampir semua melancarkan sesuatu yang sebenarnya memuat kepentingan beberapa pihak. Menanggapi sebuah warta dengan terlalu belebihann membawa pada lajur pembicaraan alias buah bibir. Diwarung kopi bila diamati, bergosip menjadi sebuah pecaturan yang sangat menyenangka . Selain berbisnis. Jika berbisnis mengacu pada perencanaan yang berbalik pada keuntungan. Tapi, bergosup berbeda. Tidak ada keuntungan apapunm tapi entah mengapa kegiyatan tersebut begitu terasa asik. Pembanding-pembandingan atas tindakan orang lain. 


Mengubah kebiyasaan dan cara pandang lebih bijak dan kritis merupakan sebuah tindakan cedekiawan. Mampu membedakan antra isi dan kulit. Isi terdapat didalam kulit, untuk dapat merasakannya harus dikupas dengan cara pandang. Dalam cara berpikir orang tinur melalui dua dimensi yaitu hati dan akal. Keduannya bergerak membentuk segi tiga hubungan diri, orang lain dan Tuhan.


Cara pandang setiap orang boleh berbeda. Perbedaan merupakan variasi dari keberaamaan. Dana, seorang yang mampu mengambil jalan tengah sebagai sari pati bakal mendapat yang namannya hikmah. Karena semua cara pandang tersebut melibatkan nafsu dan jiwa sejati. Penyaringan dilakukan untuk mendapat lebebnaran sejati tersebut, sehingga dari semua pendappat mempunyai drajat kedekatan berbeda beda pada kebenaran.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun