Teluk Dalem, Lombok Utara. Kalau menggunakan frase mudik lebaran, kali terakhir saya mudik sekeluarga itu sudah sangat lama. Itupun lebih tepat disebut sebagai trip mancing kantor saya, sewaktu masih bekerja di kota Semarang, Jawa Tengah. Kebetulan, bertepatan dengan Hari Raya Iedul Fitri. Akhirnya ya sekalian mudik. Waktu kepulangan pun, jauh lebih awal. Saya berangkat ke Lombok sekitar 10 hari sebelum lebaran. Kalau tanpa googling waktu yang tepat, seingat saya, saat itu di bulan Oktober 2009.
Mudik selalu menjadi momen yang saya nantikan setiap tahun. Sebagai perantau di Semarang, saya selalu ingin pulang ke Selong, Lombok Timur, untuk merayakan Lebaran bersama keluarga. Namun, tahun ini saya ingin melakukan sesuatu yang berbeda---saya ingin melakukan mudik hijau, yaitu perjalanan yang lebih ramah lingkungan dengan mengurangi jejak emisi karbon.
Memilih Transportasi yang Lebih Ramah Lingkungan
Biasanya, saya naik pesawat dari Semarang ke Lombok karena lebih cepat. Tapi saya sadar bahwa penerbangan menghasilkan emisi karbon yang tinggi. Tahun ini, saya memilih jalur darat dan laut yang lebih ramah lingkungan.
Saya memulai perjalanan dengan naik kereta api dari Semarang ke Surabaya. Kereta api menjadi pilihan utama karena lebih hemat energi dibandingkan kendaraan pribadi atau pesawat. Saya naik kereta kelas ekonomi yang nyaman, sambil menikmati pemandangan sawah hijau sepanjang perjalanan. Selain itu, kereta api juga lebih minim polusi dibandingkan mobil pribadi yang bisa menyebabkan kemacetan di jalur mudik.
Melanjutkan Perjalanan dengan Kapal Laut
Dari Surabaya, saya melanjutkan perjalanan dengan bus menuju Pelabuhan Ketapang, Banyuwangi. Selama di bus, saya berusaha mengurangi penggunaan plastik dengan membawa botol minum dan kotak makan sendiri.
Sesampainya di Ketapang, saya menyeberang ke Bali dengan kapal feri. Saya memilih kapal yang lebih besar karena lebih efisien dalam penggunaan bahan bakar dibandingkan kapal kecil. Setelah tiba di Gilimanuk, saya melanjutkan perjalanan darat ke Pelabuhan Padang Bai untuk naik kapal menuju Lombok.
Kini, pilihan jalur kapal laut sangat jauh lebih banyak dibandingkan tahun 2009 dulu. Surabaya Lombok, ada. Banyuwangi Lombok pun juga ada. Dan ya, jakur Ketapang Banyuwangi menuju Gilimanuk Bali. Baru kemudian Padang Bai Bali ke Lembar di Lombok. Jauh? Iya dong. Lama? Pasti. Tapi itulah konsekuensi dari pilihan menggunakan transportasi umum.
Di kapal, saya melihat banyak pemudik lain yang juga membawa kendaraan pribadi. Saya berpikir, andai lebih banyak orang memilih transportasi umum seperti bus dan kereta, pasti jejak emisi karbon saat mudik bisa berkurang drastis.
Sampai di Lombok dengan Penuh Kesadaran Lingkungan
Sayangnya, setelah tiba di Pelabuhan Lembar, agak sulit melanjutkan perjalanan ke Selong dengan bus umum. Pilihannya adalah, order ojol sampai ke Terminal provinsi di Mandalika Bertais, baru disambung lagi dengan bus antar kabupaten yang lebih dikenal dengan sebutan 'mobil Engkel' (sebutan sederhana, lebih karena jenis kendaraannya adalah Mitsubishi Uncle). Kadang dipelesetkan menjadi 'mobil paman'. Saya memilih kendaraan umum untuk menghindari kemacetan dan mengurangi polusi udara.