Mohon tunggu...
Mushfi Ridho
Mushfi Ridho Mohon Tunggu... -

Walk the Talk

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Haruskah Demo?

29 Mei 2010   21:19 Diperbarui: 26 Juni 2015   15:52 272
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Belakangan ini kita sering mendengar adanya demonstrasi yang dilakukan oleh berbagai pihak, baik itu dari kalangan mahasiswa ataupun elemen masyarakat lainnya. Satu hal yang sangat saya sayangkan sebagai bagian dari masyarakat, demonstrasi seringkali dibarengi dengan tindakan anarkis dari para demonstran. Mulai dari perusakan fasilitas umum hingga baku hantam telah menjadi hidangan wajib keseharian kita di negeri ini. Asset negara juga seringkali menjadi sasaran, seperti pembakaran mobil dinas dan perusakan gedung perkantoran.

Saya ingin kita menilik lagi ke belakang, dari mana dana untuk pembelian fasilitas tersebut? Dari mana uang yang digunakan untuk pembangunan gedung itu? Semuanya dari rakyat, itu uang rakyat teman. Yang rugi siapa? Rakyat. Yakinlah, setelah perusakan itu dilakukan, gedung akan direnovasi kembali dan fasilitas yang tidak layak pakai akan diganti yang baru. Uangnya dari mana? Apakah dari kantong pejabat? Tidak teman, uang rakyatlah yang kembali digunakan. Jadi demo dengan tindakan anarkis siapa yang dirugikan? Rakyat. Kita. Bukan hanya mereka yang duduk berleha-leha dibelakang meja kerjanya.

Saya yakin dan percaya bahwa demonstrasi sebenarnya juga memiliki sisi positif yang harus dipertimbangkan. Demonstrasi akan menunjukkan bahwa ada yang peduli dengan suatu masalah, bahwasanya akan ada yang bergerak untuk menuntut, tidak hanya diam dan menonton apa yang terjadi. Namun, kembali disayangkan, beberapa kali pernah terjadi ada demonstran yang tidak mengetahui akar permasalah. Tidak paham sama sekali dengan apa yang dituntutnya. Ironis bukan? Akhirnya timbul pertanyaan, apakah tipe demonstran seperti ini telah ditunggangi oleh pihak-pihak tertentu? Saya tidak ingin berspekulasi, kita memiliki jawabannya masing-masing. Di lain sisi, beberapa aksi demonstrasi didahului dengan olah kasus, melakukan kajian strategis yang mendasar terhadap masalah yang akan diangkat. Sehingga akar permasalahan dan sasaran aksi menjadi jelas. Proses ini patut untuk diapresiasi.

Lebih jauh, penyampaian aspirasi saya rasa bisa dilakukan dengan cara lain, selain demonstrasi. Kita bisa melakukannya dengan gagasan tertulis atau pun diskusi publik. Namun, untuk format seperti ini harus ada kesediaan dan kesadaran yang tinggi dari pihak-pihak terkait. Untuk penyampaian aspirasi melalui tulisan, pihak yang dikritisi harus memiliki sensitifitas yang baik terhadap kritikan tertulis. Saya jadi ingin bertanya, apakah pemerintah pernah berbenah diri melalui kritisan yang disampaikan lewat media cetak? Ataukah kritikan-kritikan tersebut tidak pernah dibaca? Atau pernah dibaca tapi tidak mau tahu? Entahlah. Padahal, jika seandainya media cetak menjadi salah satu bentuk penyampaian aspirasi yang efektif, tentu kerugian yang potensial muncul dari tindakan anarkis demonstrasi bisa dihindari.

Cara lain yang lebih bersahabat adalah dengan mengadakan dialog publik. Melalui kegiatan ini kita bisa bertatap muka dan menyampaikan aspirasi secara langsung kepada pihak yang kita inginkan. Namun, lagi-lagi, format ini belum begitu populer karena sedikit sekali pejabat pemerintah yang mau dan berani untuk menghadiri dialog publik dengan berbagai alasan. Atau jangan-jangan karena takut? Sekali lagi saya tidak tahu. Padahal, dengan diaog publik kedua belah pihak bisa lebih terbuka dan leluasa untuk menjernihkan dan menyelesaikan masalah yang ada.

Harapannya, ke depan media cetak dan dialog publik bisa dijadikan sarana penyampaian aspirasi yang lebih efektif. Lantas, bagaimana dengan aksi turun ke jalan? Jika memang harus, kenapa tidak? Namun dengan cara-cara yang elegan dan beretika. Menghormati dan menghargai pengguna fasilitas umum lainnya, dan yang penting mampu mengendalikan emosi masing-masing, baik itu para demonstran atau pun pihak yang menyambut kehadiran orang-orang yang ingin menyuarakan aspirasinya.

Ulasan singkat ini bukan buah pemikiran seorang pengamat handal, hanya goresan tangan seorang rakyat biasa yang tidak bermaksud untuk menyudutkan pihak-pihak tertentu.

NB: Tulisan ini bukan hanya untuk rakyat dan wakil rakyat, tetapi untuk semua kalangan yang berkepentingan termasuk konflik antara pekerja dengan perusahaan.

Salam Damai Negeriku!!!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun