Mohon tunggu...
Admiral Musa Julius
Admiral Musa Julius Mohon Tunggu... PNS BMKG -

Geoscientist | Indonesia | Meteorology Climatology and Geophysics Agency

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Upaya Mitigasi Bencana

3 April 2015   01:02 Diperbarui: 1 Mei 2017   11:13 265
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Peningkatan status aktivitas gunungapi Slamet menjadi awas (level III) pada 12 Agustus 2014 silam oleh Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) memberi sinyal waspada terhadap penduduk sekitar Purbalingga, Jawa Tengah. Gunungapi Slamet bertipe strato berbentuk kerucut, secara administratif terletak di 5 wilayah kabupaten provinsi Jawa Tengah yakni Pemalang, Banyumas, Brebes, Tegal, Purbalingga dan secara geografis terletak pada posisi 7o 14’ LS, 109o 12’ BT dengan ketinggian 3432 meter di atas permukaan laut (PVMBG).

Pada 10 Maret lalu aktivitas gunung Slamet naik dari status normal ke status waspada, 30 Maret naik menjadi siaga, 12 Mei sempat turun menjadi waspada, lalu 12 Agustus kembali menjadi siaga hingga kini. Dikhawatirkan erupsi yang terjadi hingga kini dapat mengganggu aktivitas warga di sekitarnya akibat sebaran material abu vulkanik.  Tidak hanya abu vulkanik, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) memberikan sinyal potensi bahaya lontaran batu pijar terhadap wilayah dengan radius 4 km dari pusat erupsi. Tak hanya itu, lahar juga dapat mengalir ke lembah-lembah sungai yang berhulu di gunung Slamet. Diperkirakan saat terjadi hujan daerah barat dan barat laut akan terkena lahar karena bukaan sumbernya yang mengarah ke barat dan barat laut.

Kita ingat sejenak serangkaian duka yang pernah dialami ibu pertiwi. Masih hangat peringatan 9 tahun megatsunami yang melanda Banda Aceh 26 Desember 2004 silam meluluhlantahkan sisi utara dan barat Negeri Serambi Mekah. Megatsunami tersebut merenggut ratusan ribu korban jiwa, puluhan ribu jiwa hilang dan kerugian hingga angka triliun. Megatsunami Aceh menjadi bencana tsunami terparah yang pernah dialami Indonesia akibat gempabumi tektonik. Tak hanya Indonesia, negara-negara tetangga seperti Thailand, India, Sri Lanka, Maladewa, bahkan sisi timur Afrika seperti Somalia merasakan efek buruk dari bencana tsunami tersebut. Dua tahun kemudian pada 27 Mei 2006 ibu pertiwi kembali menangis ketika rangkaian gempabumi kuat melanda Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Gempabumi tersebut juga menghancurkan bangunan-bangunan strategis dan merenggut ribuan jiwa.

Bencana alam di negeri Indonesia tidak bisa dihindari. Beragam bencana banjir, gempabumi, tsunami, tanah longsor, erupsi gunung api, iklim ekstrim, kebakaran hutan, dan lainnya akan terus menjadi pencuri di malam hari bagi negeri ini. Tidak ada seorangpun ilmuwan yang dapat memastikan bahwa Indonesia aman dari bencana sehari saja. Fakta ini membuktikan bahwa bencana alam mau tidak mau harus dikenal dan diwaspadai dampaknya, terkhusus kepada efek buruk yang berpotensi mengancam korban jiwa. Upaya awal yang umumnya dilakukan oleh masyarakat umum pra-bencana adalah melakukan mitigasi bencana.

Secara geografis, Indonesia merupakan Negara kepulauan yang terletak pada pertemuan empat lempeng tektonik yaitu lempeng Eurasia, lempeng Indo-Australia, lempeng Filipina, dan lempeng Pasifik. Di selatan dan timur Indonesia terdapat sabuk vulkanik (volcanic arc) yang memanjang dari pulau Sumatera, Jawa, Nusa Tenggara, Sulawesi, yang sisinya berupa pegunungan vulkanik tua dan dataran rendah, sebagian didominasi oleh rawa-rawa. Kondisi tersebut sangat berpotensi berbagai bencana seperti erupsi gunung api, gempabumi, tsunami, banjir, dan tanah longsor. Data dari United States Geological Survey (USGS) menunjukkan bahwa Indonesia merupakan salah satu Negara yang memiliki tingkat kegempaan tertinggi di dunia, 10 kali lipat tingkat kegempaan di Amerika Serikat. Statistik menyatakan bahwa setidaknya ada 2 kali gempa besar terjadi dalam 1 tahun dan 1 kali tsunami dalam 2 tahun.

Informasi Instansi Terkait

Untuk mewaspadai sebaran material abu vulkanik, kita dapat mengetahui arah angin dari situs bmkg.go.id. Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) selaku instansi berwenang dalam prediksi cuaca di Indonesia memiliki data arah angin harian yang mudah diakses di websitenya. Di lihat dari musimnya, arah angin pada bulan ini akan cenderung kearah barat dan barat laut yang berpotensi menyerang Pemalang, Tegal dan Brebes. Untuk itu pada daerah berpotensi diwajibkan segera mempersiapkannya dengan menutup rapat lubang ventilasi rumah, saluran air, menyediakan masker dan lainnya.

Informasi dari Instansi terkait ada baiknya dimanfaatkan untuk langkah-langkah antisipatif meliputi adaptasi dan mitigasi bencana tektonik ataupun hidrometeorologis. Seperti Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memberikan pelayanan informasi cuaca hingga peta-peta potensi bencana banjir yang dapat diakses secara langsung melalui website resminya. Selain informasi cuaca, BMKG juga memberi informasi dini gempabumi dan tsunami yang dapat diakses dengan mudah melalui website atau pesan singkat via ponsel atau email. Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) juga memberi informasi terkini aktivitas gunung api aktif di seluruh Indonesia.

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) hingga kini sangat baik dalam menjalankan tugas utamanya dalam fungsi penanggulangan. Namun alangkah lebih baik kita saling bekerjasama dengan pemerintah dalam melakukan fungsinya melakukan mitigasi. Banyak hal yang dapat dilakukan, seperti dalam rangka antisipasi banjir, pemerintah daerah dan masyarakat harus memperhatikan bangunan pengendali banjir (bendungan/dam atau sumur resapan) serta kondisi sungai. Untuk jangka pendek dapat kita lakukan pengerukan dan/atau pelebaran sungai sebagai langkah antisipatif.

Dalam hal antisipasi bahaya kerusakan dan korban jiwa akibat gempabumi, pemerintah daerah dapat meninjau ulang konstruksi bangunan di masing-masing wilayah untuk dilakukan rekonstruksi menjadi bangunan tahan gempa. Begitu juga dalam hal antisipasi tsunami, masyarakat pesisir dapat diberikan sosialisasi sirine penanda tsunami serta dapat dicanangkan pembangunan penghalang tsunami seperti tembok besar, karang, atau hutan mangrove skala besar. Reboisasi dan Terasering juga dapat dilakukan untuk mencegah tanah longsor serta kebakaran hutan. Keduanya harus terus dilakukan dalam rangka menjaga keseimbangan ekosistem.

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun