Mohon tunggu...
Musa Hasyim
Musa Hasyim Mohon Tunggu... M Musa Hasyim

Dosen Hubungan Internasional Universitas Jenderal Soedirman

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Bukan Film Azab, Jenazah Pasien Covid-19 Tak Punya Tempat Bersemayam

3 April 2020   15:49 Diperbarui: 3 April 2020   15:54 197
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jika dalam film azab yang sering emak-emak kita lihat, jenazah yang akan dimakamkan mengalami banyak rintangan mulai dari masuk cor-coran, liang lahat dipenuhi air, gempa dadakan sampai petir menyambar tubuh si jenazah. 

Jenazah tersebut di masa hidupnya telah berlaku semena-mena dan durhaka. Tapi bagaimana dengan jenazah pasien Covid-19?

Bukankah mereka adalah korban. Mereka, selama sisa hidupnya harus berjuang melawan virus namun Tuhan berkehendak lain. Bahkan ada yang mengatakan bahwa mereka yang meninggal karena Covid-19 itu termasuk meninggal dalam keadaan syahid. Lalu kok jenazah mereka ditolak seperti dalam film-film azab di TV?

Ini bukanlah drama azab. Sebenarnya film azab juga berlebihan. Sebegitu kejamkah orang yang meninggal itu? Seolah-olah manusia itu tidak membawa secuilpun kebaikan dalam hidupnya. 

Padahal Tuhan itu Maha Kasih dan Maha Penyayang. Harusnya bentuk-bentuk azab itu diganti dengan bentuk karomah atau taubatnya seseorang sebelum meninggal sehingga tidak ada skenario-skenario jahat sewaktu meninggal.

Tapi anehnya, jenazah pasien Covid-19 justru ditolak warga. Seperti yang terjadi di Banyumas dan Makassar. Di Banyumas, seorang warga yang sudah dikuburkan malah harus dibongkar lagi makamnya dengan dalih si warga tidak memiliki izin, si warga pasien Covid-19 dan berbagai macam alasan lainnya. 

Apa salah si jenazah? Keluarganya sudah menerima cobaan berat ditambah cobaan berat lainnya. Bukankah sesama muslim harus saling tolong-menolong dalam pengurusan jenazah.

Sementara di Makassar, warga menutupi jalan dengan ranting dan dahan pohon untuk menghalangi ambulans pembawa jenazah Covid-19. 

Tak hanya jenazahnya yang ditolak, keluarga jenazah juga dikucilkan dan ditolak tinggal di pemukimannya. Sebegitu mengerikankah Covid-19 atau kemanusiaan mereka yang memang sudah mengerikan dari awal?

Sah-sah saja bagi warga jika merasa takut kalau jenazah pasien Covid-19 dapat menular kepada warga yang masih hidup. Apalagi berita tentang Covid-19 selalu menghiasi layar kaca kita. Berita-berita mengerikan seperti seorang yang tiba-tiba meninggal di jalan, seorang yang tiba-tiba pingsan di warung dan sebagainya.

Berita-berita mengerikan tersebut porsinya lebih banyak ketimbang berita tentang pasien yang berhasil sembuh dari Covid-19.

Lalu apa iya sampai harus menolak jenazah dan mengusir keluarganya? Padahal sudah ada protokol medis yang sangat ketat bagi jenazah Covid-19 sehingga mustahil bisa menularkan.

Protokol medis tersebut didukung oleh Kementerian Kesehatan RI dan Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Islam Kemenag RI di mana jenazah pasien Covid-19 wajib ditutupi dengan kain kafan dengan bahan dari plastik yang tidak bisa menembus air lalu diikat dengan sempurna, dimasukkan ke dalam peti kayu dan disemprot disinfektan dan jenazah tersebut harus sesegera mungkin disemayamkan tak lebih dari 4 jam setelah dinyatakan meninggal dunia.

Pemakaman jenazah Covid-19 juga tertutup, hanya pihak keluarga inti saja yang diperbolehkakn melihat prosesi pemakaman. Lalu kenapa masih ada yang menolak jenazah Covid-19? Kalau skenarionya seperti ini, siapa yang sebenarnya cocok untuk terkena azab? Apakah si jenazah pasien Covid-19 atau warga yang menolak jenazah?

Mungkin dari sini, peran pemuka agama dibutuhkan dalam meluruskan hal-hal semacam itu. Pemuka agama harus lebih vokal lagi menyuarakan siraman rohaninya, bisa melalui pengeras suara masjid  atau lewat video-video yang dibagikan. Atau pemuka agamanya juga punya peran dalam skenario penolakan jenazah pasien Covid-19? Semoga tidak.

Peran media juga sangat penting dalam memberikan edukasi. Apalagi di tengah pandemik corona ini muncul berita-berita hoaks yang tidak bisa dipertanggungjawabkan. Media juga kalau bisa jangan sering-sering menampilkan kematian secara mendadak, bisa jadi kematian mendadak itu disebabkan oleh faktor lain selain Covid-19. Dari sinilah ketakutan-ketakutan berlebihan datang sampai-sampai warga menolak jenazah pasien atau PDP Covid-19.

Dan terakhir, apakah kemanusiaan benar-benar sudah hilang di tengah Covid-19 ini? Saya rasa tidak, masih banyak orang yang memperjuangkan kemanusiaan di tengah mewabahnya Covid-19 ini. Saya sangat salut pada Bupati Banyumas yang turut serta melobi dalam pembongkaran jenazah Covid-19 meski akhirnya gagal, setidaknya masih banyak orang yang peduli kemanusiaan.

Sebenarnya bencana kemanusiaan itu lebih parah dari bencana Covid-19, masih lupa dengan bencana di Rwanda, Sampit atau Maluku? 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun