Mohon tunggu...
Murniatii
Murniatii Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Penulis Senja

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Program Keluarga Harapan: Solusi Cerdas Mensejahterakan Masyarakat di Era Globalisasi

23 Februari 2019   18:04 Diperbarui: 23 Februari 2019   18:25 314
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Bagi keluarga yang dalam keadaan kurang mampu, untuk memenuhi kebutuhan pendidikan dan kesehatan yang layak menjadi sebuah tantangan besar. Tingginya biaya transportasi, peralatan sekolah, dan layanan kesehatan sering terlalu tinggi untuk mereka jangkau. Terkadang ini yang menjadi alasan orang tua hanya membelikan obat-obat warung untuk anaknya ketika sedang sakit. Namun, hal ini justru berakibat pada jumlah kehadiran anak tersebut disekolah, serta karena sakit yang tak kunjung sembuh berdampak pada kinerja anak, sehingga memperkecil peluang untuk lulus, yang pada akhirnya membuat mereka terjebak dalam sebuah rantai kemiskinan.

Karena sebab inilah pemerintah melalui Komensos mengeluarkan sebuah program yang dinamakan Program Keluarga Harapan (disingkat PKH) sebagai solusi dalam rangka percepatan penanggulangan kemiskinan sekaligus pengembangan kebijakan dibidang perlindungan sosial bagi keluarga Rumah Tangga Sangat Miskin (RTSM).

PKH sendiri merupakan program perlindungan sosial yang memberikan bantuan uang tunai kepada Rumah Tangga Sangat Miskin (RTSM) dengan syarat dapat memenuhi kewajiban terkait pendidikan dan kesehatan. Program ini sangat mulia, dengan tujuan untuk meningkatkan akses dan kualitas pelayanan pendidikan dan kesehatan, meningkatkan taraf pendidikan, serta meningkatkan kesehatan dan gizi para peserta PKH. Sehingga, dapat mengurangi beban RTSM dan diharapkan dapat memutus rantai kemiskinan antar-generasi, sehingga generasi berikutnya dapat keluar dari kemiskinan. PKH juga mendukung pencapaian Tujuan Pembangunan Millenium atau Millenium Development Goals (MDGs).

PKH telah berjalan lebih dari 11 tahun. Memasuki tahun ke-12, PKH sebagai program andalan pemerintah senantiasa selalu memberikan layanan yang terbaik disetiap tahunnya kepada peserta PKH demi mewujudkan tujuan dari PKH itu sendiri yaitu mempercepat memutus rantai kemiskinan yang ada di Indonesia demi kesejahteraan Keluarga.

Hal ini terbukti dari tahun ke tahun pemerintah selalu berusaha meningkatkan  kinerjanya. Sebagai informasi yang saya dapatkan, Pemerintah ditahun 2019 telah meningkatkan anggaran PKH menjadi 34,4 triliun, dimana anggaran ini dua kali lipat dari APBN 2018 hanya Rp. 17 triliun. Adapun jumlah penerima bantuan PKH di tahun 2019 yakni sekitar 10 juta Keluarga Penerima Manfaat (KPM), jumlah ini sudah meningkat cukup banyak dari tahun 2015 yang hanya 3,5 juta KPM. Serta, nilai penerima bantuan pun meningkat menjadi Rp. 3,1 juta dari sebelumnya Rp. 1,7 juta/KPM. Sehingga, kebijakan ini diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat serta menekan angka kemiskinan. Dimana diharapkan dapat menurunkan angka kemiskinan ke kisaran 8,5-9,3% ditahun 2019, seperti diketahui, penyaluran PKH mulai September 2017- Maret 2018 mampu menurunkan angka kemiskinan menjadi 9,8%.

Adapun ditahun 2019, penyaluran bantuan PKH menggunakan sistem non-flat. Artinya, selain bantuan bersifat tetap sebesar Rp. 550.000 pertahun, setiap KPM akan menerima tambahan dan bantuan yang berbeda-beda tergantung dari kondisionalitasnya. Kondisonalitas tersebut dibagi dalam tujuh komponen, yakni keluarga dengan ibu hamil, keluarga dengan balita, keluarga dengan anak berpendidikan jenjang SD, dan/atau SMP maupun SMA, keluarga dengan adanya lansia, keluarga dengan adanya penyandang disabilitas.

Misalnya, untuk KPM yang ibunya sedang hamil, mempunyai anak balita, tinggal bersama lansia dan tinggal bersama disabilitas mendapatkan tambahan Rp. 2.400.000 perjiwa untuk setiap tahun. Sementara untuk KPM yang mempunyai anak SD mendapatkan bantuan tambahan setiap tahun sebesar Rp. 900.000 perjiwa, anak SMP sebesar Rp. 1.5000.000 perjiwa, dan anak SMA sebesar Rp. 2.000.000 perjiwa. Sementara untuk KPM yang tinggal di daerah terpencil mendapatkan bantuan tetap sebesar Rp. 1.000.000 pertahun. Namun, pemerintah hanya menetapkan setiap KPM maksimum hanya dapat dimasukkan ke dalam empat komponen. Kebijakan ini diharapkan dapat mempercepat peningkatan kesejahteraan KPM PKH.

Menurut saya, PKH merupakan sebuah program yang sangat bagus sebagai solusi dalam memutus kemiskinan demi mewujudkan keluarga yang sejahtera. Program ini memberikan kontribusi yang substansial dalam hal kesejahteraaan rakyat, terutama mengurangi bahkan memutus rantai kemiskinan di negeri tercinta kita ini.

Saya dapat melihat kontribusi PKH tersebut di lingkungan tempat tinggal saya yang merupakan salah satu daerah yang mendapatkan bantuan PKH di provinsi Lampung. Akbar, begitulah ia disapa oleh keluarga dan teman-temannya. Seorang anak yatim yang telah ditinggal oleh sang ayah sejak duduk di bangku satu Sekolah Menengah Pertama (SMP). Ia bukanlah berasal dari keluarga mampu ataupun berkecukupan. Almarhum ayahnya dulu hanya bekerja sebagai seorang buruh bangunan, dan ibunya ikut bekerja sebagai buruh cuci untuk mencukupi kebutuhan dirinya dan kedua adik Akbar yang masih kecil-kecil. Untuk biaya sekolah dan makan pun, mereka harus mencari terlebih dahulu untuk mencukupinya. Walaupun begitu, bukan menjadi alasan bagi akbar untuk menyurutkan semangatnya yang amat tinggi untuk bersekolah.

Sepeninggalan sang ayah, di usianya yang menginjak ke-14 tahun, disetiap hari libur, ia bekerja sebagai penjual plastik (belanjaan) keliling di pasar yang dekat dengan tempat tinggalnya. Terkadang juga ia harus bolos sekolah hanya karena untuk mencari uang tambahan jika dari pihak sekolahnya mengharuskan untuk membeli buku Lembar Kerja Siswa (LKS). Ia bekerja seperti itu untuk meringankan beban sang ibu dan membantu untuk membiayai sekolah kedua adiknya yang masih duduk di bangku Sekolah Dasar (SD).

Kegiatan seperti ini pun terus berlanjut, sampai sebuah harapan itu datang. Secercah harapan yang mendatangkan sebuah kemudahan bukan hanya untuk keluarganya saja, tetapi juga untuk mereka yang memiliki keadaan ekonomi sama seperti keluarganya. Lewat PKH, harapan Akbar untuk terus melanjutkan sekolahnya semakin tinggi. Dua adiknya pun yang masing-masing duduk di kelas 3 dan kelas 5 Sekolah Dasar (SD) yang tadinya tidak ingin bersekolah lagi dikarenakan sepatunya yang sudah sangat rusak dan begitupun dengan seragam sekolahnya yang sudah dapat dikatakan tidak layak pakai lagi, akhirnya kembali bersemangat untuk bersekolah. Dana PKH yang didapatkan keluarganya, digunakan oleh sang ibu untuk membelikan sepatu dan seragam sekolah ia dan kedua adiknya, begitupun untuk memenuhi kebutuhan sekolah mereka lainnya.

Akbar sangat bersyukur dengan adanya program Pemerintah seperti PKH ini, karena dengan PKH dapat membantu anak-anak sepertinya yang mungkin sudah tidak memiliki impian atau cita-cita lagi karena telah dilenyapkan dengan keadaan ekonomi keluarganya. Akbar pun berjanji jika ia akan bersekolah dengan sungguh-sungguh, ia ingin menjadi seorang guru seperti apa yang selalu ia impikan sejak kecil.

Namun, dibalik program yang bagus tersebut, pastinya ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh pemerintah agar program tersebut bukan hanya bagus tapi juga menjadi yang terbaik dan memberikan manfaat yang lebih baik sesuai dengan tujuan serta target yang pemerintah miliki dalam program ini.

Program yang baik seharusnya ditunjang pula dengan pihak-pihak yang bertanggung jawab. Pemerintah sebaiknya harus lebih selektif dalam memilih atau menentukan seseorang yang akan menjadi pendamping PKH. Menurut saya, pendamping bukan hanya sebagai pelaksana program saja yang justru malah terjebak dalam sebuah rutinitasnya saja, tetapi juga harus memiliki semangat yang tinggi dalam hal mendorong perubahan perilaku dan kemandirian peserta PKH.

Atau jika diperlukan pemerintah seharusnya memberikan sanksi kepada para pendamping yang tidak bertanggung jawab akan amanah yang diterimanya, sanksi tersebut sebagai titik jera dan himbauan kepada pendamping yang lain untuk tetap bertanggung jawab. Karena sudah banyak kejadian, dibeberapa bantuan pemerintah justru tidak tepat sasaran, bantuan pemerintah tersebut tidak sampai kepada penerima yang berhak. Yang kaya mendapatkan dan semakin kaya, justru yang miskin tetap dengan kemiskinannya tanpa tersentuh akan manfaat dari bantuan tersebut.

Saya juga pernah menonton acara di salah satu televisi swasta Indonesia, bahwa setiap program Pemerintah itu pasti ada mafia didalamnya, mafia inilah yang terkadang menjadi penghalang akan suatu program itu berjalan sesuai tujuannya. Dari sini, Pemerintah diharapkan untuk tetap mengawasi pihak-pihak yang terlibat dalam program unggulan pemerintah ini.

Selain pihak-pihak yang bertanggung jawab, menurut saya program ini juga sebaiknya bukan hanya memberikan bantuan berupa uang saja kepada peserta PKH, tetapi juga memberikan pelatihan-pelatihan yang dapat menciptakan skill yang sangat diperlukan untuk mereka. Sebagai contoh, untuk ibu-ibu dapat diberikan pelatihan menjahit, membuat kue, memasak, dan pelatihan-pelatihan lainnya. Pelatihan ini juga bertujuan untuk menumbuhkan sikap kemandirian perserta PKH dalam hal mensejahterakan keluargamnya karena dikhawatirkan mereka akan terus-menerus mengandalkan 100% bantuan dana PKH saja yang pada akhirnya membuat mereka malas bahkan bergantung kepada dana itu.

Terakhir adalah masyarakatnya itu sendiri, masyakat yang baik adalah masyarakat yang mendukung semua program pemerintah, karena pada akhirnya yang merasakan manfaatnya adalah masyarakat. Di sini dibutuhkan kesadaran individu. Masyarakat mampu bahkan kaya, seharusnya ia menyadari hal itu untuk tidak menerima bantuan PKH ini, dan memberikannya kepada masyarakat yang benar-benar berhak menerimanya sesuai dengan persyaratan penerima PKH yang sudah saya sebutkan sebelumnya.

Karena pada kenyataannya, dalam program bantuan pemerintah sebelumnya, masih banyak orang kaya yang mengaku miskin hanya karena ingin menerima bantuan dari program pemerintah tersebut, dan tak jarang mereka berbohong dan membuat surat-surat keterangan yang tidak sesuai dengan kondisi ekonomi keluarganya. Hal ini akan menyebabkan porsi yang seharusnya untuk orang tak mampu, justru terisi oleh orang yang mampu, berakibat pada mereka yang seharusnya menerima justru tidak menerima.

Bagi masyarakat yang berhak menerima pun, seharusnya menggunakan dana bantuan itu untuk kepentingan pendidikan dan kesehatan keluarganya. Namun, yang terjadi dilapangan adalah dana tersebut dipergunakan untuk berbelanja, membeli handphone, membeli paket data internet dan lainnya. Maka dari itu, sangat dibutuhkan kesadaran dari individu masyarakat itu sendiri.

Jika program, pemerintah, dan para pihak yang terlibat di dalamnya beserta masyarakat sudah berkontribusi dengan baik, maka target pemerintah untuk memutus rantai kemiskinan demi kesejahteraan keluarga dengan Program Keluarga Harapan (PKH) bukanlah hanya suatu harapan semata, tetapi akan menjadi sebuah target yang akan nyata untuk terjadi.

Ayok sukseskan Program Keluarga Harapan untuk memutus rantai kemiskinan demi kesejahteraan Keluarga. Jadikan Indonesia lebih maju dengan memberikan mereka harapan!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun