Mohon tunggu...
Elvi Murdanis
Elvi Murdanis Mohon Tunggu... Guru - Guru dan Pemerhati Pendidikan, Parenting, Remaja dan Sejarah. Sharing @elvimurdanis

Menulis membuat hidup lebih berkualitas dan bermakna

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Sepanjang Jalan Kenangan, Terima Kasih, Bu!

20 Juni 2020   15:06 Diperbarui: 20 Juni 2020   15:07 64
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Akhir Juni 1997 

Waktu itu adalah hari yang paling menentukan bagi siswa-siswa SD Inpres 105275, Payageli, Deli Serdang, Sumut. Guru-guru sudah siap dengan tumpukan raport di mejanya. Hari yang paling di nanti itu adalah hari ini, hari pembagian raport. Begitu juga dengan para orang tua. Terutama para ibu, yang tampak berdesakan di depan pintu kelas. Ada yang mengintip, ada yang berbisik-bisik dengan ibu lainnya, ada yang sedang bercerita sambil tertawa dengan ibu-ibu lainnya, adajuga  yang gelisah bahkan ada yang kelihatan sangat cemas.

Salah satu dari mereka adalah ibuku. Ia menanti di depan pintu kelas dengan gelisah sambil berulang kali mengintip ke dari jendela dan mengangkat jari telunjuknya  ke arahku sambil mengucapkan 'satu' dengan suara pelan. Aku tak mendengar suarnya namun aku paham maksudnya. Ia gelisah apakah aku juara satu lagi atau tidak. 

Aku menggeleng.

"Belum" ucapku tanpa suara. Ia mengerti maksudku. Perlahan ia mundur dari jendela. Bagi raport belum selesai. Wali kelas masih memberi pengarahan dan nasehat. Hingga akhirnya waktu yang ditunggu pun tiba.

"Juara satu kita tahun ini adalah ........" kata wali kelasku penuh semangat. Benar, namaku yang disebut. Ibuku pun sumringah. Senangnya bukan main. Wajahnya berbinar. Walau wajahnya separuh mengintip dari jendela, aku bisa melihat kegembiraannya. Aku juara satu lagi di kelas III ini. Bagiku, senang rasanya bisa memberikan juara satu untuk ibuku. Dari tahun ke tahun aku selalu mempersembahkan juara satu untuknya. Ia sangat bahagia menerima hadiah kecilnya itu. Namun ada satu hal yang jadi momok buatku, bahkan bisa kukatakan membuat nyaliku ciut.

Untuk kelas IV nanti guru matematika kami adalah Bu L (saya pakai inisial saja), guru matematika terkejam di SD Inpres. Semua murid takut belajar dengannya. Kebanyakan mengatakan bahwa kalau buk L yang ngajar gak ada satu pun murid yang berani ribut. Dia juga gak segan-segan marahin, memukul dengan rotan, tempeleng, 'setrap' di depan kelas dan mencubit yang cerita waktu dia menerangkan. Pokoknya ngeri lah....begitu pengakuan

Waktu pertama kali ia masuk aku sangat takut. Perawakannya memang sangar. Orangnya berkulit gelap, gemuk dan tinggi. Rambutnya ikal sebahu. Suaranya keras dan kejam. Betul memang, dia tidak memberi kesempatan sedikitpun murid-murid untuk bercerita ketika dia menjelaskan pelajaran matematika. Setiap yang cerita ketika dia sedang menjelaskan pelajaran, langsung ditegurnya, disuruh ke depan mengerjakan soal yang sulit.

Kalau tidak tahu harus berdiri di samping papan tulis hingga pelajaran matematika selesai. Huh...aku yang biasanya pandai mengerjakan matematika, bersalahan menjawab soal dibuatnya. Aku gugup. Setiap menjawab soal ada saja yang salah. Wajahnya tak pernah memberi ampun pada kami. Sering kali ia melotot kejam dengan tatapan sinis pada kami. Apalagi kalau sudah marah. Sangat menakutkan.

Lambat laun, suasana mulai berubah. Aku mulai senang dengan cara mengajarnya. Dia selalu mengatakan siapa yang bisa mengumpulkan tugas duluan, akan dapat nilai tambahan 20. Tentu saja kami berebut. Jika 5 x berhasil ngumpul duluan pasti jadi dapat tambahan nilai 100.

"Duuh......senangnya bisa dapat 'ponten' 100,"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun