Mohon tunggu...
Elvi Murdanis
Elvi Murdanis Mohon Tunggu... Guru - Guru dan Pemerhati Pendidikan, Parenting, Remaja dan Sejarah. Sharing @elvimurdanis

Menulis membuat hidup lebih berkualitas dan bermakna

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Logat Unik Bahasa Indonesia Di Kaki Gunung Pasaman Sumatera Barat

20 Juni 2020   03:33 Diperbarui: 20 Juni 2020   04:18 484
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bahasa. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Jcstudio

Bagi masyarakat yang tinggal di kaki Gunung Pasaman, Sumatera Barat berbicara dengan menggunakan bahasa Indonesia adalah hal yang canggung. Kecanggungan ini terjadi karena jarangnya mereka memakai Bahasa Indonesia dalam percakapan sehari-hari. Bahkan saat berkomuniaksi dalam aktivitas social seperti berdagang dan mengajar di sekolah SD pun masih menggunakan bahasa daerah yaitu Bahasa Minang. Bahasa Indonesia digunakan hanya pada saat pelajaran Bahasa Indonesia di SD dan juga pada kegiatan belajar mengajar di SMP dan SMA, namun keluar dari pekarangan sekolah, Bahasa Indonesia tinggal kenangan. Bahasa pengantar sehari-hari yang mereka gunakan adalah Bahasa Minang yang dibawakan dengan dialek Pasaman mereka. Tidak hanya di Pasaman saja sebenarnya beberapa kabupaten sekitarnya seperti kabupaten Agam, Pariaman, Lubuk Alung juga sangat jarang menggunakan Bahasa Indonesia. Bisa dihitung seberapa sering mereka berkomunikasi dengan menggunakan Bahasa Indonesia. Biasanya mereka memakai Bahasa Indonesia ketika berbicara kepada pendatang dari luar Sumatera Barat saja atau kepada penduduk Jawa yang ada di sekitar mereka yang tidak pandai berbahasa Minang.

Sebenarnya bukan mereka tidak mengetahui Bahasa Indonesia, tapi mereka malas menggunakannya karena sudah terbiasa menggunakan Bahasa Minang dan bahasa itu memang sudah mendarah daging di lidah mereka. Secara gaya hidup, mereka tidaklah ketinggalan jauh dari gaya hidup penduduk di kota Padang dan Bukit Tinggi yang masih terbiasa dan sering menggunakan bahasa Indonesia dalam percakapan sehari-hari. Namun dalam penerapan pemakaian Bahasa Indonesia, masyarakat yang tinggal di kaki gunung Pasaman ini sangat ketinggalan jauh dari penduduk yang tinggal di perkotaan. Kemampuan berbahasa Indonesia mereka sangat minim. Karena sudah terlalu sering tidak berbahasa Indonesia, ketika berbicara dengan Bahasa Indonesia, bunyi pengucapan yang mereka ucapkan menjadi bersalahan dan berlepotan sehingga kerap kali mengundang tawa  dan terdengar lucu di telinga orang-orang yang sudah kental menggunakan bahasa Indonesia dalam kehidupan sehari-seharinya Kesalahan pengucapan ini sering terjadi pada pengucapan huruf 'e'. Mereka menyamaratakan semua bunyi pengucapan huruf  'e' kuat dan huruf  'e' lemah. Tidak ada bunyi huruf  'e' lemah. Semua huruf  'e' kuat di lidah mereka. Sebagai contoh: kata 'lembab, lebat, sebenarnya' yang harusnya diucapkan dengan huruf 'e' lemah, di lidah mereka selalu menjadi huruf 'e' kuat seperti pada pengucapan kata 'lempar, , dan lain-lain'. Nah, pengucapan seperti inilah yang akan membuat kita tersenyum sendiri, apalagi kalau dibawakan dengan nada maupun intonasi yang tersendat-sendat seperti orang gagap maka akan terdengar sangat lucu dan menggelikan. Umumnya mereka tersendat-sendat begitu dalam berbicara karena harus memikirkan dahulu kata-kata yang dikeluarkan, sehingga dalam bericara banyak intonasi jeda 'ee..' seperti orang yang sedang berpidato kehilangan kata-kata.

Jika Anda pergi ke daerah-daerah pelosok di Sumatera Barat, maka akan jarang sekali Anda ditegur dengan bahasa Indonesia. Namun jika Anda yang terlebih dahulu mengajak bicara dengan Bahasa Indonesia, maka Anda akan ditandai sebagai pendatang dan tidak pandai berbahasa Minang. Mereka akan dengan senang hati melayani Anda berbahasa Indonesia. Dan Anda akan mendengar bunyi pengucapan huruf 'e' yang akan membuat perut anda naik-turun menahan tawa. Namun jangan perlihatkan tawa Anda, itu akan menyinggung perasaan mereka. Walau bagaimana pun, menghargai dan menjaga perasaan seseorang serta tidak membuatnya sakit hati itu lebih baik dari pada orang tersakiti karena sikap kita.  

Pengalaman penulis pribadi, sangat sulit berkomunikasi dengan masyarakat setempat karena penulis tidak pandai berbahasa Minang. Bahkan saat berbicara dengan orang tua yang lansia, maka percakapan menjadi tidak nyambung. Misalnya, kita tanya 'apa kabar',  mereka jawab 'Hasan', kita tanyak 'sedang apa', mereka jawab '25 tahun', dan lain sebagainya. Ada juga yang unik, kita Tanya dengan bahasa Indonesia, mereka menjawab dengan Bahasa Minang. Mereka mengerti Bahasa Indonesia namun tak pandai mengucapkannya dalam Bahasa Indonesia. Mereka hanya mengerti maksudnya tapi tidak bisa mengucapkannya. Begitu pula dengan penulis, kebalikan dari mereka, mengerti Bahasa Minang yang mereka ucapkan, namun tidak pandai untuk mengucapkannya. Akhirnya terjadilah interaksi percakapan yang unik. Satu bertanya dengan bahasa Indonesia, satu lagi menjawab dengan bahasa Minang.

Ini adalah satu contoh hal kecil yang jika berlangsung lama dan turun-temurun, akan menganggu stabilitas keamanan Negara. Negara tidak pernah melarang penduduknya berbahasa daerah karena bahasa daerah merupakan bagian dari keanekaragaman budaya yang memang harus dilestarikan. Namun yang jadi permasalahan adalah jika kebiasaan ini tidak diimbangi dengan peningkatan penggunaan Bahasa Indonesia dalam kehidupan masyarakat sehari-hari, akan membuat Bahasa Indonesia jauh dari telinga masyarakat. Pernah dengar dua orang dari dua suku yang berbeda kemudian berselisih paham karena satu kata yang sama, masing-masing memahami dalam bahasa daerah mereka, hingga akhirnya terjadi perselisihan. Begitulah kira-kira bahayanya kalau kita tidak tahu berbahasa Indonesia bisa menyebabkan miss komunikasi, salah paham bahkan perselisihan di kedua belah pihak. Singkatnya, Bahasa Indonesia merupakan alat pemersatu kita.

Air Meruap, Kinali, 2009

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun