Mohon tunggu...
Munawar Hakimi Ahmad Qulyubi
Munawar Hakimi Ahmad Qulyubi Mohon Tunggu... Saya bukan penulis hebat, hanya seseorang yang belajar memahami hidup lewat tulisan. Jika ada yang tersentuh, biarlah itu jadi berkah kecil dari hati yang terus belajar. 🤍

Saya adalah manusia biasa yang masih belajar. Langkah saya mungkin perlahan, tetapi keinginan untuk terus tumbuh tidak pernah padam. Menulis bagi saya bukan sekadar hobi, melainkan cara untuk memahami hidup dengan lebih jujur. Saya menulis bukan karena sudah pandai, tetapi karena ingin terus belajar mengenali diri dan kehidupan. Saya percaya, setiap kalimat yang lahir dari ketulusan dapat membawa manfaat bagi orang lain. Tulisan-tulisan saya tumbuh dari kehidupan sederhana, baik di lingkungan pesantren maupun di ruang-ruang kecil keseharian. Dari sana, saya belajar bahwa manusia selalu berjuang memperbaiki diri, menata hati, dan menumbuhkan harapan di tengah keterbatasan. Saya terus berusaha, perlahan namun pasti, agar ilmu, pengalaman, dan tulisan saya dapat menjadi bagian kecil dari kebaikan yang lebih besar. Menulis bagi saya adalah perjalanan untuk belajar tanpa henti, dengan keyakinan bahwa setiap kata yang jujur akan menemukan jalannya sendiri menuju kebaikan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

A Aman: Nama yang Penuh Cinta, Hati, dan Rasa. "Kenangan Manis di Pondok Al-Musri Pusat."

12 Oktober 2025   22:50 Diperbarui: 12 Oktober 2025   22:45 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bersama A Aman, saya paham: tidak semua saudara lahir dari darah yang sama, kadang dari doa yang sama.

Dulu, saat dunia kami masih berputar di seputar masjid, asrama, dan ruang belajar Pondok Al-Musri' Pusat, ada satu nama yang tak pernah luput dari ingatan, M. Salman Al-Farisi, yang lebih dikenal dengan panggilan penuh kasih; A Aman. Bukan sekadar nama, A Aman adalah simbol dari keramahan, keceriaan, dan ketulusan. Ia bukan hanya teman, tapi juga saudara dalam suka duka kehidupan pondok. Sifatnya yang begitu perhatian, gampang akrab, dan selalu siap membantu, membuat siapa pun yang mengenalnya merasa dihargai dan diperhatikan. Bahkan dalam keramaian, A Aman tetap terlihat menonjol bukan karena ingin menonjol, tapi karena aura kebaikannya begitu nyata. Peluk kangen A.

A Aman adalah salah satu santri paling rajin yang pernah ada di generasi kami. Khidmahnya ke dewan kyai, khususnya ke Pangersa Akang Uan dan Pangersa Mamah, luar biasa total; ke semua dewan kyai tanpa terkecuali sangat luar biasa khidmahnya, berkah selalu A. Ia tidak pernah terlihat letih meski tugas tak henti datang. Dari membersihkan area pesantren sampai mengurus hal-hal kecil yang tak dilihat orang lain, semuanya dilakukan tanpa mengeluh. Dedikasinya bukan karena ingin pujian, tapi karena cinta. Cinta pada pondok, pada ilmu, dan pada para guru yang telah membentuk jalan hidupnya. Dalam diamnya, ia bekerja. Dalam senyumnya, tersimpan ketulusan yang menginspirasi.

Dan waktu berjalan. Kini, A Aman telah menempuh babak baru dalam hidupnya. Ia menikah dengan teman sekelas kami, seorang roisah yang lembut hati dan kuat akhlaknya, Ustadzah Helmi Nuraeni, yang kini disayanginya dengan panggilan manis: Bubu. Kabar bahagia itu tak berhenti di situ. A Aman dan Bubu kini telah dikaruniai seorang anak laki-laki, bayi ganteng dan soleh yang menjadi bukti dari cinta yang tumbuh sejak masa di pondok dulu. Doa terbaik selalu mengiringi mereka: semoga si kecil tumbuh menjadi pemuda saleh, kuat iman dan akhlaknya seperti sang ayah yang begitu luar biasa.

Kenangan tentang A Aman adalah kenangan yang akan selalu hidup dalam hati kami. Ia bukan sekadar teman seangkatan, tapi bagian penting dari cerita masa muda kami yang penuh semangat dan nilai. Sosoknya yang ceria, tangguh, dan selalu menebar kebaikan akan selalu jadi inspirasi. Dan dari semua kenangan itu, satu hal yang pasti: kebaikan tidak pernah sia-sia. A Aman adalah bukti bahwa siapa yang hidup dengan cinta, hati, dan rasa... akan dikenang selamanya dengan hormat dan kasih.

Pada akhirnya, setiap persahabatan meninggalkan jejak yang tak lekang oleh waktu. Terima kasih, A Aman, telah menjadi teman yang tulus, sahabat yang setia, dan teladan dalam khidmah yang tidak pernah mengenal lelah. Dari tuturmu yang lembut hingga baktimu yang tanpa pamrih, kami belajar bahwa ketulusan adalah bahasa yang paling indah di dunia santri. Semoga kisah ini menjadi doa yang terus hidup, menginspirasi siapa pun yang membaca untuk berbuat baik dengan hati yang lapang. Sebab dari cinta, hati, dan rasa yang kau wariskan, dunia akan selalu menemukan alasan untuk berterima kasih.

Dengan penuh rasa hormat dan doa,

Munawar Hakimi Ahmad Qulyubi

Penulis yang masih belajar mencintai dengan cara sederhana---melalui kenangan, doa, dan tulisan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun