Mohon tunggu...
Mumud Salimudin
Mumud Salimudin Mohon Tunggu... Peneliti Ekonomi Syariah

Tertarik dengan isu-isu terkini seputar Ekonomi Pembangunan dan Ekonomi Publik dalam Perspektif Islam.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Maqashid Syari'ah: Memahami Tujuan dan Hikmah di Balik Hukum Islam

24 September 2025   06:07 Diperbarui: 23 September 2025   03:57 22
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Maqashid Syariah (Sumber: https://tebuireng.online/wp-content/uploads/2024/09/maqoshid-syariah.png)

Penerapan Maqashid Syariah dalam Bidang Sosial dan Kesehatan menunjukkan concern Islam pada perlindungan nyawa dan kemanusiaan. Larangan keras terhadap narkoba dan segala bentuk zat adiktif adalah contoh nyata dari upaya simultan menjaga akal (Hifzhul 'Aql)—dengan mencegah kerusakan fungsi kognitif dan neurologis—dan menjaga jiwa (Hifzhun Nafs)—dengan mencegah kematian akibat overdosis dan penyakit penyerta. Anjuran untuk menikah dan membina keluarga jauh melampaui sekadar pemenuhan kebutuhan biologis; ia adalah instrumen utama untuk menjaga keturunan (Hifzhun Nasl) dengan menjamin kelangsungan generasi manusia melalui ikatan yang sah, terhormat, dan dilindungi secara hukum. Bahkan dalam kesehatan, kewajiban menjaga kebersihan, mencari pengobatan, dan karantina saat wabah (seperti dalam pandemi) adalah derivasi dari prinsip Hifzhun Nafs yang sangat relevan dengan dunia modern.

Pada bidang Teknologi dan Informasi yang semakin kompleks, Maqashid Syariah menawarkan pedoman etis yang sangat diperlukan. Larangan menyebarkan hoaks, fitnah, dan ujaran kebencian di media sosial bukan hanya persoalan etiket, tetapi merupakan upaya untuk menjaga akal (Hifzhul 'Aql) publik dari pencemaran dan polusi informasi palsu yang dapat merusak pemikiran objektif. Selain itu, praktik tersebut juga langsung berkaitan dengan menjaga jiwa (Hifzhun Nafs), karena berita bohong dan fitnah sering memicu kecemasan massal, konflik sosial, kekacauan, bahkan hingga pada kekerasan fisik. Anjuran untuk menyebarkan informasi yang benar dan bermanfaat serta menggunakan teknologi untuk kemaslahatan umat adalah wujud dari Hifzhud Din (menjaga agama) dengan mendakwahkan kebaikan, dan Hifzhul Mal (menjaga harta) dengan mencegah kerugian ekonomi akibat informasi menyesatkan. Dengan demikian, Maqashid Syariah menjadi kompas etika digital yang sangat relevan untuk membangun ruang siber yang sehat dan bertanggung jawab.

Relevansi Maqashid Syariah di Zaman Now

Di era disrupsi teknologi dan kompleksitas masalah kontemporer, Maqashid Syariah menemukan relevansinya yang paling vital sebagai alat ijtihad yang dinamis dan kontekstual. Banyak persoalan modern seperti kloning manusia, kecerdasan buatan (AI), fintech syariah, dan dampak media sosial tidak ditemukan jawaban eksplisitnya dalam teks-teks klasik. Di sinilah Maqashid Syariah berperan sebagai kompas ilmah yang membimbing para ulama dan cendekiawan untuk menganalisis suatu masalah bukan hanya dari sisi legal-formalnya, tetapi lebih pada menimbang maslahat dan mafsadat-nya berdasarkan lima tujuan pokok syariah. Pendekatan ini memungkinkan lahirnya fatwa-fatwa yang segar, progresif, dan solutif tanpa keluar dari koridor syariat, karena berangkat dari memahami spirit dan hikmah universal hukum Islam, bukan sekadar literal teks. Dengan demikian, Maqashid Syariah menjadi jembatan yang menghubungkan kesempurnaan ajaran Islam yang abadi dengan realitas zaman yang terus berubah.

Lebih dari sekadar alat ijtihad, Maqashid Syariah juga berfungsi sebagai antidot terhadap pemahaman agama yang kaku, tekstual, dan terpotong dari realitas. Konsep ini mengajak umat Islam untuk bergerak melampaui pemahaman "apa" yang dikatakan teks menuju pemahaman "mengapa" teks itu diturunkan, sehingga terhindar dari penerapan hukum yang justru bertentangan dengan tujuannya sendiri. Pada level yang lebih makro, Maqashid Syariah tidak berhenti pada menjawab masalah individu, tetapi naik menjadi panduan visioner untuk membangun peradaban yang adil, sejahtera, dan beretika. Sebuah masyarakat yang menjaga agama, jiwa, akal, keturunan, dan hartanya dengan baik adalah masyarakat yang stabil, maju, dan bermartabat. Oleh karena itu, internalisasi nilai-nilai Maqashid Syariah dalam kebijakan publik, sistem pendidikan, dan budaya masyarakat adalah prasyarat untuk mewujudkan cita-cita Islam sebagai rahmat bagi seluruh alam (rahmatan lil ‘alamin) di tengah tantangan global yang semakin kompleks.

Kesimpulan

Secara keseluruhan, Maqashid Syariah bukanlah teori usang, melainkan kerangka dinamis yang memastikan hukum Islam selalu relevan dan membawa kemaslahatan di setiap zaman. Dengan berporos pada perlindungan lima kebutuhan primer (agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta), konsep ini menjadi kompas ilmiah untuk menjawab tantangan kontemporer, mulai dari ekonomi digital hingga etika biomedis. Pemahaman terhadap Maqashid Syariah mencegah kekakuan beragama dengan mengedepankan semangat dan hikmah di balik setiap hukum, bukan hanya literal teks. Oleh karena itu, internalisasi nilai-nilainya merupakan kunci untuk mewujudkan kehidupan individu yang bermartabat dan membangun peradaban masyarakat yang adil, sejahtera, dan beretika, yang pada akhirnya mencapai tujuan tertinggi Islam: kebahagiaan dunia dan akhirat (falah).

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun