Mohon tunggu...
AA AMARUDIN MUMTAZ
AA AMARUDIN MUMTAZ Mohon Tunggu... -

CEO JOMBANG CENTER OF ARABIC LEARNING STUDIES

Selanjutnya

Tutup

Money

Uang Elektronik dalam Perspektif Syariah

17 Juni 2015   12:07 Diperbarui: 17 Juni 2015   18:40 5701
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

UANG ELEKTRONIK DALAM PERSPEKTIF SYARIAH

 

Uang elekronik: manfaat, keunggulan dan kekurangannya.

 

Dengan kemajuan teknologi, terciptalah uang 'digital' atau uang elektronik. Ada juga yang menyebutnya dengan e-money. Wujudnya tidak lagi berbentuk fisik, melainkan berupa data digital yang disimpan dalam memori sebuah kartu yang praktis dibawa kemana-mana.

 

Banyak varian e-money ini, sebagiannya mengharuskan penggunanya punya acoount di sebuah bank tertentu. Ada pula yang berbentuk kartu e-money yang dijual bebas. Kita cukup membeli kartu e-money itu dengan uang fisik sesuai nilai yang kita inginkan. Lalu kita bebas menggunakannya cukup dengan melakukan tapping atau gesek di kasir pembayaran sebuah merchant.

Manfaat e-money ini tidk hanya untuk membayar telepon umum, tetapi dapat pula digunakan untuk membayar tagihan listrik, telepon, tv berlangganan, pembelian tiket, jalan tol, tiket kereta, bus, pembelian bahan bakar, dan belanja keperluan sehari-hari.

 

Menurut Bank Indonesia, uang elektronik adalah alat pembayaran yang memenuhi unsur (1) diterbitkan atas dasar nilai uang yang disetor oleh pemegang kepada penerbit, (2) nilai uang disimpan secara elektronik dalam suatu media seperti server atau chip, (3) alat pembayaran kepada pemegang yang bukan penerbit uang elektronik itu, dan (4) nilai uang elektronik itu bukan merupakan simpanan sebagaimana disebut dalam undang-undang perbankan.

 

Secara umum uang elektronik dibedakan dua jenis yaitu uang elektronik bentuk kartu dimana identitas pemegang terdaftar dan tercatat pada penerbit atau ter-registrasi serta uang elektronik bentuk kartu yang tanpa identitas pemegang. Selain itu, ada pula uang elektronik yang menggunakan telepon seluler sebagai medium penyimpanannya.

 

Keunggulan uang elektronik bersifat praktis karena kita tidak perlu membawa fisik uang. Keunggulan lainnya adalah transaksi lebih cepat, tinggal menempel kartu dan tidak perlu menghitung lembar demi lembar uang. Keunggulan selanjutnya adalah kita bisa melacak setiap pengeluaran sehingga memudahkan dalam mengelola keuangan.

 

Adapun kekurangan uang elektronik diantaranya adalah tidak semua penyedia barang dan jasa dapat menerima transaksi elektronik, apalagi di pedesaan dan pasar tradisional. Uang elektronik ini juga mempunyai risiko hilang dan rusak, apalagi jika kita memasukkan nilai uang dalam jumlah besar, maka sekali kartu itu rusak atau hilang, maka hilanglah semua uang kita.

 

Hukum muamalah uang elektronik.

 

Uang elektronik pada dasarnya sama seperti uang biasa karena memiliki fungsi sebagai alat pembayaran atas transaksi jual beli barang. Dalam perspektif syariah hukum uang elektronik adalah halal. Kehalalan ini berlandaskan kaidah; setiap transaksi dalam muamalah pada dasaarnya diperbolehkan kecuali jika ada dalil yang mengharamkannya, maka saat itu hukumnya berubah menjadi haram.

 

Oleh karena itu uang elektronik harus memenuhi criteria dan ketetentuan sesuai dengan prinsip-prinsip syariah seperti yang akan diterangkan selanjutnya dalam tulisan ini. Faktor lainnya yang menjadi alasan kehalalan uang elektronik adalah, karena adanya tuntutan kebutuhan manusia akan uang elektronik, dan pertimbangan banyaknya kemaslahatan yang ada di dalamnya.

 

Saat ini beberapa Bank Syariah juga telah mengeluarkan produk yang terkait dengan uang elektronik. Mereka tidak akan berani meluncurkan produk itu kecuali setelah mendapat dukungan dari otoritas jasa keuangan dan MUI dalam hal ini melalui fatwa Dewan Syariah Nasional. Artinya uang elektronik sudah sah digunakan baik menurut agama maupun Negara. Selanjutnya yang dibutuhkan adalah kebijakan dan penghematan dalam menggunakannya, agar tidak boros & menyebabkan kerugian di lain hari.

 

Prinsip-prinsip Syariah dalam Transaksi Uang Elektronik

 

  1. Tidak Mengandung Maysir (unsur perjudian, untung-untungan atau spekulatif yang tinggi). Penyelenggaraan uang elektronik harus didasarkan oleh adanya kebutuhan transaksi pembayaran ritail yang menuntut transaksi secara lebih cepat dan efisien, tidak untuk transaksi yang mengandung maysir.

 

  1. Tidak Menimbulkan Riba yang berbentuk pengambilan tambahan, baik dalam transaksi jual-beli maupun pinjam-meminjam dan pengalihan harta secara batil. Transaksi uang elektronik merupakan transaksi tukar-menukar/jual beli barang ribawi, yaitu antara nilai uang tunai dengan nilai uang elektronik dalam bentuk Rupiah.

 

Pertukaran antara nilai uang tunai dengan nilai uang elektronik harus sama jumlahnya (tamatsul) baik kualitas maupun kuantitasnya, jika tidak, maka tergolong ke dalam bentuk riba al-fadl (tambahan atas salah satu dua barang yang dipertukarkan dalam pertukaran barang Ribawi yang sejenis. Oleh karena itu, tidak boleh melakukan pertukaran nilai uang tunai yang lebih kecil atau lebih besar dari nilai uang elektronik.

 

Sebagai contoh penerbit tidak boleh menjual uang elektronik sebesar Rp 3.000.000,00 dengan penyetoran uang/dana dari pemegang kepada penerbit sebesar Rp 3.030.000,00 dan penerbit juga tidak boleh memberikan potongan harga atas penjualan uang elektronik, seperti uang elektronik dengan nilai uang elektronik sebesar Rp 3.000.000,00 dijual oleh penerbit melalui penyetoran uang/dana dari pemegang kepada penerbit sebesar Rp 2.970.000,00, kelebihan pembayaran oleh pemegang dan potongan harga oleh penerbit tersebut termasuk riba al-fadl.

 

Pertukaran antara nilai uang tunai dengan nilai uang elektronik harus dilakukan secara tunai (taqabudh), jika tidak, maka tergolong ke dalam bentuk riba al-nasiah (penundaan penyerahan salah satu dua barang yang dipertukarkan dalam jual-beli barang ribawiyang sejenis). Sebagai contoh pada saat pemegang atau pedagang menukarkan kembali (refund/redeem) nilai uang elektronik dengan nilai uang tunai kepada penerbit, maka penerbit harus memenuhi hak tagih tersebut dengan tepat waktu tanpa melakukan penangguhan pembayaran.

 

  1. Tidak Mendorong Israf (Pengeluaran yang Berlebihan) Uang elektronik pada dasarnya digunakan sebagai alat pembayaran ritail/mikro, agar terhindar dari Israf(pengeluaran yang berlebihan) dalam konsumsi dilakukan pembatasan jumlah nilai uang elektronik serta batas paling banyak total nilai transaksi uang elektronik dalam periode tertentu.

 

  1. Tidak Digunakan untuk Transaksi objek Haram dan Maksiat Uang elektronik sebagai alat pembayaran dengan menggunakan prinsip Syariah, uang elektronik tidak boleh digunakan untuk pembayaran transaksi objek haram dan maksiat, yaitu barang atau fasilitas yang dilarang dimanfaatkan atau digunakan menurut hukum Islam.

 

Akad-akad syariah terkait uang elektronik.

 

Uang elektronik merupakan alat pembayaran yang diterbitkan atas dasar nilai uang yang disetor terlebih dahulu oleh pemegang kepada penerbit, kemudian nilai uang tersebut disimpan secara elektronik dalam suatu media uang elektronik yang digunakan sebagai alat pembayaran oleh pemegang kepada pedagang.

 

Uang elektronik tersebut dipersamakan dengan uang karena pada saat pemegang menggunakannya sebagai alat pembayaran kepada pedagang, bagi pedagang tersebut nilai uang elektronik berpindah dari media uang elektronik yang dimiliki oleh pemegang ke terminal penampungan nilai uang elektronik milik pedagang. Apapun satuan nilai dalam media uang elektronik tersebut, pada dasarnya berupa nilai uang yang pada waktunya akan ditukarkan kepada penerbit dalam bentuk uang tunai (cash).

 

Dengan dipersamakannya uang elektronik dengan uang, maka pertukaran antara nilai uang tunai (cash) dengan nilai uang elektronik merupakan pertukaran atau jual beli mata uang sejenis yang dalam literatur Fikih Muamalat dikenal dengan Al-Sharf. Disamping al-shorf terdapat akad-akad lain yang terkait dengan transaksi uang elektronik, diantaranya adalah : al-ijarah, dan wakalah.

 

Secara umum jual beli mata uang (Sharf) diidentikkan dengan tukar menukar antara emas dan emas dan perak dengan perak atau emas dengan perak. Dengan demikian, yang menjadi syarat-syarat dalam transaksi tukar menukar emas dengan emas dan perak dengan perak atau emas dengan perak tersebut berlaku juga dalam transaksi jual beli mata uang. Syarat-syarat tersebut adalah; tunai, jumlahnya sama, tidak boleh ada khiyar syarat, dan tidak boleh ditangguhkan.

 

Relevansi akad Sharf dalam implementasi uang elektronik dapat dilihat pada syarat-syarat akad berikut ini :

 

  1. syarat akad tunai (Al-Taqabudh)
  2. Nilai uang elektronik yang berada di tangan pemegang sepenuhnya berada

dalam kekuasaan pemegang.

  1. Dana float yang terkumpul di penerbit bukan merupakan simpanan sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang tentang Perbankan dan sepenuhnya berada dalam penguasaan.
  2. syarat al-tamatsul (jumlahnya sama)

Nilai satu Rupiah pada nilai uang elektronik harus sama dengan satu Rupiah pada uang tunai (cash).

 

  1. syarat tidak boleh ada Khiyar Syarat

Dalam transaksi uang elektronik tidak terdapat Khiyar Syarat, pada saat transaksi dilakukan, ketika masing-masing pihak telah menunaikan kewajiban dan mendapatkan haknya, maka transaksi telah selesai.

 

  1. syarat tidak boleh ditangguhkan

Pada saat proses penerbitan, ketika pihak pemegang menyetorkan uang, maka penerbit saat itu juga menyerahkan nilai uang elektronik kepada pemegang dan pada saat terjadi redeem baik oleh pemegang atau oleh pedagang, penerbit harus dapat menunaikannya secara tepat waktu.

 

Akad-akad Lain yang Terkait dengan uang elektronik.

 

Melihat dari relevansi tersebut di atas, maka jelaslah bahwa akad utama yang digunakan dalam penyelenggaraan uang elektronik adalah akad Sharf, yaitu tukar-menukar atau jual beli uang. Namun dalam implementasinya, penyelenggaraan uang elektronik dapat dilengkapi oleh akad-akad lain, yaitu :

 

a.Akad Ijarah

Ijarah adalah transaksi sewa menyewa atas suatu barang dan atau upah mengupah atas suatu jasa dalam waktu tertentu melalui pembayaran sewa atau imbalan jasa. Akad

Ijarah digunakan dalam hal terdapat transaksi sewa menyewa atas perle

ngkapan/peralatan dan atau terdapat pelayanan jasa dalam penye

lenggaraan uang elektronik.

 

b.Akad Wakalah

Wakalah adalah pemberian kuasa kepada orang lain untuk bertindak sebagai pemberi kuasa dalam transaksi yang diperbolehkan dan diketahui. Akad Wakalah digunakan dalam hal penerbit bekerjasama dengan pihak lain sebagai agen penerbit dan/atau terdapat bentuk perwakilan lain dalam transaksi uang elektronik.

 

Wallahu a’lam bi al-showab. Semoga bermanfaat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun