Mohon tunggu...
Gigih Mulyono
Gigih Mulyono Mohon Tunggu... Wiraswasta - Peminat Musik

Wiraswasta. Intgr, mulygigih5635

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Duka Mendalam, Gugurnya Samurai Biru

6 Desember 2022   08:08 Diperbarui: 6 Desember 2022   09:35 416
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bola. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Betapa duka itu begitu dalam. Ikut larut dalam haru menyaksikan tangisan para suporter dan pemain Jepang di layar kaca. Ya duka itu begitu dalam, dari hati dan jiwa.

Tak hanya di Qatar. Membayangkan, lewat tengah malam tangisan massal sesenggukan di kota - kota Tokyo, Kyoto, Osaka. Juga air mata menetes di desa - desa kecil indah lereng Fujiyama dan tepian danau Hakone.

Pagi ini di Jepang, musim dingin terasa lebih dingin. Tim Jepang tunduk di hadapan barisan petarung dari tepian laut Adriatik, Kroasia.

Harapan besar yang telah terlanjur melambung tinggi itu tercampak dalam. Terasa lebih sakit menghadapi kenyataan tak diharapkan.

Para raksasa Jerman dan Spanyol telah dikalahkan. Namun ternyata ksatria tak bernama bersandang kotak merah putih telah memupuskan harapan mereka yang mengawang.

Apa yang salah dengan adu penalti?

Sembilan puluh persen tendangan penalti itu membuahkan gol. Kecepatan lesatan bola 2 kali lipat cepatnya kemampuan kiper meloncat.

Fakta itu yang menyebabkan dalam setiap tendangan penalti, penendang eksekutor menyandang stres jauh lebih tinggi dibanding kiper.

Dari lima kali tendangan eksekusi, eksekutor pertama keempat dan kelima lah yang paling krusial.
Penendang pertama akan memberi efek penularan. Tendangan keempat dan kelima adalah penentu kemenangan.

Jadi pilihan siapa eksekutor pada giliran - giliran itu sangat menentukan. Harus dipilih pemain yang memiliki tidak hanya skill hebat tapi juga mental baja.

Di sesi adu penalti itu Jepang anti klimak. Tak terduga barisan biru galau, kehilangan percaya diri dan mati langkah kalau dibandingkan determinasi, rasa percaya diri dan keganasannya saat menggulung Jerman dan Spanyol serta melawan Kroasia sebelum tos - tosan penalti.

Jepang mendapat giliran pertama. Minamino pemain AS Monaco dan pernah memperkuat Liverpool didapuk sebagai eksekutor perdana.

Ekspresi wajahnya tak nyaman. Mencerminkan rasa percaya diri yang menurun. Barangkali stres berlebihan memikul tanggung jawab begitu besar.

Tendangan Minamino seperti lamaran remaja lugu saat menembak pacarnya. Tanpa trik dan tipu daya serta mudah diduga. Lemah mengarah ke kiri gawang. Dengan mudah diblok Dominic Livakovic, kiper Kroasia yang malam itu menjadi pahlawan.

Selanjutnya kita tahu, Jepang takluk. Dari empat tembakan, hanya satu yang menghasilkan gol. Sedangkan empat eksekusi Kroasia hanya satu yang gagal.

Kroasia melaju ke 8 besar. Menantang raksasa Amerika Latin Brazil, yang sukses melumat Korsel.

Begitulah akhir cerita Jepang di piala dunia Qatar. Apa jalarannya?

Barangkali tim Jepang tidak mengantisipasi dan kurang dilatih dalam adu penalti.

Atau barangkali Dominic, kiper Kroasia memiliki indra ke enam. Bisa membaca pikiran lawan. Entahlah.

Di perhelatan akbar Qatar ini, Jepang telah menunjukan keheroannya menumbangkan para raksasa, dan kini gugur terhormat.

Langkahnya terhenti dan harus pulang kandang. Mesti berlatih dan menyiapkan diri lagi. Menyongsong gelaran akbar piala dunia 2026 mendatang.

Sayonara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun