Mohon tunggu...
Gigih Mulyono
Gigih Mulyono Mohon Tunggu... Wiraswasta - Peminat Musik

Wiraswasta. Intgr, mulygigih5635

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Hembusan Angin Cemara Tujuh 24

4 Juni 2018   22:36 Diperbarui: 4 Juni 2018   22:42 1019
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Mereka menatap Marieska  berjalan menjauh, deraian rambut hitam dan langsing tubuhnya menghilang di tikungan sudut Rotterdam Centrum.

Angin sore meniup dingin, sedikit menggigil, empat sekawan itu melangkah menyeberang jalan di depan Stasiun yang ramai lalu lalang bergegas orang orang dengan bermacam warna kulit. Dari ekstrem putih sampai ekstrem hitam .

Masing masing menyeret koper besar dan satu hand bag Wikarya cs menuju halte Tram di seberang jalan . Tak berapa lama menunggu, Tram kuning dua rangkaian bertulis nomor tujuh di kaca depan itu berkoleneng mendekat.

Berempat naik dari pintu depan, membayar tunai ongkos Tram kepada pak Sopir bule setengah baya berdasi, berjas dengan pet. Sopir atau masinis itu rapi, necis dan kelihatan bangga dengan profesianya.

Tram kuning itu segera berangkat, dan berbelok ke kiri memunggungi Central Station. Penuh dengan penumpang berbagai usia, berbagai ras , pria wanita, tua muda, Tram sedikit bergoyang menyusuri kanal kota dengan taman cantik di kanan kirinya. Setelah berhenti di satu halte, menurunkan dan menaikan penumpang, Tram meliuk berbelok kanan dan mulai menyusuri taman besar, yang ditengahnya tegak menjulang menara raksasa menggapai langit.

Kemudian Tram kembali belok kiri, dan menyusur sejajar dengan sungai besar. Tak berapa lama, dan akhirnya Tram berhenti di pojokan lekukan sungai. Inilah halte terakhir rute Tram nomor tujuh kota Rotterdam.

Empat sekawan itu turun, Sutopo melihat Arlojinya, tepat delapan menit sejak meninggalkan halte Central station.

Waktu telah senja, kembali menyeret bawaan, mereka berjalan seratus meter menuju hotel kecil Seamans House Rotterdam.

Hotel itu tepat menghadap sungai lebar yang cantik. Di aliran sungai yang tidak begitu deras Kapal besar, kapal kecil ramai berlalu lalang di aliran sungai yang bersih memantulkan bulir bulir cahaya senja.

Pemandangan langka yang tidak pernah ditemui sebelumnya oleh mereka. Mereka berdecak kagum, saling memandang dan serempak bersama membuat toss.

Akhirnya, inilah Rotterdam, inilah Holland, negeri Kincir Angin di antah berantah utara, kami telah menginjakkan kaki disini setelah 20 jam menempuh perjalanan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun