Mohon tunggu...
Mulyadi SH MH
Mulyadi SH MH Mohon Tunggu... Penulis

Dengan menulis pemikiran kita dapat tersampaikan, menulis juga merupakan senjata intelektualitas

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Kebijakan Impor BBM Satu Pintu Dapat Mengancam Iklim Investasi

30 September 2025   14:56 Diperbarui: 30 September 2025   14:56 12
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kelangkaan bahan bakar minyak (BBM) di sejumlah SPBU swasta seperti Shell, BP, dan Vivo pada September 2025 memicu keresahan publik dan menyorot tajam kebijakan energi nasional. Sebagai respons, pemerintah melalui Kementerian ESDM meluncurkan solusi sementara: mewajibkan SPBU swasta memenuhi kekurangan pasokan dengan membeli dari PT Pertamina (Persero). Kebijakan yang berlaku hingga akhir 2025 ini, meski dibingkai sebagai langkah menjaga kedaulatan energi, justru membuka kotak pandora yang berisi empat risiko besar: kerusakan persaingan usaha, ancaman hengkangnya investor asing, potensi gugatan hukum miliaran dolar, dan inkonsistensi agenda ekonomi pemerintah.

1. Merusak Persaingan Usaha dan Menciptakan Monopoli

Kebijakan "satu pintu" ini secara efektif memaksa para pelaku usaha swasta untuk membeli produk dari kompetitor utama mereka. Dengan pangsa pasar mencapai 92,5-96%, Pertamina sudah berada di posisi dominan. Menjadikannya pemasok tunggal bagi para pesaingnya adalah langkah yang dinilai anti-persaingan. Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) secara tegas mengkritik kebijakan ini karena berpotensi melanggar Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli, khususnya pasal terkait praktik monopoli dan penyalahgunaan posisi dominan. Kebijakan ini menghilangkan kemampuan SPBU swasta untuk mencari pasokan dari sumber internasional yang paling efisien, menekan margin keuntungan mereka, dan pada akhirnya mengurangi pilihan produk berkualitas bagi konsumen.

2. Mengancam Iklim Investasi dan Target Pertumbuhan Ekonomi

Bagi investor asing, kepastian hukum adalah segalanya. Kebijakan yang berubah secara tiba-tiba dan merugikan ini mengirimkan sinyal negatif yang kuat ke seluruh komunitas investasi. Para analis memperingatkan, jika kondisi ini berlanjut, SPBU asing yang telah menanamkan modal besar di Indonesia bisa terpaksa hengkang. Risiko ini tidak hanya mengancam ribuan lapangan kerja, tetapi juga bertentangan langsung dengan agenda pemerintahan Prabowo yang gencar mempromosikan kemudahan berinvestasi untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi ambisius. Sebuah kebijakan yang menghukum keberhasilan komersial pelaku usaha swasta adalah preseden buruk yang dapat membuat investor di sektor lain berpikir dua kali.

3. Membuka Risiko Gugatan di Pengadilan Internasional

Langkah ini menempatkan Indonesia pada risiko hukum yang sangat serius di tingkat internasional. Perusahaan seperti Shell (Belanda/Inggris) dan BP (Inggris) dilindungi oleh Perjanjian Investasi Bilateral (BIT) yang, meskipun sebagian telah diakhiri, masih memiliki "klausul pelindungan lanjutan" (sunset clause). Kebijakan yang secara terang-terangan menguntungkan BUMN dan merugikan investor asing ini berpotensi melanggar prinsip-prinsip fundamental seperti Fair and Equitable Treatment (FET) dan National Treatment. Konsekuensinya, Indonesia bisa menghadapi gugatan arbitrase internasional (ISDS) yang dapat berujung pada tuntutan ganti rugi hingga miliaran dolar, seperti yang pernah dialami dalam kasus-kasus sebelumnya.

4. Solusi Jangka Panjang yang Lebih Ideal Terabaikan

Alih-alih menerapkan kebijakan ad-hoc yang menimbulkan masalah baru, pemerintah memiliki opsi solusi yang lebih berkelanjutan dan adil. Sebuah kerangka kerja yang ideal akan menyeimbangkan antara ketahanan energi dan persaingan sehat. Solusi ini mencakup sistem alokasi kuota impor yang transparan dan dinamis---yang dapat disesuaikan berdasarkan data permintaan pasar---serta penerapan Kewajiban Pasokan Domestik (Domestic Supply Obligation - DSO) yang berlaku setara bagi semua pelaku usaha, termasuk Pertamina. Dengan model ini, tanggung jawab menjaga cadangan strategis nasional terbagi secara proporsional tanpa harus mematikan persaingan dan mengorbankan kepercayaan investor.

Pada akhirnya, kebijakan impor BBM satu pintu lebih terlihat seperti obat yang efek sampingnya lebih berbahaya dari penyakitnya. Untuk mewujudkan kedaulatan energi sejati, pemerintah perlu membangun fondasi regulasi yang kokoh, adil, dan dapat diprediksi, bukan dengan menciptakan monopoli terselubung yang berisiko tinggi.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun