Mohon tunggu...
Mulyadi SH MH
Mulyadi SH MH Mohon Tunggu... Penulis

Dengan menulis pemikiran kita dapat tersampaikan, menulis juga merupakan senjata intelektualitas

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Saat Ambisi Agung Makan Bergizi Gratis Melahirkan Kutukan

24 September 2025   22:06 Diperbarui: 24 September 2025   22:06 10
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi KUTUKAN Makan Bergizi Gratis

JAKARTA -- Alkisah, Ken Arok, didorong ambisi besar untuk mendirikan dinasti, memesan sebilah keris sakti dari Mpu Gandring. Karena tak sabar, ia merebut keris yang belum sempurna itu dan menggunakannya untuk membunuh. Sang empu pun mengutuk: keris itu akan memakan korban tujuh raja, termasuk Ken Arok sendiri dan keturunannya.

Kini, di panggung kebijakan modern, sebuah "keris pusaka" baru telah ditempa dengan ambisi yang tak kalah besar: Program Makan Bergizi Gratis (MBG). Tujuannya mulia, untuk menempa generasi emas Indonesia. Namun, seperti keris Mpu Gandring, program ini ditempa dalam ketergesa-gesaan politik, lahir dengan "cacat bawaan" yang kini mulai melepaskan kutukannya sendiri.

Kutukan Pertama: Ditempa Tanpa Aturan, Lahir Tanpa Pengaman

Setiap pusaka agung membutuhkan ritual dan aturan yang matang. Namun, keris MBG yang bernilai Rp71 triliun ini ditempa secara prematur. Program ini digulirkan secara masif bahkan sebelum memiliki payung hukum setingkat Peraturan Presiden (Perpres) yang kokoh. Ia hanya berbekal Surat Keputusan (SK) Deputi yang lemah, sebuah cacat lahir yang fatal.

Akibatnya? Kekacauan di lapangan. Tanpa aturan main yang jelas, program ini menjadi ajang improvisasi. Inilah kutukan pertama yang bekerja: sebuah senjata yang dirancang untuk ketertiban justru lahir dari kekacauan, membuka pintu bagi kutukan-kutukan berikutnya.

Kutukan Kedua: Pusaka yang Meracuni Tuannya Sendiri

Ken Arok menggunakan kerisnya untuk membunuh. Ironisnya, keris MBG, yang seharusnya memberi kehidupan, justru mulai memakan korban. Rentetan kasus keracunan massal menjadi bukti paling mengerikan dari kutukan ini. Ribuan anak, dari Bogor hingga Bandung Barat, menjadi korban setelah menyantap "pusaka" dari negara.

Penyebabnya adalah kelalaian sistemik yang lahir dari penempaan yang tergesa-gesa. Dari 8.583 dapur yang beroperasi, hanya 34 yang bersertifikat laik higiene. Makanan dimasak semalam suntuk untuk dibagikan siang hari, menjadi surga bagi bakteri E.coli dan Salmonella. Keris yang seharusnya menyehatkan, kini berbalik meracuni anak-anak bangsa yang seharusnya ia lindungi.

Kutukan Ketiga: Membunuh Kawan, Mengkhianati Sekutu

Dalam legendanya, Ken Arok mengorbankan Kebo Ijo untuk menutupi jejaknya. Dalam drama MBG, yang dikorbankan adalah para sekutu ekonomi paling kecil: ibu-ibu kantin sekolah dan UMKM lokal.

Program ini, alih-alih memberdayakan, justru menjadi mesin pembunuh bagi mereka. Omzet pedagang kantin anjlok hingga 70%. Mereka yang puluhan tahun menghidupi keluarga dari berjualan nasi dan lauk, kini hanya bisa pasrah melihat lapaknya sepi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun