Mohon tunggu...
Henry Multatuli
Henry Multatuli Mohon Tunggu... ibu rumah tangga -

Saya adalah seorang yang sedang mencari makna yanga ada di dalam bab-bab buku kehidupanku. lembarannya unik dan harus kuakui sedang kuselami sebuah arti di setiap paragrafnya. Walaupun akhirnya kutemukan diriku hanyalah pujangga yang tak bermakna. Aku bukanlah Sartre yang bermain dalam absurditas ataupun Nietzsche sang penggila metafora dan aforisme. Mungkin aku berada dalam tahap estetikanya Kierkegaard...atau mungkin sedang menikmati asyiknya bersuara lantang dalam tahapan eksistensi... sekarang sedang mengambil peruntungan di Damaskus, Suriah. Belajar bahasa Arab.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Duhai Agamaku...

20 Februari 2010   14:00 Diperbarui: 26 Juni 2015   17:49 180
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Duhai Agamaku. Siapakah engkau sebenarnya wahai agamaku? Agamakukah yang selalu setia menjanjikan keabadian di akhir hidupku kelak? Atau hanyalah iming-iming pamrih yang bersembunyi di balik tirai moral dan spiritualisme.

Duhai Agamaku, kukenal dirimu tatkala ku masih berhitung dan belajar membaca. Kuingat kau bercerita tentang malaikat dan betapa tokohmu begitu agung nan bijaksana. Kubaca setiap bait-bait puisi yang kau rampaikan dalam sebuah buku yang kukenal dengan nama kitab suci. Kau pula yang mengajarkanku tentang moral-moral luhur yang harus kupegang hingga akhir hayatku. Teringat padaku tatkala kau menyanyikan himne-himne penyejuk hati ketika hatiku ditutupi kabut lara. Dan tidak lupa kau yang menasihatiku dengan ketabahan ketika menghadapi kesulitan.

Kini, aku sudah dewasa. Aku sudah dibekali oleh ilmu-ilmu baik melalui lika-liku pengalamanku, maupun melalui orang-orang disekitarku. Aku pernah melihat noda hitammu ketika kulihat masa lampaumu dalam buku-buku sejarah. Aku sempat terperanjtk tatkala kau pernah menindas sekian juta orang dalam rentetan berbagai peristiwa. Aku juga pernah melihat aib-aib yang bersembunyi dibalik panjimu yang tersimpan dalam peti hitam terkunci rapat dan pengikutmu berusaha menghilangkannya dariku. Dalam hati kecilku, aku berusaha menolak seraya berkata, "Apakah kau yang pernah mengajarkanku tentang kebajikan pernah melakukan hal ini? Pastilah ini bualan orang-orang yang hasut terhadapmu."

Namun, hidupku terus berlanjut hingga detik ini sambil menggenggam berjuta pertanyaan yang kuingin kau menjawab semua itu. Kuamati setiap gerak-gerik pengikutmu yang katanya setia padamu dan akupun menjadi ragu atas jasamu selama ini. Tokoh-tokoh suci yang kau kenalkan padaku sebelumnya tergores oleh setiap aksi para pengikutmu di masa sekarang. Idola kecilku yang begitu kudambakan saat kupajang di setiap dinding kini lusuh tertutup debu-debu masa lampau yang suram. DImanakah kisah-kisahmu dulu yang selalu menjadi penghiburku? Bolehkah aku bertanya tentang apa arti ini semua. Mungkinkah pertanyaanku telah menodai kesucianmu selama ini? Jika ada, maafkanlah aku, karena kutahu kau maha Pengampun lagi maha penyayang. Aku tidak akan sudi mengkhianati kesetiaanmu padaku. Tapi aku juga tak rela jika semua itu memang benar-benar perbuatanmu.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun