Mohon tunggu...
Muliafika Safinatunnajah
Muliafika Safinatunnajah Mohon Tunggu... Mahasiswa

Menulis

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Akhlak Seorang Dai: Keteladanan yang Terlupakan

28 April 2025   10:26 Diperbarui: 28 April 2025   10:26 30
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Sumber: Muslim.or.id)

Di tengah keramaian suara, siapa yang masih didengar?
Hari ini, setiap orang bisa bicara. Media sosial telah menghapus batas antara juru dakwah dan penonton, antara ilmu dan opini. Tapi di balik ribuan ceramah yang dibagikan, potongan ayat yang dikutip, dan kutipan ulama yang diposting, satu hal sering absen dari panggung dakwah kita: akhlak.

Ironisnya, yang seharusnya menjadi fondasi justru berubah menjadi pelengkap. Akhlak bukan lagi syarat, tapi kadang hanya pajangan. Banyak yang pandai berkata, tapi gagal mencerminkan isi dari kata-katanya. Dan publik, yang makin cerdas menilai, perlahan kehilangan rasa hormat pada wajah dakwah yang kehilangan kejujuran.

Dakwah tanpa akhlak adalah panggung tanpa pesan.
Seorang da'i bukan hanya penyampai pesan, tapi cerminan dari pesan itu sendiri. Ketika ia menyuruh orang bersabar, apakah ia sendiri mampu menahan ego saat dikritik? Ketika ia bicara tentang keikhlasan, adakah ia masih kuat berdiri saat sorotan kamera mati? Ketika ia mengajak kepada kasih sayang, adakah empati dalam caranya menegur?

Kita sering lupa, bahwa Nabi Muhammad SAW tidak memenangkan hati manusia dengan debat, tetapi dengan sikap. Ia tidak pernah membentak orang bodoh, tidak pernah membalas cacian dengan kemarahan, dan tidak pernah merasa lebih tinggi dari mereka yang belum mengerti. Inilah akhlak yang membuat orang percaya sebelum mereka paham.

Menjadi da'i adalah memilih untuk memikul beban moral.
Ucapan da'i adalah representasi ajaran. Sikapnya---di jalan, di rumah, bahkan di ruang komentar---adalah representasi Islam itu sendiri. Maka tidak cukup berkata "saya juga manusia biasa" saat melakukan kesalahan, karena manusia biasa tidak bicara atas nama Tuhan.

Beban ini berat, memang. Tapi itulah harga dari kepercayaan. Ketika seorang da'i diberi panggung, ia juga diberi tanggung jawab untuk menjaga integritas. Dan integritas itu, bukan hanya diuji ketika bicara benar, tapi saat berani berkata "saya salah".

Apa yang kita cari dari dakwah hari ini?
Apakah kita ingin didengar atau dipahami? Diikuti atau diteladani? Karena kalau tujuannya hanya popularitas, maka kita sedang menciptakan selebriti, bukan ulama. Tapi kalau kita ingin membangun peradaban, maka da'i harus kembali menjadi manusia yang utuh: berilmu, merendah, dan berakhlak.

Penutup: Akhlak adalah pesan yang tidak perlu diceramahkan.
Ia hidup dalam cara kita memperlakukan yang berbeda, yang salah, dan yang belum mengerti. Ia tumbuh di tempat yang tidak terlihat kamera. Dan justru dari situlah dakwah paling jujur lahir.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun