Mohon tunggu...
Muksin
Muksin Mohon Tunggu... Freelancer - Fresh-graduate

Talent Ready!

Selanjutnya

Tutup

Nature

Industri Besar dan Permasalahan di Pemukiman Lahan Basah

3 Maret 2020   00:18 Diperbarui: 3 Maret 2020   00:18 2862
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar : Tribun Jateng

Negara maju adalah Negara dengan standar hidup tinggi, diimbangi oleh pertumbuhan industri yang besar. Pertumbuhan industri di suatu Negara menjadi bukti dari berkembang dan bergeraknya peradaban yang dikaitkan dengan status ekonomi suatu bangsa. Dalam prakteknya, industri yang besar membutuhkan lahan yang besar untuk digunakan sebagai tempat produksi industri itu sendiri. 

Lahan basah pada umumnya merupakan wilayah yang sangat produktif dan mempunyai keaneka- ragaman yang tinggi, baik keanekaragaman hayati maupun non hayati, sehingga diyakini bahwa lahan basah merupakan salah satu sistem penyangga kehidupan yang sangat potensial (KemenKLHK, 2004). 

Salah satu pemanfaatan fungsi lahan basah dalam menyokong ekonomi bangsa yakni pemanfaatan kayu untuk industri kertas dan lahan yang digerus diadikan lahan industri perkebunan. Lahan basah yang dibahas dalam artikel ini adalah lahan rawa dan gambut.

Ada tiga faktor penentu potensi sumber daya lahan yakni mutu, luas dan agihan suatu hamparan, dan letaknya yang menentukan ketercapaian dan keterlintasannya (Notohadiprawiro, 2006). 

Dalam peningkatan mutu lahan basah yang semula kurang produktif menjadi produktif solusi yang diberikan adalah memberikaan kewenangan pengelolaan lahan basah kepada pihak sewasta. Bentuk dari pemanfaat ini ialah pendirian pabrik industri kertas dan perkebunan kelapa sawit. 

Tentunya dalam pembangunan yang bertujuan menyokong status ekonomi bangsa, kegiatan pembukaan lahan untuk industri perlu adanya kajian dan analisis dampak pembangunan besar atas ekosistem lahan basah.

Lahan basah adalah lahan yang cukup rentan terhadap perubahan lingkungan, salah satu akibat dari kebijakan pembangunan yang tidak terkontrol yakni kelangkaan air bersih. Akumulasi pengelolaan lahan basah Indonesia yang keliru selama ini menyebabkan kerusakan yang sangat besar. 

Kualitas air pada berbagai kawasan lahan basah terutama sungai mengalami penurunan yang sangat signifikan, diperkirakan 60% sungai di Indonesia dalam keadaan tercemar.

 Jutaan hektar rawa gambut di Sumatera dan Kalimantan terbakar dalam kurun waktu 10 tahun terakhir dan menyebabkan kehancuran keanekaragaman hayati rawa gambut, kerusakan tata air kawasan, dan lepasnya jutaan ton karbon ke udara. (kemenKLHK, 2004).

Industri, pertanian dan perkebunan merupakan kegiatan perambahan dan alih fungsi lahan yang menyebabkan Indonesia kehilangan lahan basah seluas 12 juta hektar (kemenKLHK, 2004). Kerusakan lahan basah yang dilakukan secara langsung menurut Notohadiprawiro (2006) adalah penimbunan atau peninggian lahan untuk jalan dan pembangunan kawasan tempat tinggal dan industri, pelepasan pestisida, hara dan limbah rumah tangga dan aliran limpas pertanian, serta sedimen dan nenambang gambut untuk bahan bakar atau medium semai.

Pemanfaatan lahan basah sebagai lahan perkebunan industri kertas dan kelapa sawit tergolong sangat rawan karena pengeringan lahan dengan cara membuat drainase atau kanal berakibat pada penurunan air permukaan dan berpengaruh terhadap neraca air. Hal ini belum banyak diketahui berbagai pihak dan berdampak jangka panjang.

Lahan basah masih menjadi pusat perhatian dalam pembangunan usaha perkebunan kelapa sawit dan industri kertas berskala besar (CIFOR, 2004). Selain akses air bersih yang sulit, kekeringan yang memicu kebakaran adalah permasalahan yang masih belum mandapatkan kunci penyelesaian yang tepat. Kondisi lahan basah sudah banyak yang rusak, mangrove total 52% rusak bahkan di Pantura ada 85% yang sudah hilang dan rusak berubah menjadi perumahan, tambak ikan. Sudah lenyap. Sementara itu, di lahan gambut yang sebagian besar juga berada di kawasan pesisir, proses pembuangan air (drainase) secara berlebihan melalui kanalisasi seperti yang dilakukan pada kebanyakan usaha perkebunan sawit maupun akasia, juga mengakibatkan penurunan muka tanah. (Kemenko, 2018).

Lahan basah yang berintraksi dengan industri besar memiliki permasalahan yang perlu pengkajian dan penyelesaian yang melibatkan berbagai pihak. Memperkuat lembaga pengkajian lingkungan dan kesehatan adalah hal yang perlu dilakukan pemerintah guna keberlangsungan hidup ekosistem di lahan basah. Diperlukan klarifikasi tentang alokasi pemanfaatan lahan bagi konservasi dan pembangunan, serta dasar-dasar ilmiah bagi pengembangan peraturan.

Daftar Pustaka;

  • CIFOR (2004) Kebakaran di Lahan Rawa / Gambut di Sumatera: Masalah dan Solusi.
  • kemenKLHK (2004) Strategi Nasional dan Rencana Aksi Pengelolaan Lahan Basah Indonesia.
  • Kemenko (no date) 'Pengelolaan Lahan Basah yang Benar Mencegah Penurunan Muka Tanah', 2018.
  • Notohadiprawiro, T. (2006) 'Lahan Basah: Terra Incognita', repro ilmu tanah Universitas Gaah Mada, pp. 1--10.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun