Mohon tunggu...
Muksal Mina
Muksal Mina Mohon Tunggu... Lainnya - Candu Bola, Hasrat Pendidik

Be a teacher? Be awakener

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Sepak Bola Tak Lagi Romantis?

26 Agustus 2020   16:43 Diperbarui: 26 Agustus 2020   16:32 357
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Francesco Totti, simbol one man one club terakhir? (Sumber : www.essentiallysports.com)

Langit Camp Nou runtuh. Kekalahan di semifinal Liga Champion lalu ternyata benar-benar memicu kiamat di Katalunya. Satu persatu personel penting di blaugrana mulai goyang.

Setelah pelatih Enrique Setien dipecat, Direktur Sepakbola Eric Abidal dilepas, topskor ketiga sepanjang sejarah Luis Suarez kabarnya akan diputus kontrak, sekarang sang kapten Lionel Messi yang meminta hengkang!

Sektor pelatih dan direktur mungkin dapat dimaklumi. Ditendangnya Suarez yang tahun ini berusia 33 tahun pun kita mafhum. Lah ini sang maskot sendiri yang ingin hengkang. Mimpi apa yang lebih buruk?

Kabar dari Spanyol menyebut bahwa berita Messi ingin hengkang memicu protes dari fan Barca. Mereka sontak mendatangi markas Barca dan menuntut presiden Joseph Bartomeu untuk mundur segera. Marca mengabarkan, direksi Barca telah rapat dan mencapai kesepakatan. Presiden akan mundur agar Messi tetap bertahan di Camp Nou.

Bila akhirnya Leo Messi benar-benar hengkang, maka tentu akan mengakhiri mimpi para penggemar dan penganut sepakbola idealis : legenda yang hanya bermain di satu klub sepanjang karir. Status legenda sudah pasti telah diraih Messi. Tentu akan lebih indah bila diiringi dengan pensiun di klub tempat ia bermula.

Sepakbola semakin tak romantis. Sepanjang sejarah sepakbola, ada banyak legenda yang hanya bermain di satu klub sepanjang karir profesionalnya. One man one club. Sebutlah nama Paolo Maldini, Francesco Totti, Carles Puyol dan Ryan Giggs.

Namun tak sedikit yang justru hengkang ke klub lain di penghujung karirnya. Alessandro del Piero, Raul Gonzales, Iker Casillas, Andres Iniesta, Xavi Hernandez, adalah beberapa diantaranya.

Pada tiga liga top Eropa (Inggris, Italia, Spanyol), siapa manajer paling lama bertahan di satu tim? Dengan pensiunnya Alex Ferguson dan Arsene Wenger, tak ada lagi manajer EPL yang awet bertahan di satu klub lebih dari lima tahun.

Italia sama saja. Negeri sarangnya pria romantis ini  justru kejam terhadap pelatih sepakbola. Berganti pelatih 2-3 kali dalam satu musim itu biasa saja di Negeri Pizza. Dalam daftar 20 tim peserta Serie A musim depan, Simone Inzaghi adalah pemegang rekor paling lama menangani tim (4 tahun 6 bulan). Sisanya bervariatif, 1 tahun, 2 tahun tahun, 1 tahun 6 bulan dan sebagainya.

Dari tanah matador, dua klub paling besar, Real Madrid dan Barcelona justru paling rajin gonta ganti pelatih. Apalagi tim papan tengah semisal Valencia, Sevilla dan Villareal. Mungkin hanya Diego Simeone (9 tahun) di Atletico Madrid yang paling awet.

Apa pasal sepakbola tak lagi romantis? Persoalan ekonomi, fisik dan taktis bisa jadi adalah faktor paling umum.

Bisnis Sepakbola

Bal-balan bukan lagi semata sebuah cabang olahraga. Sepakbola telah berkembang menjadi sebuah industri. Andriano Galliani, CEO legendaris AC Milan memaparkan dalam biography Carlo Ancelotti Quiet Leadership, bahwa tugas seorang manajer adalah memastikan tim meraih kemenangan. Sedangkan tugasnya sebagai CEO adalah mengemas klub sebagai sebuah industri.

Bertaburnya para miliarder yang menjadikan klub sepakbola sebagai mainan bisnis menjadikan lapangan hijau sebagai alat penyedot profit. Pendukung MU sempat protes saat Keluarga Glazer membeli klub. Glazer dituding sebagai orang yang tak paham sepakbola. Mereka hanya mengerti bisnis.

Kecenderungan untuk mencari profit ini menciptakan kondisi tim haruslah berprestasi secara konsisten. Pelbagai cara ditempuh. Cara termudah tentu mendatangkan pelatih dan pemain kelas satu. Asal ada cuan, siapapun bisa direkrut.

Ada yang datang, ada yang pergi. Status legenda tak menghalangi klub untuk menendang seorang pelatih atau pemain keluar tim bila dirasa tak lagi berguna. Untuk apa mempertahankan romantika bila tak membawa piala?

Real Madrid adalah contoh paling mudah. Kurang apa Raul dan Cassilas sebagai legenda klub? Toh akhirnya dibuang jua, saat klub merasa saatnya memberi jalan untuk darah-darah baru. Klub butuh revolusi!

Para Cules, fan Barcelona, dulu menertawakan itu. Menyebut Madrid sebagai klub nan tak mampu memperlakukan para legenda. Toh, akhirnya Andreas Iniesta dan Xavi Hernandez mengalami nasib yang sama. Messi menyusul?

Latar belakang sebagai pebisnis menjadi alasan fans menuding para pemilik klub tak paham arti memiliki legenda dalam hirarkis klub. Meski sebenarnya terkadang mereka juga berperan dalam keputusan-keputusan transfer klub. Lah, kan fans juga yang ingin juara tiap musim! Begitu mungkin alasan direksi.

Godaan gaji yang lebih besar kadang juga menjadi penyebab. Hal yang lumrah dalam 20 tahun belakangan, pemain-pemain tenar yang menua namun belum mau pensiun akan memilih pindah ke MLS atau Liga-liga di Asia semisal Liga Qatar, China, India dan jepang. Lumayan, penghasilan yang diterima terkadang lebih besar dari Eropa.

Kompilasi Permainan nan Cepat, Fisik Menua dan Young Guns Berserakan.

Tak mampu lagi beradaptasi dengan permainan yang semakin cepat. Begitu alasan paling umum klub melepas legenda yang telah berumur. Baik dengan menjual ataupun tidak memperpanjang kontraknya.

Sepakbola sekarang memang lebih dinamis. Taktik yang diterapkan pelatih membutuhkan fisik prima dari sebelas pemainnya. High pressing menjadi tuntutan. Kemampuan jelajah jadi poin plus yang disorot dari seorang pemain. Alhasil, pemain-pemain 'tua' mulai tergusur dari status pemain inti. Kecuali mampu beradaptasi dengan posisi yang tak terlalu menuntut aktifitas fisik. Deep lying playmaker seperti Pirlo misalnya.

Akan tetapi, ketimbang meminta pemain senior untuk beradaptasi dengan posisi baru yang bisa jadi akan menimbulkan konflik, klub terkadang lebih memilih mendatangkan pemain yang lebih segar. Perhatian nilai transfer anak-anak muda sekarang. Ngeri! 50, 80, 120 juta adalah harga 'normal' akhir-akhir ini. Meski kemudian tak sedikit yang justru tenggelam, dihimpit beban harga transfer.

Ah, ada duit sih gampang. Tinggal tawar yang muda, lepas yang tua! Lumayan menghemat gaji.

**

Kesabaran dan kesetiaan bukanlah hal yang mudah ditemukan di sepakbola belakangan. Tipis harapan untuk melihat manajer membangun dinasti semisal Sir Alex Ferguson di Manchester United yang bertahan 26 tahun, dan Arsene Wenger (22 tahun). Atau pemain semodel Francesco Totti dan Paolo Maldini nan hanya bermain di satu klub sepanjang karir.

Kasus Messi adalah kasus khusus. Ketidakpuasan dengan manajemen ditengarai menjadi sebab. Di luar itu, tuntutan bisnis, tekanan meraih prestasi setiap musimnya, faktor taktis dan fisik bisa jadi adalah akar dari ketidakromantisan sepakbola.

Cinta memang ada, namun bukankah romantika tak selalu berakhir bahagia?

Salam Sepakbola.

Eh, Messi minat ke Inter tidak ya?

Curup,

26.08.2020

Muksal Mina Putra

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun