Mohon tunggu...
Muksal Mina
Muksal Mina Mohon Tunggu... Lainnya - Candu Bola, Hasrat Pendidik

Be a teacher? Be awakener

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Anakku Senang Sekolah! Entah Sampai Kapan

23 Juli 2020   21:27 Diperbarui: 23 Juli 2020   21:23 242
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
anak sekolah yang ceria. (foto : pixabay.com)

Apa gerangan sebabnya? Karena di sekolah banyak mainan? Bisa jadi. Gurunya baik? Mungkin. Pengalaman baru? Bisa juga. Benang merahnya adalah, di sekolah ada berbagai hal yang menyenangkan baginya. Memuaskan keingintahuan dan gairah pengetahuan.

Ada satu kalimat dari teman yang saya kira baik untuk direnungkan. Katanya, ketika anak bersekolah TK, sesungguhnya ia bukanlah pergi sekolah. Namun pergi ke taman. Bukankah taman adalah representasi sebuah tempat yang menawarkan keindahan dan kenyamanan? Maka wajarlah anak TK sangat senang. Kan ke taman! Bukan sekolah!

Namun, ketika lepas dari TK, sekolah tiba-tiba tak lagi menyenangkan. Tugas bertumpuk, materi yang banyak, PR setiap hari, ujian, mengubah wajah sekolah menjadi tempat yang menyeramkan. Sekolah berat, ui!

Belum lagi ketika di gerbang sekolah, orangtua melepas dengan berbagai wejangan. Jangan nakal, belajar yang rajin, awas nilai merah, dan lain-lain. Di Belanda, pesan orangtua adalah : selamat bersenang-senang!

ilustrasi siswa di sekolah (foto : pixabay.com)
ilustrasi siswa di sekolah (foto : pixabay.com)
Terkadang, konsep sekolah  yang menyenangkan tersebut  hanya berhenti pada jargon semata. Benarkah konsep menyenangkan dijadikan filosofi dalam sekolah? Dipahami, dimaknai dan diimplementasikan dalam setiap sendi kegiatan persekolahan.

Hingga kemudian anak jenuh. Sekolah adalah beban. Bunyi yang paling dirindukan adalah bel istirahat dan bel pulang. Hal paling menyenangkan adalah bertemu teman-teman. Kelas adalah ruang persegi yang sakral, tempat bertemu semua pengetahuan. Di luar itu? Hanya senda gurau belaka.

Saya penasaran, sampai kapan si sulung akan memaknai sekolahnya dengan ceria. Mensinonimkan sekolah dengan kata kegembiraan.

Ketika sekolah adalah beban, maka yang ada hanyalah rasa jemu.

Sungguhnya, tak ada anak yang tak senang belajar. Hilangnya minat belajar terkadang disebabkan oleh lingkungannya sendiri, entah orangtua ataupun sekolah. Hilang sudah rasa ingin tahu yang membuncah. Diganti dengan kejemuan tak berujung.

Anak yang terpuaskan rasa ingin tahunya akan mencoba untuk mencari lagi dan lagi. Mencoba menemukan kemungkinan-kemungkinan baru yang bisa ditempuh. Sayang sekali bila dahaga pengetahuan itu terhenti pada usia yang sangat dini sekali, dimusababkan oleh pola pengasuhan dan pendidikan yang salah.

Ah, saya teringat satu novel favorit, Totto Chan, karya Tetsuko Kuroyanagi yang terbit pada awal 2000an. Gambaran kegiatan di sekolah Tomoe Gokuen didalam novel itu sangat mengensankan. Sekolah yang kelasnya saja sudah menarik bagi anak, deretan gerbong kereta!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun