Pazza Inter, penyakit menahun
"Pazza Inter? No more"
Begitu jawaban Antonio Conter ketika diwawancarai selepas persemiannya menjadi pelatih anyar Internazionale awal musim ini.
Jawaban ini keluar begitu ditanya tentang "penyakit" Inter selama ini, yakni gemar berada pada situasi rumit pada kondisi-kondisi krusial, apakah akan berulang kembali pada masa kepemimpinan Conte.
Inter memang dikenal sebagai tim yang susah diprediksi ketika berada di situasi-situasi genting. Fans biru-hitam tentu sudah akrab dengan frasa Pazza Inter, dan sudah sering mengalaminya.
Ingat ketika Ronaldo Nazario menangis di Olimpico saat penentuan scudetto 2001/2002? Inter ada di puncak waktu itu. Hanya perlu menang untuk memastikan gelar juara. Namun malah kalah 4-2 dari Lazio.
Atau mungkin ketika penentuan kelolosan di Liga Champion dua musim terakhir harus dilakoni hingga partai terakhir yang tentu saja dramatis.
Pada musim ini, Inter kesulitan ketika berhadapan dengan pesaing  langsung dalam pacuan scudetto. Berhadapan dengan Lazio, Inter tumbang 1-2 setelah sempat memimpin 1-0. Melawan rival abadi, Juventus, Inter tumbang kandang-tandang. Alhasil, sekarang tergusur ke peringkat tiga setelah sempat memimpin klasemen beberapa pekan.
Pun situasi di Liga Champion yang kemudian membuat Inter terpaksa 'turun kasta' ke kompetisi 'kelas dua', Liga Europa. Keunggulan 2-0 malah ambyar menjadi 2-3 di kandang Borussia Dortmund. Wajib menang melawan Barcelona agar lolos ke 16 besar, Inter tumbang 1-2 di kandang sendiri dari Barca yang menurunkan 9 pemain cadangan!
Namun ada pula masa-masa seperti derby Milan yang lalu dimana nerazzuri ketinggalan 0-2 di babak pertama, lalu kemudian membalikkan keadaan menjadi 4-2. Atau , menang 2-3 atas Lazio di Olimpico untuk lolos ke Liga Champion pada partai terakhir 2017/2018 .