Mohon tunggu...
Ibra Alfaroug
Ibra Alfaroug Mohon Tunggu... Petani - Dikenal Sebagai Negara Agraris, Namun Dunia Tani Kita Masih Saja Ironis

Buruh Tani (Buruh + Tani) di Tanah Milik Sendiri

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Bukan Nasdem tapi Golkar yang Diwaspadai PDIP

10 November 2022   16:06 Diperbarui: 10 November 2022   19:58 251
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrated By: GoRiau.com

Benarkah Pemilu Serentak 2024, Sensi dan Tensi Seputar Pilpres Lebih Menarik dari Pilkada?

Santernya monuver politik Antar parpol dan elit partai, menyusun rencana 'akurasi' menuju suksesi 14 Februari di pemilu 2024 mendatang, sensasional dan penuh dengan intrik. 

Teka-teki politik, bahasan yang urgen dalam membaca peluang kemana arah partai berlabuh, kalkulasi sementara bersifat prediktif seberapa jauh potensi keberhasilan meraih kemenangan.

Menghitung persentase hasil dari suara pemilu, akan mempengaruhi eksistensi partai politik dan politikus tanah air. Menentukan nasib dari parpol dan karir politik, naik atau tenggelam ditingkat perpolitikan Nasional.

Hal ini tentunya berhubungan di hasil Pilpres dan Pileg, keterwakilan wakil rakyat di Senayan.

Dominasi suara parlemen, kaca pantul keberhasilan partai untuk bertahan dari kebijakan ambang batas 4%. Kesuksesan terbesar bila target tercapainya 20% kursi di parlemen, prasyarat untuk mengajukan Presiden tanpa dibayangi kebimbangan menjalin koalisi.

Bahasan seputar pilpres yang hangat dalam perspektif awamologi, hakikatnya demi keberlangsungan visi dan misi dari parpol dan politikus parpol.

Keberlangsungan dari keberadaan parpol, ditentukan dari sebuah taruhan, jagoan pada tataran tingkat nasional. Kemenangan presiden dan dominasi keterwakilan legislatif di senayan.

Maka, agenda pemilu serentak 2024, isu pilpres lebih gregetan jika dibandingkan dari isu seputar pencalonan/pemilihan dari kepala daerah. 

Isu pilkada kurang seksi bahkan kurang terekspos secara vulgar di media arus utama, perbincangan panas dibicarakan.

Agenda pemilu serentak, sepaket/barengan dengan pelaksanaan pilkada dan pileg tingkat daerah, secara tak langsung menarik perhatian. Mestinya jadi sorotan parpol dan elit pusat. Berkoalisi demi capres.

Asumsi subyektif, koalisi yang terjalin di tingkat nasional bisa saja terjadi berbeda koalisinya di tingkat daerah, koalisi dalam pengusungan bakal calon kepala daerah.

Koalisi pilpres tidak sehaluan dengan koalisi yang terjalin di pilkada. Bahkan bisa terjadi lawan menjadi kawan dalam berkoalisi.

Alhasil, gambaran dari dinamika politik yang mungkin berbeda ini. Tingkat sosialisasi dan promosi berbenturan, juru kampanye pusat dan daerah 'berseberangan'. 

Garis intruksi tak satu arah karena berbeda motif dan tujuan, mempengaruhi paketan yang akan digaungkan. Kampanye di daerah, pastinya lebih menjajakan jagoannya di daerah ketimbang jagoan yang berada di pusat. 

Disamping masih kentalnya pemahaman sempit pemilih, tahun politik ajang masyarakat jual mahal, kesempatan mengambil moment dan keuntungan dari para bakal calon. Khusus pilkada dan calon wakil rakyat tingkat daerah.

Bukan rahasia umum, istilah serangan fajar, kejar Shubuh, amplop Merah melekat pada setiap pilkda dan pileg tingkat daerah di masyarakat menjelang hari H. 

Sedangkan pada pilpres, miris dan sungguh ironis, kagak dapat apa-apa setiap pemilu.

Latar parpol pendukung di pilpres dan pilkada yang tidak sama dalam agenda pemilu serentak 2024, menarik disimak dan juga untuk dicermati. Jangan sampai koalisi pusat dan daerah, berlawanan. Hingga mempengaruhi daya tarik jagoan dalam kacamata pemilih.

Lantas, isu koalisi di pilkada monggo tuk dipertimbangkan, timbangan saat menjalin koalisi pada tataran tingkat elit. Kan sebaran pemilih ada disetiap daerah..

Bukan Nasdem tapi Golkar yang Diwaspadai PDIP

Kembali pada anggitan judul,yups lupakan analisa receh dari penulis diatas, "Bukan Nasdem tapi Golkar yang Diwaspadai PDIP."

Sejauh informasi politik yang berkembang, hanya Nasdem parpol yang sudah jelas mendeklarasikan dukungannya, kandidat di pilpres, Anis Baswedan.

Walau dukungan dari Nasdem, Anis masih goyah untuk meraih tiket pencapresan. Dan cenderung bisa batal, mesti menunggu dukungan dari parpol lain, kesepakatan dalam satu koalisi. 

Begitupun Ganjar, menanti parpol yang bersedia untuk mencalonkannya, PDI P-kah atau Golkar Cs. Prabowo masih akan diputuskan dengan kejelasan nota kesepakatan bersama dengan PKB.

Takutnya dari dinamis dan cairnya dunia politik seringkali terjadinya pengkhianatan dan juga perselingkuhan politik, prinsip itung--itungan ya untung---untungan, kan..

Prihal kemungkinan ini, pastinya buat PDI P, Golkar dan partai lain mengantisipasi kemungkinan dalam ketidakpastian berpolitik. Hematnya, berpikir kearah itu. Selektif dan jeli melihat peluang, tidak terburu-buru dalam mengambil keputusan khususnya dalam menentukan calon presiden.

PDI P dan Golkar tampaknya memperhitungkan langkah dan tindakan, seperti membaca ritme politik yang sedang berkembang. Salah satunya tidak terburu soal pengusungan capres. Bisa dianggap kedua partai sedang saling intai. 

Mengukur potensi sosok capres dan cawapres yang diusung. Golkar sebagai partai besar, bersejarah, memiliki kader-kader hebat, punya nama, dan telah membangun koalisi bersama PAN dan PPP, rivalitas yang patut dipertimbangkan oleh PDI P.

Dibandingkan pergerakan Nasdem, sepak terjang Golkar-lah yang tampaknya yang diwaspadai bagi PDI P untuk tidak cepat mengambil keputusan, disamping keberadaan Gerindra dan PKB yang membayangi.

Salam

#hanya asumsi semata

#tolak isu SARA

#pemilu damai 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun