Mohon tunggu...
Ibra Alfaroug
Ibra Alfaroug Mohon Tunggu... Petani - Dikenal Sebagai Negara Agraris, Namun Dunia Tani Kita Masih Saja Ironis

Buruh Tani (Buruh + Tani) di Tanah Milik Sendiri

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Buruh Tani di Tanah Milik Sendiri

8 Juli 2021   13:01 Diperbarui: 8 Juli 2021   13:04 501
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

4. Fenomena image PNS profesi yang menjanjikan dalam sebuah karir, sehingga banyak orang tua menjual tanah demi anak mereka. 

5. Kebutuhan mendesak, baik karena hutang atau karena sesuatu yang bersifat mendesak.

6. Iming-iming pihak pembeli.

7. Dan masih banyak lainnya yang terkadang melatarbelakangi mengapa petani banyak menjual lahan mereka.

Berdasarkan fenomena inilah justru dapat menimbulkan mengapa aktivitas bertani mulai berkurang diminati generasi berikutnya. 

Dan justru mencari pekerjaan lain. Sebagai buruh pabrik, pekerja separuh waktu dan menjadi TKI, atau profesi lain. Rela meninggalkan pekerjaan ini, pekerjaan yang pernah dilakukan para leluhur.

Urbanisasi pun bisa dianggap karena ini juga, menurutku.

Selain memang bekerja petani selalu penuh dengan ketidakpastian dalam hal masa depan. Harga dan pemasaran prihal yang erat mempengaruhi para petani tempat tinggal penulis.

Dalam artian banyak penduduk bukan lagi sebagai pemilik lahan yang sah. Tapi menjadi penggarap lahan yang dimiliki orang lain, tuan tanah. Dahulu kala merekalah pemilih sah lahan tersebut sebelum diperjual belikan kepada pihak lain. 

Melainkan sebagai penggarap lahan yang dimiliki sang tuan tanah, dalam bahasa kampungku kami sebut dengan nama"parwan" dengan sistem bagi hasil antara penggarap dan pemilik lahan. Sesuai perjanjian yang telah mereka sepakati secara bersama.

Menjual lahan ini secara tidak langsung menjadikan masyarakat seperti menjadi buruh di tanah milik sendiri, tanah yang dahulu mereka miliki. Namun dijual kepada orang lain. Yang rata-rata orang menengah keatas dan pejabat daerah setempat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun