Mohon tunggu...
Ibra Alfaroug
Ibra Alfaroug Mohon Tunggu... Petani - Dikenal Sebagai Negara Agraris, Namun Dunia Tani Kita Masih Saja Ironis

Buruh Tani (Buruh + Tani) di Tanah Milik Sendiri

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Fenomena "Jamur" Janda di Bawah Umur dengan Teknologi, Janda Bolong dan Batu Akik

3 Maret 2021   19:07 Diperbarui: 4 Maret 2021   10:50 914
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrated by apkpure.com

Janda Dibawah Umur (janda dibawah umur) Antara Realita dan fenomena

Miris, tinggi angka perceraian bagi pengantin baru yang belum matang secara Psikologi menjadikan permasalahan serius mesti menjadi tantangan pemerintah daerah untuk melakukan upaya pencegahan secara intensif.

Melalui kebijakan pemerintah yang tertuang pada UU 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas UU 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Menjelaskan batas minimal umur perkawinan bagi wanita dipersamakan dengan batas minimal umur perkawinan bagi pria, yaitu 19 (sembilan belas) tahun.

Jadi meningkatnya angka perceraian justru terjadi pada balia sekarang ini. Dilihat secara usia, tataran usia anak SMA bahkan SLTP. Sungguh amat disayangkan.

Yang masih panjang jalan untuk menggapai mimpi, dan masih dalam/perlu tumbuh dan kembang, belum matang dari beberapa sisi kesiapan.

Dasar hukum inilah menjadi pertimbangan penting untuk diingat bagi orang tua dan para remaja bahwa prihal kesakralan pernikahan bukan hanya bertujuan sesaat. 

Bukan hanya didorong oleh hasrat biologis semata, pelepas status identitas KTP belaka, atau dorongan lingkungan dalam bentuk penerimaan status masyarakat, yang terkadang membedakan status sosial (status kawin/belum kawin) dalam urusan tertentu.

Dan bagi unit pemerintah yang membidangi penyelenggaraan urusan pernikahan untuk mensosialisasikan undang-undang tersebut kepada masyarakat. Sehingga masyarakat lebih memahami nilai kesakralan sebuah pernikahan.

Yang mendorong seseorang untuk buru-buru berlabuh menuju pelaminan tanpa pertimbangan. Khususnya para remaja. Secara usia belum matang dari berbagai sisi kesiapan perkawinan.

Fenomena Jamur (janda dibawah umur) misalnya, adalah realita yang hadir didepan mata. Dari ketidaksiapan perkawinan itu sendiri. Tidak siap atau belum memahami konsekuensi perkawinan secarah utuh, menurutku.

Mungkinkah, fenomena ini berkaitan dengan perkembangan dunia teknologi, membuat akses informasi vulgar merambah pada pola pikir remaja sekarang, matang terlalu dini dibidang mantap-mantap, apa itu daya tarik lawan jenis.

Korelasi Arus Teknologi Bak Pisau Bermata Dua Bagi Para Remaja Desa

Derasnya laju teknologi seakan memberikan kontribusi negatif pada perkembangan remaja ditandai semakin marak remaja berprilaku diambang batas kewajaran. 

Mengutip konsep teori Sigmund Preud teori gunung es, yang terlihat pada puncak gunung hanya kecil sepintas, ketika semakin digali kebawah kedasarnya semakin jelas permasalahannya.

Begitu juga konteks teknologi sekarang yang disikapi secara penyalahgunaan. Belum pandai berteknologi, sehingga budaya luar yang tak pantas untuk orang timur ditelan tanpa dikunyah merambah pada kalangan remaja.

Pendek kata remaja kita saat ini sangat rentan sebagai korban penyalahgunaan teknologi. Korban dari teknologi itu sendiri. Naiknya angka-angka kenakalan remaja buah hasil dari budaya filter yang jelas kurang bahkan tidak sama sekali.

Untuk itu teknologi secara tak langsung berkorelasi dengan perkembangan psikologi remaja. Realita prilaku remaja cenderung mengalami penurunan dari sudut pandang tata nilai yakni secara etika dan norma.

Perubahan perilaku yang selama ini identik pada wilayah perkotaan telah menyasar ke perkampungan, termasuk tempat penulid. Yang selama ini kental akan budi pekerti luhur, taat budaya dan sebagainya. Justru perubahan cara pandang remaja pedesaan tambah jauh berantakan.

Berangkat dari problem inilah bisa jadi ada keterkaitan teknologi dengan tingginya Jamur (janda dibawah umur). Pernikahan dini, hamil diluar nikah bukan barang aib, pelecehan seksual remaja kampung, dan pergeseran sisi-sisi lainnya. Dampak yang tidak bisa dihindarkan. Dan mesti menjadi kecemasan bersama, jangan-jangan lost generation benar akan terjadi.

Teknlogi bak pisau bermata dua, satu sisi memberikan kebaikan, disisi lain memberikan keburukan. Artinya daya filter remaja kita yang masih tergolong lemah. Lemah membedakan mana yang baik dan buruk,  yang berbahaya untuk ditiru dan yang tidak.

Kembali pada fenomena Jamur serta marak pernikahan dini. Secara kultur, pernikahan dini sudah ada pernah dari zaman nenek moyang loh. Telah dikenal dengan sistem perjodohan seperti kisah cerita pada Siti Nurbaya.

Siapa yang sudah dianggap telah pantas, juga terkadang telah dipersiapkan oleh para tetua, bedanya pada fenomena Jamur sekarang, pada sisi pernikah dini lebih awet status perkawinannya. Mungkin, zaman dulu adat budaya pedoman ikatan sakral, versiku. Atau akses informasi dulu tidak segamplang pada saat ini. Tabu atau aib hal-hal yang bersifat gituan?

Nah, fenomena Jamur yang cukup serius dilihat dari sisi dampak yang menyertainya, persoalan tak kalah menarik buat pemerintah untuk menanggapi secara lebih serius lagi bukan.

Penutup, mungkinkah fenomena Jamur bisa menurun dimasyarkat seperting turunnya keviralan Janda Bolong dan Batu Akik yang sempat naik melambung, lalu turun, senyap, hingga hilang di peredaran?

Atau jangan-jangan Janda Bolong metamorfosis dari Jamur korban dari si akik-akik, entahlah.

SALAM

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun