Mohon tunggu...
Mukhnizar Sabri
Mukhnizar Sabri Mohon Tunggu... -

Kerinci, Praktisi Pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Suamiku Pemerkosa Berdarah Dingin

23 Februari 2014   15:25 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:33 452
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Perbuatan keji yang paling dibenci Annisa dimuka bumi ini adalah perkosaan. Sebab, perkosaan itu lebih kejam dari pembunuhan. Perkosaan menyebabkan orang mati sebelum nyawanya melayang. Itu juga menyebabkan orang tak merasa hidup meski masih bernafas. Menyebabkan orang menderita seumur-umur. Menyebabkan merasa tak ada meskipun masih ada.

Emosi Nisa tersulut berita infoteiment. Sembilan anak ingusan, baru duduk di esempe memperkosa teman wanita sekelasnya, sekaligus merekamnya. Gila! Di negeri ini, berjemaah bukan shalat saja. Korupsi juga berjemaah. Memperkosa pun berjemaah. Ini ulah keseringan nonton  video “gitu-gituan”. Ah, sudahlah pikirnya. Kejahatan itu selalu ada, tidak saja sekarang, tapi juga dulu dan yangakan datang. Tidak hanya di sini, tapi juga di situ dan di sana. Meskipun hukuman mati diberlakukan, kejahatan takkan punah. Yang mati adalah pelaku. Kejahatan tetap ada, sepanjang masa.

Kejahatan itu bisa menimpa siapa saja. Pada dia sendiri atau pada siapa saja. Jenisnya macam-macam. Tuhan Maha Adil. Setiap kali ada yang menzaliminya, selalau ada sosok baik yang dikirimkan-Nya. Begitulah! Beberapa hari setelah  peristiwa yang membuat ia hampir bunuh diri itu, lelaki yang ia tolak cintanya datang melamarnya. Mereka menikah enam minggu setelah peristiwa itu.

Satu hal yang ditakutkan Nisa adalah terbongkar rahasia terbesarnya. Itu mungkin terjadi pada malam pertamanya. Tak elok disebutkan secara vulgar penyebabnya. Tau sendirilah. Beruntungnya tidak. Nayatanya, justru Nisa terbangun dengan perasaan senang sekaligus heran. Tak ada masalah dalam malam pertamanya itu. Wawan, suami yang disampingnya masih pulas. Lelah seperti usai kerja keras.

Masalah justru mencul setelah itu. Makin hari makin terasa. Jauh dalam lubuk hatinya. Perasaan bersalah mendera. Paling tidak, saat mereka sedang asyik bersatu. Nisa merasa menjadi manusia penipu, tak jujur pada suami. Pada saat yang sama, rasa dendam semakin membara pada orang yang menciderai hidupnya. Celakanya, ia tak pernah tau sosok jahat itu.

Anak pertamanya, bernama Messi (Wawan penggemar Leonel Messi) lahir delapan bulan setelah perkawinan mereka. Untungnya anaknya tak termasuk lahir prematur. Logika tersembunyinya tentu normal, zahirnya bisa dipertanyakan. Tidak! Wawan tidak mempertanyakan itu. Tidak akan. Anak kedua, Desy lahir setelah jeda  dua setengah tahun. Si bungsu Randy, lahir tiga tahun berikutnya.

Wawan di mata Nisa adalah lelaki paling baik yang pernah ia temukan. Ia merasa wanita paling beruntung di muka bumi ini. Ia satu dari sedikit wanita yang mendapatkan suami yang menyayangi dan menerima isterinya dengan tulus. Apa adanya. Dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Tidak cepat curiga, dengan “ada apanya” seperti yang ia sendiri khawatirkan. Menyayangi anak sepenuh hati. Tak beda anak laki-laki dengan perempuan. Sama antara anak pertama dengan yang berikutnya.

Ketika melamar Nisa, Wawan memang berjanji dengan sepenuh hati, akan menerima Nisa seperti apa adanya. Tak Cuma senang dengan kelebihannya, terutama yang ditekankan Nisa : Tidak mempermasalahkan kekurangannya. Apa karena komit dengan janji pada Nisa sehingga seolah tak ada masalah dalam perkawinanya dengan Nisa? Atau Kadri memang tak menyadari dan tak tau kekurangan Nisa? Pada hal hilangnya yang satu ini, sesungguhnya tak dapat diterima laki-laki umumnya? Mungkin. Tapi, terlalu naïf kalau menganggap Wawan makhluk dungu. Tak tau tanda-tanda “barang” bekas. Ah, tapi sudahlah! Tak baik mempersoalkan masalah keluarga orang lain. Toh mereka sendiri menganggap tak ada yang jadi soal.

*********

Berita perkosaan muncul lagi di infoteiment. Hebohnya, kali ini yang jadi korban adalah artis yang lama malang melintang di balantika dunia hiburan. Pelakunya, sesuai inisialnya YS, dikait-kaitkan dengan RA, aktor sinetron pendatang baru. Perbedaan umur kayak ibu dan anak ini menambah seru gossip ini. Kenangan pahit yang dialami Nisa menjelma kembali.

“Aku ingin tahu apa tanggapan Mas, selaku laki-laki atas perkosaan itu,” tanya Nisa kepada Wawan.

“Ah, itu cuma strategi artis yang sudah redup saja,” tanggap Wawan enteng.

“Atas perkosaan itu sendiri?” lanjut Nisa.

“Ya…. ya… apa….tak baguslah,” jawab Wawan sekenanya. Ia tak siap menjawab pertanyaan yang menohok itu.

“Sebagai wanita, perbuatan itu tak termaafkan. Aku akan tuntut dunia akhirat!” tegas Nisa.

Muka Wawan menjadi merah padam mendengar pernyataan Annisa. Ternodakah kehormatan laki-lakinya oleh pernyataan  Annisa. Atau mungkin karena Wawan justru pernah merenggut kehormatan perempuan? Ah jangan cepat-cepat berprasangka dulu. Kalau memang benar, sepandai-pandai menyimpan sesuatu yang busuk, suatu saat akan tercium juga. Lihat saja nanti.

*********

Wawan akan berangkat ke kantornya. Nisa mengantarkan Wawan hingga teras rumah. “Mungkin aku terlambat pulang hari ini. Ada pertemuan sambil makan malam dengan rekanan,” kata Wawan. “Jaga diri kamu dan anak-anak dengan baik” pesannya pada Nisa.

Nada pesan berbunyi pada ponsel Nisa. Ada SMS dari nomor yang tak diketahui Nisa. Bunyinya : “Sungguh, aku merasa sudah berbuat sesuatu yang fatal. Tak termaafkan oleh siapapun. Aku merasa sangat bersalah. Perasaan itu bertahun-tahun menderaku. Aku ingin menebusnya. Tapi tak tau bagaimana cara yang kau mau.”

Waaaw hebat benar laki-laki ini. Kalau dia tidak pengecut, mengapa ia dulu tak bertanggung jawab, pikir Nisa. “Aku akan memukulmu dengan tanganku sendiri. Cukup sampai cacat. Tidak mati. Agar kau tau rasa menderita.” balas Nisa.

“Oke! Aku siap menerima balasan darimu. Sepedih apapun sisksan itu. Dengan itu aku akan tenang dan bahagia. Kau dapat lakukan itu jam 20.00 malam nanti di belakang rumahmu.”

Nisa baru ingat, waktu itu adalah persis jam, tanggal dan bulan kejadian itu sepuluh tahun lalu.

Diam-diam Nisa menuju ke belakang rumah pas lima menit menjelang jam 20.00. “Tak boleh seorangpun tau kejadian ini. Untungnya Mas Wawan juga sedang tak di rumah,” bisiknya dalam hati. Cahaya lampu di belakang rumah cukup untuk sekedar menuntun Nisa melakukan pembalasannya. Di atas sebuah batu duduk sosok yang tak diketahui Nisa. Ia menyadari kedatang Nisa. Kini Nisa sudah berada tepat di depan batang hidung lelaki itu.

“Hei bangsat! Kamu jangan sok bertanggung jawab!” Nisa geram. “Plaaaak…” tamparan tangan kanan Nisa mendarat di pipi. Kacamata hitam yang dipakainya terpelenting jauh. “Plaaak…” tamparan tangan kirinya menyusul. Topi kayak yang dipakai aktor koboi, melayang. “Buuuk….” ujung kaki Nisa pas mengena ulu hatinya. “Uuuuk” lelaki itu terjungkal dan meradang. Telinga Nisa menangkap suara tak terduga. Walau hanya berbunyi “Uhhh” Nisa seperti mengenal suara itu. Nisa menyalakan layar ponselnya : Mas Wawan??????

************


Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun