Mohon tunggu...
Mukhlis
Mukhlis Mohon Tunggu... Guru - Guru SMA Negeri 1 Lhokseumawe

Penulis Buku: Teknik Penulisan Puisi, Teori, Aplikasi dan Pendekatan , Sastra, Pendidikan dan Budaya dalam Esai, Antologi Puisi: Lukisan Retak, Kupinjam Resahmu, dan Kutitip Rinridu Lewat Angin. Pemimpin Redaksi Jurnal Aceh Edukasi IGI Wilayah Aceh dan Owner Sastrapuna.Com . Saat ini Bertugas sebagai Guru SMA Negeri 1 Lhokseumawe

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Melihat Kembali Pembelajaran Bahasa Indonesia di Perguruan Tinggi

5 Januari 2024   18:26 Diperbarui: 6 Januari 2024   13:14 715
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Mahasisswa STIkesMu Lhokseumawe, Sedang Belajar Menulis , Sumber: Dokumen Pribadi

Oleh: Mukhlis, S.Pd., M.Pd.

Tahun ini merupakan  kesekian kalinya penulis diminta untuk mengajar matakuliah Bahasa Indonesia  di perguruan tinggi.  Pekerjaan ini sudah penulis lakukan sejak 15 tahun  berlalu. Hampir semua perguruan tinggi yang dekat dengan lokasi tinggal penulis, penulis selalu menenpatkan diri untuk mengajar matakuliah tersebut.

Sebenarnya, sebelum menjadi guru pengasuh mata pelajaran Bahasa Indonesia padatingkat SMA, penulis sempat mengajar di pergurauan tinggi swasta di Aceh pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) dengan Program Studi Bahasa, Sastra Indonesia dan Daerah.  Berbagai matakuliah sudah penulis pelajari dan ajarkan kepada sejumlah mahasaiswa dalam rentang waktu yang panjang. 

Matakuliah yang penulis asuh  banyak berhubungan dengan  sastra, pendidikan, dan matakuliah Bahasa Indonesia sebagai pengantar pada fakultas lain yang ada di perguruan tinggi tersebut. Rasanya agak berlebihan, jika penulis  mengatakan  bahwa mata kuliah Bahasa Indonesia di perguruan tinggi sudah menyatu dengan penulis.  Dalam waktu yang lama dengan jumlah jam tayang tinggi, mengajar matakuliah tersebut membuat penulis semakin optimis. 

Sudah menjadi kebiasaan penulis ketika mengajar, apapunn materi yang diajarkan penulis selalu melakukan sebuah skemata terhadap materi yang akan diberikan. Hal ini perlu dilakukan untuk mengetahui seberapa jauh pemahaman mahasiswa terhadap  materi yang akan dipelajari. Jawaban dari skemata yang diberikan   mahasiswa akan dijadikan  rancangan pembelajaran untuk materi selajutnya. 


Kegiatan ini dilakukan untuk penyusunan rencana pembelajaran berkelanjutam. Biasanya, penulis membuka skemata   tersebut melalui beberapa pertanyaan. Pertanyaan-pertanyaan tersebut diberikan lewat komunikasi yang bersahabat. Seolah-olah pertanyaan yang diberikan tidak  bermanfaat terhadap materi pembelajaran. Akan tetapi, hal ini  menjadilkan pertanyaan tersebut  sebagai blue print pembelajaran pada pertemuan lanjutan. 

Adapun pertanyaan yang penulis ajukan adalah mengapa Kalian perlu mempelajari Bahasa Indonesia  di perguruan tinggi? Bukankah Kalian   mempelajari  Bahasa Indonesia  sudah 12 tahun sejak dari kelas 1 s.d kelas 12 sekolah menengah?  

Kemudian   ada yang selama ini menggunakan Bahasa Indonesia sebagai bahasa Ibu, lalu kenapa lagi harus dipelajari di perguruan tinggi?  Ketika pertanyaan tersebut diajukan, banyak mahasiswa yang terdiam , tidak tahu menjawab apa yang mesti dijawab. Sekilas terlihat mereka diam sambil bertatapan dan merunduk menghidar dari sasaran pertanyaan yang diajukan.  Berdasarkan kondisi tersebut penulis menduga ternyata ada yang salah dengan pembelajaran Bahasa Indonesia  yang dipelajari mahasiswa, ketika mereka berada pada jenjang wajib belajar selama 12 tahun. 

Setelah penulis menggali lebih dalam melalui wawancara dengan beberapa  mahasiswa yang mengikuti matakulia tersebut.  Ternyata pembelajaran yang  dialami sebelumnya lebih dominan pada penguasaan konsep.  Setiap hari mereka dicecoki dengan sejumlah pengertian  yang ada di buku paket. 

Segala bentuk praktik sangat minim dilakukan terutama yang berkaitan dengan keterampilan membaca dan menulis.  Lebih lanjut, walaupun kurikulum sudah diatur secara estafet sesuai dengan kebutuhan usia, pola pikir dan pertumbuhan raga. Namun pembelajaran tetap masih berfokus pada penguasaan konsep sebagai pengeathuan utama. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun