Pagi itu, udara di Dataran Tinggi Dieng terasa menggigit. Jarum jam menunjukkan pukul 06.10 WIB ketika saya tiba di kawasan Candi Arjuna. Seperti yang sudah diduga, ribuan orang memadati lokasi, sebagian besar datang dari luar kota. Mereka berburu momen langka: menyaksikan embun es yang membeku di rerumputan, atap rumah, dan dedaunan. Fenomena ini dikenal luas dengan nama embun upas.
Ya, es di Dieng telah menjadi primadona wisata tahunan. Setiap musim kemarau, biasanya sekitar Juli hingga Agustus, suhu di dataran tinggi yang berada lebih dari 2.000 meter di atas permukaan laut ini bisa turun drastis, bahkan di bawah nol derajat. Hasilnya, Dieng berubah seolah menjadi negeri es. Banyak yang menyebutnya "Ranu Kumbolo-nya Jawa Tengah".
Namun di balik keramaian wisata dan deretan foto Instagramable yang beredar di media sosial, ada cerita yang berbeda. Cerita dari para petani lokal, yang pagi itu juga saya temui di ladang. Seorang petani muda menyampaikan keluhannya. "Mas, tanaman kentang saya rusak karena es," ujarnya.
Apa sebenarnya yang menyebabkan es bisa merusak tanaman?
Penjelasan ilmiahnya cukup sederhana. Daun tanaman mengandung air. Saat suhu turun ekstrem dan embun di pagi hari membeku, air di dalam jaringan daun juga ikut membeku. Masalahnya, air memiliki sifat anomali: volumenya justru bertambah ketika membeku.
Akibatnya, tekanan dari dalam akan membuat jaringan mikro pada daun pecah atau rusak. Itulah yang membuat daun terlihat layu dan akhirnya mati. Jika fenomena ini terjadi terus-menerus, bukan tidak mungkin seluruh tanaman bisa gagal panen.
Di sisi lain, fenomena es ini juga membawa berkah ekonomi dari sektor pariwisata. Hotel dan homestay penuh, warung makan ramai, dan hasil bumi laris diborong wisatawan.
Namun tetap saja, bagi para petani, kerusakan tanaman bukan hal sepele. Ini menyangkut penghidupan dan masa depan keluarga mereka.
Saya lalu melempar pertanyaan terbuka kepada teman-teman mahasiswa dan peneliti: bisakah kita mencari solusi teknologi sederhana yang mampu melindungi tanaman dari suhu ekstrem ini?