Mohon tunggu...
Muis Sunarya
Muis Sunarya Mohon Tunggu... Lainnya - Menulis tentang filsafat, agama, dan budaya

filsafat, agama, dan budaya

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Kenapa Mesti Takut Filsafat?

31 Januari 2019   16:58 Diperbarui: 4 Februari 2019   18:01 319
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Malam hari ia melihat ke angkasa. Ada bintang nun jauh di sana. Amat banyak menghias angkasa. Bercahaya. Indah. Tapi syukur Ibrahim tidak ingin terbang dan menari. Jauh tinggi ke tempat bintang berada.

Lain malam, ia melihat bulan. Lebih terang daripada bintang. Lebih besar pula. Lebih terang juga cahayanya. Tapi syukur juga Ibrahim tidak minta diambilkan bulan dan minta untuk memeluknya.

Pagi hari, Ibrahim melihat matahari. Besar juga. Sinarnya menghangat. Agak siang malah menyengat. Tapi itu semuanya menghilang. Bintang dan bulan menghilang dengan datangnya siang. Matahari pun pulang ke peraduan saat gelap menjelang.

Ibrahim ragu. Tadinya itu semua dikira Tuhan. Ternyata bukan. Akhirnya, ia yakin di balik itu semua ada yang mengatur. Suatu yang gaib, tapi nyata. Tidak teraba tapi terasa. Tidak terlihat, tapi ada. Itulah Kebenaran. Tuhan.

Petualangan filosofis Nabi Ibrahim mencari Tuhan ini diabadikan dalam Alquran. Kitab suci umat Islam.

Mencari Tuhan versi Ibrahim. Ini mengingat pada roman filsafat yang ditulis oleh Ibn Thufail, filsuf Islam. Novel bergendre filsafat ini berjudul Hayy Ibn Yaqzan (Hidup Anak Bangun).

Membaca novel ini seperti membaca novel pada umumnya. Asyik. Menarik. Ceritanya mengalir. Terasa seperti tidak sedang membaca buku filsafat. Tapi tentu seterusnya mulai njelimet. Banyak term-term filsafat muncul.

Poinnya adalah baik itu Ibrahim. Juga Hayy Ibn Yaqzan sama-sama dapat menemukan Kebenaran, Tuhan lewat proses kerja filsafat. Hanya berbeda setting, alur cerita dan tokoh cerita, tentu saja. Ujungnya sama: Menjelaskan filsafat. Belajar filsafat.

Itu kerja filsafat yang paling sederhana. Paling awal. Bertanya. Meragukan sesuatu. Memverifikasi. Untuk meneguhkan keyakinan. Mencapai Kebenaran.

Anak saya mendengarkan saja. Matanya tak berkedip. Mungkin mulai tertarik cerita saya tentang filsafat. Atau saking mulai pening kepalanya. Tapi sesekali menguap. Ngantuk mungkin. Atau karena otaknya mulai bekerja. Mengeluarkan energi. Berpikir. 

Sambil saya perlihatkan buku novel filsafat Hayy Ibn Yaqzan dari rak (lemari) buku, saya berikan ke dia. Anak saya terkesiap. "Oh...Ayah punya bukunya?", dia bertanya tapi menegaskan. Dan dia meraih buku itu dari tangan saya. Membolak-balik, melihat-lihat cover buku novel itu. (Bersambung).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun