Mohon tunggu...
Muh Zein
Muh Zein Mohon Tunggu... -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Belajar Bijak dari Karya Cak Nun

26 Juli 2017   13:28 Diperbarui: 26 Juli 2017   14:19 317
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Coba bandingkan dengan kondisi saat ini. Kabarnya, di sejumlah kota di Jatim, banyak klub senam ibu-ibu PKK yang mendatangi para calon anggota dewan. Mereka berjanji akan memilih anggota dewan tersebut asal dia sudi mengucurkan bantuan dana.

Ternyata, satu klub senam tidak hanya mendatangi satu calon atau satu partai. Satu klub senam bisa berjanji (atau membual) pada beberapa calon atau partai.

Fenomena ini setidaknya menunjukkan jika masyarakat sudah cerdas dan tidak sudi dikibuli politik uang. Lebih dari itu, mereka malah memperdaya banyak politisi dan partai. Jika dulu, yang main politik uang adalah politisi. Saat ini, elemen masyarakat yang "menguangkan politik".

Menyentil Religiusitas

Buku ini memiliki bidang bahasan yang berlapis-lapis. Keistimewaan ini tentu tak lepas dari pengetahuan dan pengalaman Cak Nun yang beraneka rupa dari berbagai sisi.

Pria yang kini berdomisili di Kadipiro Yogyakarta ini adalah seorang pengamat negara, budayawan, seniman, dan sering juga ditahbiskan orang sebagai pemuka agama. Maka itu, dia tak hanya sanggup memelototi perkara teknologi modern, ekonomi pasar, politik hingga kultur. Namun juga menyentil soal religiusitas.

Di esai Berkatalah Sufi: "Ia mati, Alhamdulillah"(hal: 234), terdapat pandangan yang satir sekaligus sufistik. Betapa saat ini sebagian orang masih berpikiran bahwa kenyaman hidup yang bersifat materi adalah tujuan utama. Manusia ikhlas bersusah payah untuk mendapatkan hidup yang serba foya-foya di masa datang.

Bahkan, ibadah bukan lagi menjadi suatu yang sakral atau ruang intim antara Tuhan dan hamba. Melainkan sudah menjadi semata-mata alat atau sarana meminta semua yang enak-enak di dunia ini. Agama jadi cermin materialisme yang didekap makhluk. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun