Mohon tunggu...
Muhammad Viki Riandi
Muhammad Viki Riandi Mohon Tunggu... Founder Komunitas Sayang Jiwa dan Otak | Founder Lingkar Yatim Khatulistiwa

Seorang hamba yang sangat bergantung pada Rabb-nya

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Semakin Akrab, Semakin Kehilangan Adab

13 Oktober 2025   11:42 Diperbarui: 13 Oktober 2025   11:42 21
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi ( Sumber: https://id.pinterest.com/ )

"Jika kita menoleh pada ajaran agama, khususnya Islam, kita menemukan keseimbangan yang indah. Rasulullah Shalaullahu Alaihi Wa Sallam menunjukkan bahwa kedekatan tidak pernah menjadi alasan untuk melupakan adab. Beliau bercanda dengan sahabat-sahabatnya, tetapi tidak pernah melukai. Beliau dekat dengan keluarga, tetapi tetap lembut dan penuh penghormatan. Hadits yang masyhur mengingatkan kita, "Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata baik atau diam." Prinsip ini sejalan dengan temuan ilmiah bahwa kata-kata yang positif dan sikap penuh hormat adalah perekat utama dalam hubungan jangka panjang."

Fakta menarik lain datang dari dunia neuropsikologi. Penelitian di Frontiers in Psychology (2019) menemukan bahwa pengalaman emosional negatif yang berasal dari orang terdekat justru lebih berdampak pada otak dibandingkan pengalaman yang sama dari orang asing. Artinya, satu ucapan menyakitkan dari sahabat, keluarga, atau pasangan dapat membekas lebih lama dan lebih dalam dibandingkan dari orang lain. Inilah mengapa adab dalam hubungan dekat menjadi begitu penting..

Pada akhirnya, setiap hubungan manusia, baik pertemanan, keluarga, pekerjaan, maupun ikatan sosial yang lebih luas akan selalu menuntut keseimbangan antara kedekatan dan penghormatan. Kita bisa saja merasa akrab, nyaman, bahkan seakan tanpa batas dengan seseorang. Namun, justru di situlah ujian adab sesungguhnya. Kedekatan bukanlah alasan untuk mengabaikan sopan santun, bukan pula pembenaran untuk mengucapkan kata-kata yang melukai atau bersikap sewenang-wenang.

"Dari kajian psikologi sosial, kita belajar bahwa hubungan yang sehat dibangun atas dasar mutual respect, penghargaan timbal balik. Ketika keakraban melampaui batas tanpa etika, yang terjadi bukanlah kedalaman hubungan, melainkan keretakan yang pelan-pelan merusak kepercayaan. Dari perspektif agama dan nilai-nilai moral, kita diajarkan bahwa adab lebih tinggi daripada sekadar ilmu dan perasaan. Sebab adab adalah cara menjaga diri, menjaga orang lain, dan menjaga kualitas ikatan yang terjalin."

Maka, yang bisa kita pelajari adalah bahwa kenyamanan dalam hubungan tidak boleh membuat kita kehilangan kontrol. Kita perlu melatih diri untuk tetap menjaga tutur kata, menghargai ruang pribadi, menempatkan sikap pada waktunya, serta tahu kapan harus bercanda dan kapan harus serius. Sederhana, tetapi sering terlupakan: akrab itu indah, tapi santun membuatnya lebih berharga.

Dengan demikian, seharusnya kita bersikap tidak hanya dengan perasaan, tetapi juga dengan kesadaran. Kesadaran bahwa setiap kata bisa membangun atau meruntuhkan, dan setiap sikap bisa menguatkan atau melemahkan. Jika adab tetap menjadi fondasi, maka keakraban akan melahirkan ketulusan, bukan kepahitan. Jika akhlak tetap dijaga, maka hubungan yang dekat tidak akan membuat kita lalai, melainkan semakin menumbuhkan rasa hormat yang mendalam.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun