Mohon tunggu...
Mohammad Rafi Azzamy
Mohammad Rafi Azzamy Mohon Tunggu... Seorang Pelajar

Menjadi manusia yang bersyukur dengan cara bernalar luhur dan tidak ngelantur | IG : @rafiazzamy.ph.d | Cp : 082230246303

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Fenomena Disfungsi Akal: Rekayasa Sosial dan Awal Kebangkitan Kaum Neo-Millenial

1 November 2020   16:30 Diperbarui: 1 November 2020   16:46 143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Saya (kiri) dan para kaum Neo-Millenial di LSF Discourse Malang

"Ketika bangsa sudah disfungsi akal, terlena oleh rekayasa sosial, pikiran tak lagi dipergunakan, generasi muda sudah mengalami kematian penalaran, maka di situlah kaum Neo-Millenial ber-peran"

Apa yang disebut millenial, telah menjadi subtitle baru yang disematkan kepada anak-anak generasi muda di era distrupsi, yang menjadikan heran, tak ada demakrasi kualitas pada istilah millenial ini, menjadi suatu masyarakat tanpa kelas tapi tidak cerdas, saya mencoba mengenalkan bagaimana konsep singkat kaum Neo-Millenial ini saya sah kan di pikiran saya.

 Berangkat dari analisis-skeptis (analisa menggunakan keraguan) terhadap fenomena dekadensi Moral dan Intelektual pada generasi Millenial, saya menemukan suatu diskursus problematis yang mengarah pada suatu gaya hidup hedonis. Hal tersebut berhasil membuat suatu rentetan kausal (sebab-akibat) dalam gejala-gejala unmoral, dis-intelektual, malah yang diusung adalah suatu kesenangan individual yang secara tautologis men-disfungsikan akal.

 Mengapa fenomena tersebut tak menjadi suatu pembahasan inklusif-komprehensif? Malah justru menjadi pembahasan yang biasa dan tak berasa?

"Bencana terbesar, adalah 

ketidaksadaran kita akan terjadinya suatu bencana"

 Bencana hadir tanpa rencana memang, tapi apa yang disebut oleh Cak Popper sebagai Piecemeal Sosial Engginering (rekayasa sosial bongkar-pasang), telah menjadi hipotesis logis bahwa bencana bisa datang dengan menggunakan rencana, itulah hebatnya manusia, ada saja yang bodoh dan tidak menyadarinnya. Seperti apa sih Piecemeal Social Engginering/Rekayasa Sosial Bongkar Pasang itu?, Perre Bourdieu, seorang filsuf Prancis, mengungkapkan apa yang disebut sebagai teori tentang modal, ia bagi teori modalnya dalam 3 hal, yakni :

  1. Modal Ekonomi, Yakni modal manusia berupa ekonomi, yang dapat dipergunakan untuk melakukan rekayasa sosial berbasis financial
  2. Modal Sosial, Yakni modal Manusia berupa identitas, jabatan atau gelar, hal ini dapat dipergunakan untuk melakukan rekayasa sosial berbasis hal-hal sosial
  3. Modal Kultural, Yakni modal manusia berupa ekonomi maupun sosial tingkat lanjut, yang dapat melakukan rekayasa sosial sampai pada arah kebiasaan/kultur suatu bangsa 

Saya ambil contoh yang sangat mudah saja, yakni dalam bidang ekonomi, ketika kita memiliki bisnis besar, maka kita akan mendapatkan suatu modal berupa ekonomi maupun sosial, modal tersebut dapat menjadi media kita melakukan apa yang disebut Rekayasa Sosial Bongkar Pasang tadi, karena dengan bisnis sebagai modal tadi, kita dapat menciptakan suatu informasi yang dapat merubah pola pikir manusia, hingga dapat merubah kebiasaannya.

 Cara mengetahuinnya sendiri sebenarnya hanya bermodalkan analisis terhadap fenomena kausal empiris akan hal apapun yang berada di sekitar kita, ketika kita sudah menemukan sebab yang objektif dari akibat suatu fenomena, kita akan dapat membongkar suatu rekayasa sosial tadi. Hal yang sama telah saya lakukan pada iklim moral dan intelektual di Indonesia, terutama pada generasi Muda hari ini. 

 Apa yang menjadi dekadensi moral dan intelektual hari ini, adalah suatu representasi kausalitas daripada fenomena empiris suatu pribadi manusia, yang dapat di sebabkan oleh suatu rekayasa sosial berskala besar, yang bertujuan untuk sistemasi konstruktivitas sebuah hierarki kapital agar semakin subur pertumbuhannya, ini contoh analisis saya, kalau semisal ada manusia yang kurang menyadari hal tersebut, bisa di bilang mereka telah mengalami disfungsi akal, lanjut pada Neo-Millenial.

 Saya akan mengibaratkan kaum yang saya sebut Neo-Millenial, sebelum itu, saya akan memberikan postulasi asumsi pada para pembaca akan pembagian generasi hari ini kepada beberapa golongan, yakni :

  1. DE-Millenial, Yakni Generasi muda hari ini yang sudah terpapar ilusi hedonisme-egosentris, sehingga hidup mereka agaknya kurang berguna bagi nusa dan bangsa, mereka itu yaitu generasi muda yang sangat apatis terhadap bangsa, sekaligus apatis pada masa depannya
  2. Millenial, Yakni Generasi muda hari ini yang mulai sadar akan suatu benih masa depan yang harus di tanam dan di siram, mereka ini adalah golongan yang masih lumayan sama dengan kaum DE-Millenial, tapi bedannya mereka masih memiliki kesadaran akal.
  3. Neo-Millenial, Agak panjang, saya akan coba jelaskan di bawah menggunakan suatu pengibaratan.

Neo-Millenial

 Kayak menanam wit gedhang (saya tak mau berdebat dengan orang sunda), ada yang layu dan jelek, ada yang berbuah dan jadi, wit gedhang yang jadi-pun disebut wit gedhang yang bagus, yang jelek akan dibuang karena tak lagi berguna, sama saya rasa dengan generasi, peradaban adalah konsep ontologis-historis yang menanam pikiran, ada yang baik dan busuk, yah tau sendiri-lah yang busuk bakal diapain.

 Disinilah tanaman peradaban yang baik akan terus menguntungkan-nya, karena ia akan selalu menyumbang ilmu pengetahuan dan kemajuan seperti buah-buahan. Kalau pada konsepsi millenial ini, saya akan mengibaratkan millenial seperti tanaman, yang hedon dan menghabiskan beras tapi gak berguna menjadi tanaman busuk, yang berjuang, belajar, berkarya dan menyumbangkan kemajuan menjadi tanaman baik yang bermanfaat, tanaman baik inilah yang saya sebut Neo-Millenial.

 Generasi Neo-Millenial ini yang akan menjadi harapan bangsa di suatu masa depan nanti, karena mereka memiliki kesadaran,keilmuan dan plan yang cukup untuk  pergerakan yang membangun di masa mendatang, generasi Neo-Millenial ini banyak saya temukan di suatu pondok pesantren Muhammadiyah di Garut bernama Daarul Arqam.

Kenapa harus di bedakan?

 Karena untuk membangun suatu agenda pembaharuan dan perbaikan yang baik, sangat-lah diperlukan suatu asas metodis untuk mengawalinya, metode membagi inilah salah satunnya, karena dengan membagi-lah manusia akan mengetahui siapa yang memperlukan perbaikan dan siapa yang akan di perbaiki. Saya yakin di antara para pembaca yang generasi muda, pasti-lah generasi Millenial dan Neo-Millenial, karena tak mungkin generasi De-Millenial akan repot-repot membaca tulisan ini, kalau-pun ia membaca, ia akan otomatis menjadi kaum Millenial.

Pesan saya untuk generasi Millenial dan Neo-Millenial :

"Segeralah sadarkan kawanmu cukup dengan ajak dia berfikir dan melakukan pergerakan, gunakan-lah akal agar melek rekayasa sosial, ketika itu bangsa kita baru siap melaju di era global"

Pesan saya untuk generasi De-Millenial, walau mungkin tak terbaca :

"Cobalah hidup yang sedikit berguna"

Sebarkan ini pada seluruh elemen generasi muda, agar bangsa tak kehilangan harapannya, terimakasih, menerima kritik dan saran

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun