Mohon tunggu...
Muhlis Lamuru
Muhlis Lamuru Mohon Tunggu... Guru - Penting tak Penting

Lahir di sebuah Dusun terpencil di Kab. Bone, Sulawesi-Selatan. Namanya, Dusun Masumpu, Des. Massengrengpu, Kec Lamuru. Dusun tersebut baru dialiri listrik PLN pada pertengahan tahun 1999. Muhlis Lamuru menghabiskan masa kecil di Kampung halaman dan bersekolah di MI 43 Pising (Masumpu) dan SLTP di Kecamatan sebelum hijrah ke Kota Makassar melanjutkan pendidikan menengah. Sejak 2004 hijrah ke Yogyakarta untuk melanjutkan pendidikan Tinggi di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Dan, tahun 2010 mencoba mengadu nasib n memulai hidup baru di Ibu Kota Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Lemahnya Komunikasi Kita

16 April 2020   16:54 Diperbarui: 16 April 2020   17:01 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Negeri Paman Syam sudah mengetes 2,9 juta orang, kita baru angka 27,953 orang. Namun, karena keterbatasan kemampuan tes yang kita miliki, kita tidak punya pilihan lain selain menjadikan angka tersebut sebagai angka rujukan. 

Namun kita tetap perlu lebih waspada karena tidak tertutup kemungkinan hari-hari ke depan, angka terkonfirmasi positif akan semakin banyak, terlebih setiap hari Juru Bicara Pemerintah Covid 19 Achmad Yurianto secara rutin menggelar konferensi pers khusus untuk mengumumkan kasus baru.

Meski kasus Covid 19 semakin meningkat dan diyakini masih terus akan meningkat pada hari-hari mendatang namun rupanya persoalan komunikasi pun juga belum beranjak membaik. 

Celakanya, pelakunya justru para petinggi republik ini. Memang, pemerintah sudah menunjuk juru bicara yang khusus menangani urusan Covid-19 di Indonesia tetapi hasilnya juga tidak signifikan. Sang juru bicara justru kerap mengeluarkan pernyataan yang semakin memperkeruh keadaan. Sebut saja ketiga dia menyinggung profesi perawat. 

Dia dinilai menghina profesi perawat karena menyamakannya dengan room boy hotel. Tidak hanya itu, dia juga sempat menyinggung perasaan masyarakat ekonomi lemah. 

Kala itu Dia menyebut orang kaya melindungi orang miskin agar bisa hidup dengan wajar dan orang miskin melindungi yang kaya agar tidak menularkan penyakitnya. 

Dalam pernyataanya tersebut, dia secara tidak langsung dinilai menyinggung perasaan orang miskin karena dianggapnya bisa menularkan penyakit ke orang kaya.

Selain salah ucap atau a slip of the tongue, tak satu kata dalam pengambilan kebijakan menjadi persoalan mendasar lain yang sering kita saksikan. Ambil contoh kebijakan mudik. Pemerintah sudah berkali-kali menghimbau masyarakat untuk tidak mudik. 

Presiden Jokowi bahkan pernah meminta jajarannya untuk melakukan langkah yang lebih tegas agar masyarakat tidak mudik. Presiden juga meminta para gubernur menggencarkan pesan kepada masyarakat untuk tidak mudik. 

Selain Presiden Jokowi, Menteri Agama Fachrul Razi, Pelaksana Menteri Perhubungan Luhut Binsar Pandjaitan, Wakil Ketua DPR Aziz Syamsuddin, dan para gubernur sudah mengeluarkan imbauan serupa. 

Himbauan ini bertujuan untuk mencegah penyebaran Covid-19 ke daerah-daerah. Hal ini mengingat para pemudik berpotensi menjadi penular Covid-19 di daerah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun