Mohon tunggu...
Muharika Adi Wiraputra
Muharika Adi Wiraputra Mohon Tunggu... welcome my friend

memayu hayuning bawana

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Laskar Hizbullah Kristen: Jejak Perjuangan Lintas Iman di Masa Revolusi Indonesia

14 Agustus 2025   23:13 Diperbarui: 14 Agustus 2025   23:41 256
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Barisan Laskar Hizbullah (peradaban.id)

Di tengah derasnya arus sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia, ada satu kisah yang terdengar ganjil namun justru menyimpan makna persatuan yang dalam. 

Bagi sebagian orang, nama Laskar Hizbullah sudah sangat identik dengan perjuangan umat Islam di masa revolusi. Kata Hizbullah sendiri berasal dari bahasa Arab yang berarti "Tentara Allah". Wajar saja jika publik menganggap bahwa laskar ini hanya beranggotakan pemuda-pemuda Muslim, apalagi mengingat kelahirannya tidak lepas dari peran para ulama besar di Indonesia. 

Namun, sejarah punya kejutan. Di sebuah daerah di Cianjur, Jawa Barat, pernah berdiri sebuah satuan Hizbullah yang mayoritas anggotanya justru pemuda Kristen.

Kisah ini membawa kita kembali ke masa perang, ketika Jepang masih berkuasa di Indonesia dan dunia sedang berkecamuk dalam Perang Dunia II.

Pendekatan Jepang kepada Umat Islam

Tahun 1942, pasukan Jepang mendarat di tanah air. Dalam waktu singkat, Jepang secara singkat berhasil menggusur pendudukan kolonial Belanda yang sudah berkuasa ratusan tahun. 

Jepang datang bukan sebagai pembebas, melainkan penaklukan yang dibungkus janji manis. Jepang datang bukan sebagai saudara, tetapi penjajah beringas yang mahir memainkan politik pendekatan, bersembunyi di balik politik rayuan. 

Jepang menyadari, mayoritas rakyat Indonesia adalah Muslim. Mereka juga tahu, Islam memandang Belanda sebagai penjajah kafir yang harus dilawan. Maka, Jepang memilih untuk mendekati komunitas Islam demi mengamankan kekuasaan mereka dan mendapatkan dukungan rakyat. Jepang berusaha mencari pemimpin-pemimpin Indonesia yang bisa membantu mereka dalam mobilisasi rakyat untuk kepentingan perang.

Namun pendekatan itu tak selalu mulus. Pada September 1942, Jepang mengadakan konferensi para pemimpin Islam di Jakarta. Hasilnya? Bagi Jepang, tidak memuaskan. Jepang menginginkan dukungan penuh, tetapi para tokoh Islam masih berhati-hati.

Hal ini memaksa mereka untuk mencari dukungan dari kelompok-kelompok pimpinan lainnya, dengan harapan meng gantikan MIAI (Majelis Islam A'la Indonesia) dengan organisasi yang bisa mereka kendalikan.

Pada bulan Oktober 1942, pertemuan para pimpinan daerah pendudukan di Tokyo menyimpulkan bahwa dengan kemunduran kemajuan militer, penting untuk memberikan prioritas pada mobilisasi rakyat di wilayah pendudukan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun