Terkadang saya ingin pergi sendiri. Bukan karena tidak punya teman, tapi karena ingin tenang, ingin punya waktu untuk sendiri. Ingin berada di tempat yang tidak terlalu ramai, tapi juga tidak benar-benar sepi. Tempat yang luas, terbuka, dan hijau. Tempat yang bisa membuat saya bernapas lebih lega.Â
Pada hari minggu ini saya tidak turut Ayah ke Kota, melainkan pergi sendiri. Wajar udah GEDHE.Â
Oke karena saya lagi ingin pergi sendiri, tapi ingin tidak begitu nampak jadinya milih tempat yang luas, terbuka, tidak begitu mencolok kalau pergi sendiri dengan outfit nyantai dan cari tempat yang tidak begitu ramai.Â
Karena saya berdomisili di Kota Solo, meskipun sekarang hidupnya nomaden. Saya putuskan pilihan yang cocok adalah Taman Balekambang Solo.
Harga tiket masuknya terbilang murah, cuma Rp5.000. Tapi begitu masuk, serasa seperti bukan di tengah Kota. Banyak pohon-pohon besar. Udara sejuk, tidak bising, dan suasananya damai.Â
Suasananya nyantai, tidak terburu-buru. Banyak orang datang ke sini untuk jogging, duduk santai, atau sekadar berjalan-jalan bersama keluarga. Definisi Slow Living.
Sekilas sejarah Taman Balekambang. Dibangun oleh KGPAA Mangkunegoro VII pada tahun 1921 sebagai bentuk cinta untuk kedua putrinya, GRAy Partini dan GRAy Partinah. Dulu, taman ini tertutup dan hanya diperuntukkan untuk keluarga kerajaan. Namun pada 1944, KGPAA Mangkunegara VIII memerintahkan taman ini dibuka untuk umum.Â
Taman Balekambang ini memiliki fungsi yang kurang lebih sama dengan Taman Sriwedari. Jika Keraton Kasunanan Surakarta punya Taman Sriwedari, yang dulu dikenal sebagai Bonrojo, tempat bersantai keluarga kerajaan. Maka Pura Mangkunegaran memiliki Taman Balekambang.Â
Fungsinya kurang lebih sama: ruang terbuka hijau untuk rekreasi dan bersantai keluarga bangsawan. Bedanya, Taman Balekambang kini dibuka luas untuk masyarakat umum dan menjadi salah satu taman kota paling menarik di Solo.