Mohon tunggu...
Muh Arbain Mahmud
Muh Arbain Mahmud Mohon Tunggu... Penulis - Perimba Autis - Altruis, Pejalan Ekoteologi Nusantara : mendaras Ayat-Ayat Semesta

Perimba Autis - Altruis Pejalan Ekoteologi Nusantara : mendaras Ayat-Ayat Semesta

Selanjutnya

Tutup

Nature

Toleransi Sebumi: Resolusi Hijau Menuju Harmoni Baru

23 Oktober 2018   12:21 Diperbarui: 23 Oktober 2018   12:40 335
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Tulisan ini merupakan kelanjutan artikel penulis di media ini tahun lalu, berjudul "Merindu Fiqih Lingkungan MUI (Solusi Krisis Ekologi Maluku Utara)", Malut Post, 21 September 2018 atau www.kompasiana.com tanggal 25 Januari 2018 (https://www.kompasiana.com/muharbainmahmud/5a6994ebab12ae5a7b70a862/merindu-fiqih-lingkungan-mui-solusi-krisis-ekologi-maluku-utara). Kajian kali ini terkait konsep 'Toleransi Sebumi'.

Agama dan Isu Lingkungan

Setahun lalu, penulis melakukan riset terkait agama dan isu lingkungan di Maluku Utara (Malut). Penulis menemukan fakta, bahwa Malut, khususnya Ternate, yang berjargon 'kota agamais', belum ada hubungan siginifikan antara kehidupan keberagamaan dan kepedulian terhadap lingkungan. Kebelumpedulian lembaga-lembaga agama terhadap isu lingkungan pun dirasakan oleh Dr. Adnan Mahmud, selaku Sekretaris Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Malut.

Menurutnya, lembaga agama yang tergabung di FKUB relatif masih berkutat di permasalahn internal keagamaan dan belum menjadikan lingkungan sebagai isu utama. Padahal, sejatinya Islam dan agama lainnya mengajarkan perihal keseimbangan hubungan manusia dengan Tuhannya (hablum minallah), manusia dengan sesamanya (hablum minannas) dan manusia dengan alam sekitarnya (hablum minal'alam).

Terkait fiqh lingkungan, menurut Adnan Mahmud, problem umat Islam sekarang adalah bahwa agama diukur dari aspek ritual semata (kesalihan individu) dan belum banyak menyentuh aspek sosial, terlebih lingkungan. Hal ini berakibat munculnyan problem fiqih, dimana fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) terkait lingkungan baru keluar pasca kejadian bencana. Khutbah para pemuka agama pun relatif bersifat muhasabah, reflektif dan pengambilan hikmah kejadian. MUI diharapkan bisa merumuskan 'Fiqih Lingkungan' sebagai tindakan pencegahan (mitigasi) bencana, selain langkah adaptasi melalui muhasabah tersebut.

Masyarakat harmoni menjadi impian bagi para pribadi saleh dalam berinteraksi dengan sesama. Toleransi menjadi sebuah keniscayaan semua pihak dan sebagai salah satu solusi permasalahan sosial (kebangsaan) selama ini. Namun, menurut akademisi IAIN tersebut, toleransi yang selama ini berkembang di FKUB Malut masih sebatas terkait masalah sosial, teologi (ajaran agama), politik dan budaya. FKUB masih fokus meminimalisir dampak konflik sosial, seperti meredam konflik antar umat seagama (dualisme keorganisasian agama), antar umat beragama termasuk menghilangkan trauma masyarakat pasca konflik Ambon (1999).

Toleransi Sebumi : Jembatan Umat

Sejatinya, isu ekologi / lingkungan dapat menjadi salah satu 'jembatan toleransi' antar umat manusia. Toleransi berbasis ekologi ini tak hanya mengeratkan hubungan antar pemeluk agama, tetapi juga mempertemukan pemeluk agama dengan masyarakat tak beragama sekalipun.

Dalam Al-Qur'an dan Hadist, sebagai sumber ajaran Islam, banyak kisah / pelajaran konservasi alam, seperti pemuliaan tanaman / tumbuhan (pohon, jahe, kurma), satwa (lebah, semut, hewan ternak) bahkan tanah dan air (QS.78/An-Nabaa':14-16). Selain itu, terdapat perintah menanam meski esok kiamat, pelarangan menebang pohon sebagai etika perang dan pelarangan membakar sarang semut (Al Hadits).

Pada agama Kristen, tiga tahun lalu di media massa pernah diwartakan kegiatan 'pemberkatan' ternak warga Italia oleh Pastur. Selanjutnya, Alkitab menggambarkan bumi baru selayak firdaus / Taman Eden (Mazmur 145:16) dimana manusia dan binatang hidup damai / 'makan bersama-sama' (Yesaya 11:6-9; 65:25). Kajian ekologi Alkitab pun banyak di kitab Musa, Yeremias, seperti fenomena dampak kekeringan, binatang haram dan rantai makanan (Ulangan 11:3-21, Imamat 11), manfaat tanah (Imamat 25:18-19), dan pelestarian / konservasi hewan (Ulangan 22:6-7).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun