Mohon tunggu...
Muhammad Zaiyani
Muhammad Zaiyani Mohon Tunggu... Arsitek - Arsitek

Universitas Hasanuddin

Selanjutnya

Tutup

Politik

Gus Yaqut, Roy Suryo, dan Gonggongan Anjing

25 Februari 2022   12:39 Diperbarui: 25 Februari 2022   12:43 1417
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Penggunaan pengeras suara di masjid dan musala saat ini merupakan kebutuhan bagi umat Islam sebagai salah satu media syiar Islam di tengah masyarakat. Pada saat yang bersamaan, kita hidup dalam masyarakat yang beragam, baik agama, keyakinan, latar belakang, dan lainnya, sehingga diperlukan upaya untuk merawat persaudaraan dan harmoni sosial.

Pada tanggal 18 Februari 2022 Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas menerbitkan Surat Edaran No SE. 05 tahun 2022 tentang Pedoman Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Musala. 

Selanjutnya dalam suatu kesempatan wawancara Gus Yaqut menjawab/menjelaskan (dikutip secara lengkap) : "Iya, kemarin kita sudah terbitkan surat edaran, pengaturan, kita tidak melarang masjid mushallah menggunakan toa, tidak, silahkan, karena kita tau itu bagian dari syiar agama islam, ya.., tetapi ini harus diatur tentu saja. 

Diatur bagaimana volume speakernya, toa-,nya itu tidak boleh kencang-kencang, 100 db (seratus desibel) maksimal. Diatur bagaimana, kapan mereka bisa mulai menggunakan speaker itu, sebelum adzan dan setelah adzan. Bagaimana menggunakan speaker didalam dan seterusnya. tidak ada pelarangan. 

Ini Aturan dibuat semata-mata hanya untuk membuat masyarakat kita semakin harmonis. Meningkatkan manfaat dan mengurangi mafsadat. 

Menambah manfaat dan mengurangi ketidakmanfaatan, karena kita tau misalnya ya kita tau didaerah yang mayoritas muslim hampir setiap 100 meter 200 meter itu ada mushallah masjid. 

Ya bayangkan kalau kemudian dalam waktu yg bersamaan mereka semua menyalakan toa-nya di atas kaya apa. Itu bukan lagi syiar tetapi merupakan gangguan buat sekitarnya. Kita bayangkan lagi kita ini muslim, sy ini muslim sy hidup dilingkungan non muslim ya, kemudian rumah ibadah saudara-saudara kita non muslim itu bunyikan toa sehari 5 kali dengan kenceng-kenceng secara bersamaan itu rasanya bagaimana ? 

Yang paling sederhana lagi, tetangga kita ini kalau kita hidup dalam satu konpleks itu, misalnya kiri kanan depan belakang pelihara anjing semua, misalnya menggonggong dalam waktu yang bersamaan, kita ini terganggu ngak ? 

Artinya apa suara-suara ini, apapun suara itu ya, ini harus kita atur supaya tidak menjadi gangguan, ya speaker di mushallah masjid monggo dipakai, silahkan dipakai tetapi tolong diatur agar tidak ada merasa terganggu agar niat menggunakan toa menggunakan speaker sebagai sarana sebagai wasilah untuk syiar, melakukan syiar tetap bisa dilaksanakan tanpa harus mengganggu mereka yang mungkin tidak sama dengan keyakinan kita, berbeda keyakinan, kita harus hargai, itu aja intinya".

Pada 23 Februari, Roy Suryo dalam akun twitter-nya (@KRMTRoySuryo2) : Tadinya sempat saya kira ini hanya "clickbait" media (utk mendapat perhatian saja). Namun ketika media sekelas Detik, Tribun, Liputan 6-pun menuliskan hal yg sama, Apakah layak suara Muadzin -yg mengumandangkan Adzan, panggilan Sholat- dibandingkan dgn Gonggongan Anjing ? AMBYAR

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun